Bab 27 Apel Merah

Untuk lulus dari Akademi Polisi, atau yang biasanya disebut Akpol, seseorang harus melewati masa pendidikan dan pelatihan selama kurang lebih tiga tahun enam bulan. Bintang yang berusia dua puluh satu tahun berhasil lulus ujian penerimaan Polri dalam sekali coba.

Selama pelatihan polisi baru, Bintang tidak mencolok sama sekali. Tapi namanya segera melejit setelah menangani kasus pembunuhan berantai untuk tugas dasarnya. Satu tahun kemudian, Bintang dan timnya berhasil memecahkan kasus yang rumit.

Sebuah pabrik kembang api mengalami ledakan dan kebakaran. Semula semua orang mengira kalau ledakan terjadi karena kelalaian pekerja. Beberapa saat sebelum kasus ditutup, tiba-tiba Bintang menemukan bukti kalau ledakan tidak berasal dari dalam pabrik, melainkan dari sebuah ruangan di bawah tanah. Pemilik pabrik berkeringat saat menjawab kalau ruangan itu adalah gudang. Tapi gudang itu belum dibuat saat pemilik pabrik mendaftarkan usahanya.

Menggali tanah di bawah pabrik dan membangun sesuatu di sana. Apa kau pikir itu mungkin?

Bintang mengerahkan timnya untuk menginvestigasi gudang itu. Hasilnya sungguh mengejutkan. Dalam waktu satu minggu tim Bintang menemukan beberapa lorong sejauh berkilo-kilo meter sampai ke kota berikutnya. Fondasi lorong itu kuno dan sangat kuat.

Setelah ditelusuri lebih lanjut, lorong-lorong itu merupakan jalan rahasia yang digunakan para tentara di saat perang. Lorong-lorong itu dialih fungsikan untuk mengantar narkoba oleh pemilik pabrik. Dan sudah pasti pertukaran dan pesta dilakukan di dalam gudang. Karena ruang itu disebut "gudang" maka akan ada beberapa kotak kembang api. Ada botol bekas minuman keras dan setumpuk kartu domina ditemukan juga di sana.

Lingkungan kerja yang tidak aman, penyalahgunaan narkoba, pemilik usaha ilegal, menggunakan peninggalan sejarah tanpa izin resmi. Bayangkan saja bagaimana dia dihukum setelah kasus selesai.

Deretan kasus itu belum seberapa. Bintang menangkap seorang teroris WNA, membubarkan organisasi pemberontak, menyelesaikan kasus yang ditutup beberapa tahun sebelumnya, menyingkap hal-hal kotor yang telah dilakukan beberapa pejabat, dan masih banyak lagi. Rasanya, hampir setiap kasua kecil yang Bintang tangani akan menjadi sebuah kasus besar di kemudian hari.

Sampai sekarang pun Bintang masih bingung. Apakah ini semacam kutukan atau sebenarnya berkah? Dan karena Bintang telah menyelesaikan begitu banyak kasus yang cukup besar, masa promosinya pun dipercepat.

"Maka jadilah IPTU Bintang yang sekarang seorang legenda!" Kedua tangan Dani terentang ke atas. Dia menceritakan kisah Bintang seperti menceritakan kisahnya sendiri. Penuh kebanggaan.

Tanggapan Aurora sebenarnya hanya formalitas. Dia sudah tahu segalanya. Tapi Yogi berbeda. Setiap satu kata selesai, bintang-bintang di matanya bertamabah, mambuat siapapun yang bertemu yatap dengannya merasa silau.

"Apa semua kasusnya tidak ada yang ringan sama sekali?" Aurora berpura-pura penasaran.

"Ada, tentu saja. Bintang pernah menangani kasus pencurian, pembegalan, perampokan..., ah! Aku ingat ada kasus perampokan bank yang tidak biasa tahun kemarin."

Dani melanjutkan ceritanya. Satu tahun lalu, Bintang baru saja bergalau ria di awal tahun. Dia baru bercerai dengan istrinya. Tapi hal itu tidak bisa mengalahkan keprofesionalannya sama sekali.

Di sebuah bank swasta, terjadi perampokan. Saat itu adalah pertengahan tahun. Letak bank tersebut di tengah kota, dan secara tidak langsung begitu dekat dengan kantor Polres Tegal Kota. Jadi dalam hitungan menit unit disiapkan dan berhasil mendatangi bank tersebut. Panik, dua perampok yang sedang mengantungi uang memerintahkan teller untuk mengunci semua pintu. Jendela di bank itu tidak bisa dibuka. Hanya kaca besar yang sangat tebal.

