Bab 6 Sibuk

PT. Bentang Buana adalah anak perusahaan dari sebuah perusahaan properti besar di Indonesia. Kapasitas PT. Bentang Buana pun terbilang cukup besat di antara perseroan terbatas lainnya di Kota Tegal. Mendapat pekerjaan di sana sudah termasuk keuntungan besar.

Kantor pusat PT. Bentang Buana berjarak sepuluh menit perjalanan dengan mobil dari pusat kota. Yogi membonceng mobil Bintang lagi. Meskipun mereka polisi, keduanya tidak menggunakan seragam sejak awal penyelidikan. Selain untuk menghindari keributan, Bintang juga tidak terbiasa menggunakan seragam sebagai bagian dari divisi reskrim.

Bintang dan Yogi duduk di lobi, menunggu sosok Andi yang muncul karena dipanggil. Cukup lama keduanya menunggu sebelum seorang wanita muda berseragam hitam-merah muda memanggil nama Bintang. Bintang bangun dan berjalan menuju meja resepsionis.

"Pak Bintang, kami mohon maaf tapi pegawai PT bernama Andi Rudi sudah mengundurkan diri sejak tiga bulan yang lalu." kata wanita itu dengan senyuman yang menawan.

"Mengundurkan diri?" Suara Bintang agak keras karena terkejut. Andi mengundurkan diri sejak tiga bulan yang lalu. Itu sudah sangat lama.

"Iya, Pak. Pak Andi mengajukan surat pengunduran diri sejak pertengahan Februari dan resmi keluar pada awal Maret. Pak Andi mengambil uang pesangon di akhir bulan Maret juga." Bintang memalingkan wajah dari wanita itu. Dia berpikir kalau Andi memang sengaja kabur lehih awal. Jika saja ini adalah kasus pembunuhan, maka Andi akan dikenai hukuman berlapis. Pembunuhan direncanakan. Sayangnya kasus ini bukan pembunuhan.

"Apa saya boleh tahu alasan pengunduran diri Andi?"

Wanita itu tersenyum ringan dan menjawab, "Maaf, ini di luar wewenang saya."

"Kalau begitu apa boleh saya berkeliling kantor?"

"Ah, apa ada perizinan khusus?"

"Tidak, tidak ada. Tapi sepupuku sedang mencari pekerjaan dan berharap bisa melihat-lihat kantor ini. Ya, kau tahu 'kan kenapa kami mencari Andi. Dia kenalanku dan aku ingin dia membantu sepupuku." Bintang banyak membual hari ini. Telunjuknya mengarah ke Yogi yang masih duduk dengan tenang memperhatikan akuarium di tengah lobi. Dia bahkan membawa-bawa nama Yogi dalam kebohongannya! Semoga pria muda ini selalu dilindungi dengan keberkahan.

Wanita resepsionis itu mengerti. Dia segera bertanya pada atasannya mengenai permintaan Bintang. Setelah mendapat izin, wanita itu kembali menghadap Bintang.

"Karyawan kami akan segera turun untuk membimbing. Mohon tunggu sebentar--"

"Tidak perlu. Boleh kami berkeliling sendiri dan meminta denah? Kami tidak akan berkelakuan buruk."

Wanita itu berpikir sebentar sebelum menjawab, "Baiklah." Mungkin saja dia bisa mempercayai kenalan mantan karyawan perusahaan.

Sebush brosur dengan logo perusahaan di bagian depan. Brosur itu sangat berwarna dan eye catching, diperkecil menjadi tiga lipatan. Saat dibuka, sebuah denah ruangan terlihat di seluruh permukaan brosur.

"Terima kasih."

Bintang mengantungi brosur dan kembali ke sofa lobi. "Ayo, kita naik," katanya.

Yogi mengangguk dan mengikuti Bintang naik lift. Saat pintu lift terbuka, seorang pria muda berkemeja putih dan name tag keluar. Pria itu berlari kecil ke arah meja resepsionis.

"Mana orangnya?" tanya pria itu tanpa basa basi.

Wanita yang menobrol dengan Bintang tadi berusaha sebisa mungkin menahan tawa.

