10 - Dream

April 2007

Perpustakaan daerah kini terlihat cukup ramai. Menjelang Ujian Nasional, tempat ini merupakan tempat yang nyaman untuk dijadikan tempat belajar. Banyak buku untuk bahan referensi, tempatnya tenang dan pastinya adem.

Di meja bagian ujung, dua insan itu duduk berdampingan. Lintang  menulis sembari menjelaskan sekumpulan rumus fisika. Sedangkan Galang hanya berdiam diri dengan satu tangan di meja menumpu sisi kepala. Kepalanya sengaja ia miringkan dan matanya yang tak lepas menatap wajah Lintang. Bibirnya pun mengulas senyum manis sepanjang waktu.

Manik mata Lintang bergerak untuk melirik Galang yang sedari tadi tak merespon apa yang telah panjang-panjang ia jelaskan. Gadis itu menghela napas dan merubah posisi duduknya menyamping menghadap Galang.

"Lang! Perhatiin yang bener dong, ih!" Lintang menggetok dahi Galang menggunakan pulpen. Bibirnya mengerucut kesal saat Galang semakin tersenyum-senyum tidak jelas.

"Bentar lagi lo tuh ujian! Serius dong belajarnya!" Lintang semakin melotot saat Galang tertawa kecil dan mencubit pipinya.

"Sarap ya, Mas?" ujar Lintang sinis.'

Galang mengangguk dengan senyum yang masih saja terpatri. "Gara-gara Mbak," ujarnya manis. Matanya mengedip-ngedip dan hidungnya mengerucut lucu.

Lintang memutar bola mata dan mendengus. "Udah ah, mending gue tidur di rumah daripada ngajarin lo."

Galang sontak belingsatan, ia segera menahan lengan Lintang yang sudah akan bangkit berdiri. "Iya-iya, Bu. Ampun-ampun. Serius nih," mohon Galang memelas.

"Demi?"

"Demi masa depan kita berdua." Cowok itu meringis saat merasakan jitakan di atas kepalanya.

Senyum Galang mengembang ketika Lintang membuka buku dan kembali memulai sesi belajar-mengajar. Lintang sendiri tak dapat menahan senyumnya dengan semua ekspresi yang Galang tunjukkan. Saat cowok itu menggaruk kepalanya frustrasi, ia yang menelungkupkan kepala seperti anak kecil yang sedang ngambek atau Galang yang bersorak kegirangan saat berhasil mengerjakan salah satu dari soal itu.

Bagi biang kerok seperti Galang, yang sering cabut dan tidur saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, ini sungguhlah hal yang luar biasa. Ia selalu beropini bahwa belajar merupakan hal yang teramat membosankan, pengantar tidur dan bikin otak ngebul.

Namun, sekarang Galang baru tahu, belajar ternyata bisa semenyenangkan ini.

Cowok itu juga baru tahu bahwa kemalasan ada penawarnya.

Mungkinkah, cinta?

***

"Kenapa makin tahun nih pelajaran makin susah, ya?" Galang berbaring di sofa sembari membolak-balik isi buku paketnya.

Karena misi mereka untuk menjaga Berlian yang teramat rahasia, mereka tentu harus mengerjakan tugas yang diberikan oleh para guru setiap hari seperti murid yang lain.

"Kerjain aja dulu, entar juga kelar," sahut Lintang yang kini duduk bersila dan sibuk mengerjakan tugas fisika yang akan dikumpulkan minggu depan.

"Pelan-pelan aja, jangan dibawa stres duluan. Sugestikan otak lo bahwa lo tuh bis—"

Omongan Lintang terpotong saat mendengar suara dengkuran di belakangnya. Gadis itu lantas berbalik dan terkejut saat melihat wajah Galang yang tertutup buku. "Lang?"

Bahu Galang naik turun dengan tarikan napas yang teratur.

"Beneran tidur?" Lintang menyingkirkan buku paket itu dari wajah Galang. Senyumnya mengembang kala melihat wajah Galang yang nyenyak dalam tidurnya. Mulutnya juga tak berhenti mengeluarkan suara dengkuran halus.

"Baru juga jam sembilan udah molor aja si sapi," ujar Lintang setelah melihat jam dinding. "Ngorok pula."

