Bab 8 Kursus Pengendalian Diri

[email protected]

Alamat email itu jadi hal yang berikutnya Bintang pikirkan. Setelah perdebatan panjang dengan kepala bagian iklan di kantor pusat koran Harian Rakyat Tegal, Bintang dan Yogi buru-buru kembali ke Polres Tegal Kota. Mereka langsung mendatangi markas sub direktorat cyber crime.

Tak terlintas sama sekali di benak Bintang untuk menghubungi Andi lewat emailnya. Andi sudah berani membuatnya berputar-putar dan Bintang tidak ingin melepaskan orang ini dengan mudah.

Bukan berarti Bintang akan menuntut peresmian kasus. Dia hanya ingin bertatap muka dengan Andi dan menegaskan kesalahannya. Bintang sudah menemui kenalannya di sub direktorat cyber crime untuk melacak alamat email tersebut. Tapi kenalan tersebut menjawab, "Ah, aku sangat minta maaf tapi setiap dari kami memiliki hal yang harus diurus. Terlalu banyak laporan mengenai pelanggaran UU ITE. Kami sangat sibuk."

"Bahkan hanya untuk mengecek sebuah email?" Bintang mencoba bernegosiasi.

"Tidak. Kau tahu, menelusuri alamat email tidak semudah kedengarannya. Butuh banyak hal yang harus disiapkan terlebih dahulu. Mungkin jika kau datang lain waktu kami bisa membantu, kalau lengang."

"Baiklah. Terima kasih." Bintang menyerah tentang meminta bantuan pada divisi cyber crime.

Setelah Bintang berbalik, Yogi yang berjalan di sebelahnya mendengar desas-desus di belakang. Samar-samar dia mendengar bisik-bisik yang dilakukan kenalan Bintang tadi dengan temannya.

"Jadi rumor itu benar, ya?"

"Kurasa begitu. Aku tidak mau terlibat dengan kasus beresiko seperti itu. Siapa yang akan bertanggung jawab kalau suatu hari pencemaran nama baik itu berbalik pada kita?"

"Ya. Belum lagi kasus ini tidak resmi. Ini bisa jadi pelanggaran kode etik."

"Dia sangat sial."

"Bagaimana pun kita tidak perlu terlibat. Kita sudah sepakat sebelumnya, bukan?"

"Mn, aku merasa kasihan pada anak baru itu. Anak yang malang."

Dada Yogi naik-turun mengatur napas. Rasa panas naik ke kepalanya. Dia marah. Tapi dia tahu Bintang tidak akan suka kalau dia berulah. Jadi Yogi hanya bisa menahan emosinya.

Orang-orang itu dengan angkuh mengolok-olok Bintang, tepat setelah menolak permintaan ringan yang bahkan tidak memakan waktu seharian untuk menyelesaikannya. Menggunakan alasan klise seperti sibuk sangat tidak baik. Hal ini membuat Yogi sangat marah dan tidak ingin kembali ke gedung subdit cyber crime lagi. Tidak akan pernah.

Belum sampai ruang kerja, Yogi sudah menghentikan langkahnya.

"Pak, aku mau ke kamar kecil dulu," pamit Yogi.

"Ya. Aku akan menunggu di ruang kerja." Keduanya berpisah di tengah jalan.

Dengan kepala berasap Yogi melangkah ke kamar kecil. Dia berdiri di depan kaca wastafel. Wajahnya ditekuk dan matanya penuh dendam. Dia tidak suka ini. Tidak suka hal-hal berjalan seperti ini.

Keran dibuka dan Yogi mengambil setangkup air untuk membasahi wajahnya. Satu genggam lagi untuk membasahi rambut dan kulit kepalanya. Saat mengumpulkan air di telapak tangannya, pintu kamar kecil dibuka. Dua orang polisi berseragam memasuki kamar kecil dan langsung berbalik menghadap urinoar.

"Kau sudah dengar kabar tentang anggota reserse yang ditolak temannya?" Salah seorang polisi membuka obrolan.

"Ya. IPTU Bintang, bukan? Aku dengar dia mendapat tugas tidak resmi, makanya tidak ada yang mau membantu."

"Benar sekali. Aku baru pertama kali mendengar namanya karena kasus ini."

"Tentu saja dia memang tidak terlalu menonjol di sini. Dan kau juga beru bergabung di sini beberapa bulan yang lalu."

"Dia anggota reserse tapi banyak warga yang mengenalnya."

"Siapa yang peduli tentang popularitas? Usianya baru dua puluh tujuh tahun tapi sudah mendapat pangkat IPTU. Apa-apaan itu? Aku dengar tahun ini dia dalam masa percobaan promosi."

"Promosi lagi? Bukankah pangkatnya yang sekarang saja sudah luar biasa?"

Yogi masih menunduk di depan keran. Dia mendengarkan dengan saksama apa yang kedua polisi itu bicarakan. Yogi juga baru tahu kalau Bintang memiliki pangkat tinggi yang tidak masuk akal di usianya.

Setelah lulus SMA, Bintang melanjutkan pendidikannya di Akademi Polisi. Tiga tahun kemudian Bintang lulus sebagai perwira. Masa seorang polisi dengan pangkat IPDA normalnya tiga tahun, pangkat IPTU enam tahun. Tapi Bintang hanya memerlukan waktu lebih kurang enam tahun untuk mendapat promosi ke pangkat AKP, yang harusnya bisa dicapai setelah menempuh perjuangan menjadi IPTU selama dua tahun.

Dua polisi yang semula mengobrol di depan urinoar kini berpindah ke wastafel untuk cuci tangan. Mereka tetap melanjutkan obrolan tanpa menyadari kehadiran Yogi sebagai penguping.

"Entah sial atau beruntung, aku dengar IPTU Bintang selalu mendapat kasus berat sejak pertama kali menjadi polisi. Mungkin itulah yang membuatnya mencapai puncak dengan cepat."

"Ya, kita tidak tahu, 'kan. Tak ada jalan pintas ataupun instan, tapi selalu ada jalan lain."

"Ah, aku ingin makan mie instan," ucap salah satu polisi sambil mengeringkan tangannya.

"Ayo kita buat."

"Ya."

Yogi yang telah menguling sedari tadi merasa sedikit aneh di perutnya. Dia jadi semakin mengagumi sosok Bintang yang luar biasa--mendapat didikan keras sejak muda, tapi juga ada sedikit rasa iri. Seolah menyadari sesuatu, Yogi tercengang sendiri.

Mungkin... mungkin saja orang-orang yang menolak membantu sebenarnya iri, pikir Yogi. Meski sedikit lega dan bersombong diri, Yogi masih merasa resah. Kalau sama sekali tidak ada orang yang mau membentu mereka, jangan harap berdamai dengan Andi, bertemu saja sepertinya akan sangat sulit.

Ketika Yogi kembali ke ruang kerja, dia melihat Bintang menghadap laptop yang menyala. Tangannya menggeser mouse bolak-balik. Meski matanya fokus, Bintang terlihat memiliki keraguan dalam tindakannya.

"Apa yang kau lakukan, Pak?" tanya Yogi sambil berjalan mendekat ke meja.

"Aku sedang mencari tahu bagaimana melacak alamat email lewat internet," balas Bintang tanpa menoleh.

"Sudah menemukan caranya?"

"Belum."



[Baca kelanjutannya di Dreame dengan judul North Commands]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top