"Orang apa? Memangnya siapa yang mencarimu?"

"Hei, kau bilang ada calon karyawan baru yang ingin survei."

"Apa? Tidak. Tidak ada orang seperti itu. Lagi pula tidak ada orang yang memanggilmu turun. Sana, hush... kembali bekerja." Wanita itu terkikik dengan teman sesama penjaga meja respsionis. Di sisi lain, pria muda itu merasa sedikit kesal saat tahu kalau dirinya sedang dikerjai. Tapi dia tidak benci. Hanya menggeleng dan kembali ke lantai atas dengan senyuman.

Bintang, yang telah mengobservasi denah dalam brosur dengan teliti akhirnya sampai di lantai di mana para akuntan bekerja. Bintang tidak pernah ingin dan membayangkan dirinya berprofesi sebagai pekerja kantoran. Jadi saat kakinya melangkah keluar lift, Bintang dikejutkan dengan kesibukan kantor.

Suasana sangat berisik. Pria dan wanita sibuk dengan tumpukkan kertas yang menggunung. Beberapa terlihat menangani dua panggilan sekaligus. Satu atau dua kelompok orang ribut dengan diskusi sementara sisanya seperti mayat hidup dengan kantung mata dan aura mencekam.

Yogi sama terkejutnya dengan Bintang. Kantor polisi pernah mengalami hal serupa namun ada biasanya terjadi bersiklus. Misalnya kantor polisi akan sangat ramai saat waktu-waktu hari raya. Liburan lebaran, natal, imlek, tahun baru, kelulusan, puasa, dan bulan-bulan bagus untuk pernikahan.

Pekerjaan yang harus diselesaikan di waktu-waktu tersebut sangat tidak masuk akal. Belum lagi setiap orang pasti ingin mendapatkan pelayanan prioritas. Tak jarang para polisi yang bergerak di suatu bidang bisa jadi aktif di bidang lain di saat seperti itu tiba.

Bintang dan Yogi saling memandang sejenak. Di ruangan itu rasanya tidak ada tempat sama sekali bagi orang luar untuk masuk. Seorang wanita yang menatap layar komputer berwajah zombie berada pada jarak yang cukup dekat dari tempat Bintang berdiri. Rambutnya berantakan dan baju merah mudanya kusut. Bintang mendekati wanita itu dan berniat untuk bertanya.

"Permisi, apa benar ini kantor akuntan?"

Awalnya wanita itu tidak mau merespon. Tapi setelah melihat seorang pria tampan yang bertanya padanya, dia segera duduk dengan benar dan merapikan penampilannya.

Ujung bibir merah wanita itu terangkat, mengungkapkan senyumnya. "Kantor akuntan? Tidak, tidak. Di sini tidak benar-benar ada yang namanya kantor akuntan. Kita berbagi di sini. Apa ada yang bisa saya bantu?"

"Hm, saya Bintang, kenalan Andi Rudi. Akuntan di sini." Bintang mengulurkan tangan dan disambut dengan antusias oleh wanita itu.

"Saya Mitha, akuntan di sini. Ah, bukannya Pak Andi sudah mengundurkan diri, ya?"

"Ya. Sayang sekali saya baru dengar kabar tersebut. Padahal tadinya saya ingin mengajak sepupu saya yang sedang mencari pekerjaan untuk melihat kantor ini." Bintang menarik Yogi ke depan. Yogi linglung. Dia tidak tahu apa-apa tentang sepupu Bintang yang mencari pekerjaan. Dia tidak sadar kalau dirinya telah menjadi tumbal sebelumnya. Untungnya Yogi mudah untuk diajak kerja sama. Meski masih sedikit bingung, Yogi mengulurkan tangan sambil tersenyum.

"Yogi."

"Mitha. Saya ikut sedih dengan kenyataan yang Pak Bintang sebutkan sebelumnya. Karena Pak Andi tidak ada, saya bisa menggantikan Pak Andi dan mengantar kalian berkeliling!--"

[Baca kelanjutannya di Dreame dengan judul North Commands]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top