Gadis itu terkekeh pelan seraya memeluk lututnya. Dagunya ia tumpu di atas lutut. Matanya tak lepas memandangi wajah Galang yang sedang terlelap. Senyumnya merekah, sedangkan hatinya seolah hendak meledak. Tanpa sadar, tangan gadis itu terulur untuk merapikan anak rambut Galang. Sejurus kemudian, Lintang menarik tangannya dan menampar dirinya sendiri. "Apaan sih gue?!"

***

Desember 2011.

Galang berlari sekencang-kencangnya setelah melepas motornya begitu saja terhempas membentur tanah. Mesin motornya bahkan tidak dimatikan saking paniknya. Hujan yang turun teramat lebat juga tak ia hiraukan. Sekujur tubuhnya basah kuyup berdiri di depan pintu sebuah gudang kosong tak terawat. Tangan Galang bergetar hebat menggenggam handphone-nya erat.

Tak ingin membuang waktu lebih lama, Galang menendang keras pintu besar gudang itu. Berlari sekuat tenaga dengan jantung yang menggila. Galang merasakan kegamangan yang luar biasa saat memasuki bangunan tersebut. Telinganya menegak saat suara tawa mengerikan yang terdengar dari arah selatan. Galang mempersiapkan pistol yang baru saja ia miliki setelah resmi menjadi polisi aktif seusai menyelesaikan pendidikannya di Akademi Kepolisian.

Lutut Galang melemas saat melihat keadaan sosok yang terkulai lemah dengan tubuh terikat di sebuah kursi kayu. Ada sekitar lima orang yang mengelilingi cowok terikat itu. Mereka tertawa jumawa dan memainkan jarum suntik di tangan. Galang tentu mengetahui kandungan tersebut. Zat terlarang yang sangat diharamkan.

Masih dengan tangan gemetar, Galang menarik pelatuk ke arah atas. Perhatian pria-pria itu pun tertuju pada Galang. Tak bisa dielakkan perkelahian berlangsung sengit. Amarah, ketakutan, rasa panik dan segala rasa mencekam berkecamuk dalam diri Galang. Satu banding lima. Walaupun besar badan para pria itu yang tak sebanding dengannya, Galang mampu membereskan mereka semua seperti kesurupan.

Galang tak menghiraukan pria-pria yang melarikan diri itu. Ia berjalan terhuyung-huyung. Airmatanya keluar begitu saja. Galang melepaskan ikatan itu dengan tergesa. Dipeluknya sosok itu erat-erat.

"Sinar! Maafin gue karena udah datang terlambat!" Galang mengguncang-guncang bahu Sinar tak tenang. Ia kian terisak dengan rasa sesal yang mendalam.

"Sinar! Denger! Ini abang! Sinar bangun!"

***

"Maafin gue ... maaf...." Lintang melepas pulpen dan mengernyitkan alis saat mendengar Galang yang bersuara lirih. Gadis itu mendekat dan menatap Galang yang mengigau. Keringat mengalir pada pelipis Galang dan dari raut wajahnya, Lintang bisa pastikan bahwa laki-laki itu sedang bermimpi buruk.

"Lang, Galang," panggilnya sembari menepuk bahu Galang. "Bangun...."

Kelopak mata Galang perlahan terbuka. Degup jantung Lintang tak terkendali saat Galang bangun dan memeluknya erat. Sangat erat sampai gadis itu sulit bernapas. Sedangkan napas Galang masih memburu. Mulutnya tak berhenti melontarkan permohonan maaf.

Lintang tak mengerti, ada apa dengan Galang sebenarnya?

Setelah pelukan yang berdurasi cukup lama itu, Galang tak berkata apa pun dan langsung beranjak ke kamarnya. Pada pagi hari berikutnya pun, cowok itu bersikap wajar seolah tak pernah ada sesuatu yang terjadi. Lintang benar-benar dibuat bertanya-tanya. Sampai saat di sekolah pun Lintang masih saja memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada Galang.

Lamunannya terpecah saat Berlian menggamit lengannya. "Lin, liat tuh Kiev, lagi kambuh."

"Woah kau gadis cuek bebek buat hatiku kretek-kretek...."

