Bab 5 Jam Makan Siang

Musim tahun ini mundur sangat jauh. Akhir bulan kelima, hujan masih saja sering datang. Terutama di Kota dan Kabupaten Tegal, curah hujan cukup tinggi sejak awal tahun. Akibatnya beberapa jalan terendam luapan air dari selokan dan membentuk genangan yang cukup besar di lubang-lubang jalan.

Para pengendara harus ekstra hati-hati saat menemui genangan air yang keruh dan besar. Bisa jadi lubang di bawahnya dalam dan bisa membuat kendaraan mengalami entakan keras. Beberapa pejalan kaki dan pengendara kendaraan roda dua harus lebih sabar karena tak sedikit dari mereka yang terguyur air kotor dari sisi jalan.

Keadaan seperti ini berlanjut dan membuat warga resah. Tapi mereka tidak bisa mengajukan komplen karena jalan-jalan yang berlubang biasanya terletak di jalan kecil yang jarang diperhatikan pemerintah setempat.

Di Kota Slawi misalnya. Beberapa genangan air terlihat di jalan raya dan daerah pemukiman. Tiap hari ibu-ibu rumah tangga akan mengoceh karena jemuran mereka terciprat lumpur dan harus dicuci ulang. Hanya umpatan kecil dan gosip yang bisa lakukan sebagai pelampiasan.

Ibu-ibu rumah tangga sebenarnya cukup santai dengan bekerja di rumah. Membersihkan rumah sambil mencoba berbagai perawatan kulit jadi alternatif untuk mempersingkat waktu bekerja. Atau juga mengganti model rambut menjadi keriting dengan roll, seperti yang dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga berdaster ungu yang mendatangi Bintang dan Yogi.

Setelah mengonfirmasi kalau ibu tersebut kenal dengan Andi, Bintang menawarkannya untuk bertukar informasi. Tentu saja, Bintang sedikit tahu tentang masalah jalanan yang becek. Meski tidak punya wewenang, setidaknya dia bisa menjanjikan bahwa keluhan ibu tersebut sampai di telinga bagian administrasi kota.

"Jadi Ibu Kartika ini sudah menjadi tetangga Andi sejak lama, ya?" Bintang memastikan informasi yang ia dapat dari Kartika.

"Iya, sepuluh tahun lebih, Pak. Kenapa, ya dengan Pak Andi? Pak Andi ada masalah apa sampai Pak Polisi ini datang kemari?" Bintang dan Yogi mulai mencium arah pembicaraan. Kartika ini, sifat kewanitannya muncul. Dia sedang mengorek informasi untuk dijadikan bahan gosip. Tanpa tahu tentang hal ini pun, sudah pasti Bintang tidak akan mengatakan yang sebenarnya.

"Tidak ada masalah apa-apa, kok, Bu. Cuma, ya, Andi ini kenalan lama saya. Hanya ingin berkunjung." Awalnya Bintang tidak ingin mengungkap identitas aslinya sebagai polisi. Tapi Kartika tidak percaya keduanya orang baik dan mulai berteriak maling. Beberapa warga datang dengan tongkat, tapi untungnya Bintang segera mengeluarkan lencana polisinya yang ada di dompet. Lalu para warga pun bubar dengan sedikit tawa kekonyolan.

"Oh." Kartika manggut-manggut.

"Ibu Kartika tahu Andi ke mana?"

"Hm, kurang tau juga, ya. Saya enggak pernah suka campurin urusan orang. Enggak ngikutin gosip-gosip juga. Dan Pak Andi ini memang orangnya pendiam dan sulit bersosialisasi setelah istrinya meninggal. Saya juga sedih, sih pas dengar kabar ini. Tapi ya mau bagaimana lagi. Sudah ada takdir buat masing-masing orang."

"Pfft--" Yogi hampir melepaskan sejumlah tawa saat mendengar tiga kalimat pertama dari Kartika. Untungnya dia sudah mendapat cukup banyak pendidikan saat di sekolah dulu.

"Kapan terakhir Ibu lihat Andi?" tanya Bintang lagi.

"Terakhir, sih kalau enggak salah dua hari lalu. Saya lihat Pak Andi pakai seragam kerja kaya biasa, bawa koper. Pak Andi berangkat pakai mobil pagi-pagi sekali. Belum ada jam enam malah."

[Baca kelanjutannya di Dreame dengan judul North Commands]

***

Curhatan selama menulis :

When you forgot Sawako's name....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top