Kiev melantunkan lagu dengan lirik sembarang itu dengan nada yang cukup bersahabat telinga. Spesial didedikasikan pada si gebetan jutek yang telah menawan hatinya. Lintang mendengus saat Kiev yang tak berhenti menggodanya. Selebriti itu bernyanyi sembari memainkan gitar. Sesekali tangan cowok itu menunjuk-nunjuk Lintang yang sedang menahan kesal.

Alvian yang duduk di samping Kiev bahkan bergerak memasang earphone dan beranjak ke sebelah Galang. Karena hanya itu tempat duduk yang kosong karena Dion sekarang tidak ada di tempat. Galang yang menyadari hadirnya Alvian pun bersikap sebiasa mungkin. Ia lalu memberi kode pada Lintang. Sementara Kiev terus saja bernyanyi riang.

"Kayaknya Kiev naksir berat deh sama lo Lin," ujar Berlian.

Alis Lintang menukik tidak suka. Gadis itu kontan menggeleng. "Nggak kali. Mungkin dia cuman penasaran sama gue."

Berlian tersenyum sembari mengangkat bahu. "Mungkin. Tapi dengan segala usaha Kiev selama ini, ditambah dengan nilai plus-plusnya dia. Lo nggak sedikit pun luluh?"

Lintang bergidik saat Kiev melontarkan ciuman jarak jauh ke arahnya. "Nggak sama sekali."

Berlian tertawa. Tak menyangka Kiev juga bisa norak saat jatuh cinta. Sedangkan Lintang semakin menggerutu dalam hati. Menurutnya, Kiev hanya semakin membuat ribet hidupnya. Di sini ia hanya ingin menjalani misi yang telah ditugaskan. Bukan terjebak cinta-cintaan masa SMA lagi. Apalagi Kiev bukan orang biasa. Dia selebriti terkenal. Juga, Lintang nggak suka daun muda. Secara Kiev seumuran dengan adik bungsunya yang menyebalkan yaitu si Bintang.

Lintang berdiri dari kursinya. "Tunggu ya, Li," ujarnya sebelum melesat menuju meja Kiev.

Sontak Kiev menyisir rambutnya dengan tangan dan tersenyum manis pada gadis yang baru saja tiba di hadapannya. Menebarkan pesona secara maksimal.

"Hai cantik," sapa Kiev dengan mata berbinar. Kiev lalu mengisyaratkan Lintang untuk duduk di bangku Alvian.

"Bisa gue bicara bentar?"

"Bicara lah wahai dewiku," sahut Kiev puitis.

Lintang memutar bola matanya.

"Sori ya, bukannya ge-er. Tapi kalau lo naksir gue, gue nggak bisa. Jadi mendingan lo naksir cewek lain aja deh ya. Lagian kasian fans lo," kata Lintang pelan dan tak niat mengundang orang lain untuk mendengar. Berhadapan dengan Kiev gini aja udah jadi tontonan.

"Gue emang naksir lo. Makasih udah perhatian sama fans gue, tapi gue tau fans gue itu pengertian banget." Kiev mengedipkan sebelah matanya pada Gina sebagai ketua fanclub Kiev di kelas ini. Ekpresi manyun gadis itu berganti dengan secercah senyuman indah.

"Pokoknya lo nggak boleh naksir gue. Titik!" tegas Lintang.

Sementara itu, perhatian Galang terpecah antara mengamati Alvian secara diam-diam atau Lintang yang bersama Kiev.

"Pokoknya selama lo cuekin gue, gue bakal terus ada deket deket lo. Titik." Kiev menaik-naikkan alisnya, senyum cowok itu juga tak pudar-pudar. Lintang menghentakkan kaki dan berjalan cepat meninggalkan Kiev. Gadis itu terus mengomel pada dirinya sendiri dan menyesal telah mengajak selebriti itu bicara.

Dan tanpa Lintang sadari, tindakannya tadi juga telah berhasil membangunkan macan yang sedang tidur.

Bersambung

Boleh minta tolong untuk merekomendasikan cerita ini agar bisa menjangkau pembaca yang lebih luas. kalau menyukai cerita ini tolong beri aku ⭐️ dan komentar 🥰

Yuk hype cerita ini dengan memuatnya di instastory kamu jangan lupa tag instagram @inkinaoktari 🤗

Regards, Iin

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top