Seketika perampokan itu berubah menjadi penyanderaan. Semua orang di dalam bank dipaksa menyusut ke sisi paling dalam bank.

Kapten tim, senior Bintang menyuruhnya untuk membawa beberapa orang secara diam-diam dan mengepung bagian belakang bank. Bintang segera mengajak lima orang rekan timnya untuk berjalan ke belakang bank.

Begitu banyak orang yang terjebak di dalam bank. Tim bantuan dan evakuasi segera diminta. Kapten tim menggunakan pengeras suara untuk bernegosiasi dengan para perampok. Bukannya berhasil, suara tembakan malah terdengar dari dalam. Segera seluruh polisi yang bertugas menegang.

Keberadaan para sandera dilacak. Karena kamera CCTV masih menyala, semua bisa dilihat dengan jelas. Tembakan sebelumnya mengarah ke langit-langit sebuah ruangan tempat brangkas berada. Ada dua perampok dengan senjata api. Satu bertugas mengawasi sandera, dan satu lagi mengecek keadaan.

Dua orang dengan masker ski hitam berbicara, namun para polisi tidak tahu apa yang mereka katakan. Lalu perampok yang bertugas mengawasi sandera beralih pada seorang teller bank pria yang ketakutan. Dia mengancam pria malang itu, dan sepertinya pria itu memberikan sebuah rahasia kecil.

Bintang dan lima orang lainnya sudah tiba di depan pintu belakang bank. Dia sudah membuat dua rencana untuk membuka pintu besit itu. Membuka secara perlahan, dan mendobraknya dengan alat tertentu dengan kasar. Di sisi lain, kapten tim juga telah merencanakan cara memecah kaca jendela yang tebal untuk menerobos masuk.

Perampok dengan dua kantung uang mengambil sebuah palu besi di dekar jendela. Waktunya sangat tepat dengan kapten polisi yang memaksa masuk lewat kaca. Keributan terjadi di dalam. Polisi bergerak cepat  dan berlari langsung ke area brangkas. Perampok sengan palu segera memecah kaca dan lari. Tim pengepung melihatnya dan segera memaksa koordinasi. Bintang mendengar keributan dan memutuskan untuk menghancurkan pintu.

Saat pintu terbuka, Bintang melihat bayangan dan suara teriakan minta tolong yang bergerak ke lantai atas dari tangga. Bintang meminta salah seorang dari mereka untuk mengecek para sandera.

"Evakuasi," kata polisi itu.

Earphone di telinga Bintang berisik. Dia menerima perintah dan segera menjalankannya.

"Yang menarik adalah... dua orang sandera dan salah satu perampok tewas. Perampok yang lari terkena tembakan di kakinya. Ternyata dia adalah seorang perampok yang sudah berulang kali gagal ditangkap. Sementara perampok yang tewas adalah seorang pemuda yang tak tahu apa-apa. Termasuk pekerjaan alm ayahnya yang ternyata adalah penjahat kelas kakap juga."

Aurora dan Yogi menatap Dani dengan perasaan campur aduk. Yogi mengerutkan keningnya dan merasa iba.

"Itu sangat disayangkan."

"Hm-mm. Itu benar. Sangat disayangkan."

Sudah cukup lama sejak Bintang keluar. Tepat saat pikiran ini terlintas di benak Aurora, ponselnya berdering. Bintang menelponnya.

"Halo?"

"Temui aku di toko elektronik Simpang Lima. Sekarang."

Mendengat balasan Bintang, ekspresi Aurora berubah serius. Dani menyadari perubahan ini dan sangat ingin bertanya.

"Ada apa?"

"Bintang menemukan petunjuk baru."

Sambungan terputus setelah Bintang mengatakan apa yang perlu dikatakan. Bagaimana Aurora tahu kalau Bintang telah menemukan petunjuk baru padahal Bintang tidak mengatakan apapun tentang petunjuk?

Lalu sebenarnya untuk apa Bintang bergerak begitu jauh sampai Simpang Lima? Apa lagi kalau dia telah mengikuti sesuatu yang nergerak begitu cepat dalam hitungan menit.

Aurora menatap Yogi dan mengangguk. "Yogi, ayo."

Dua orang segera bersiap untuk pergi. Dani orang luar. Dan dia tahu dengan pasti bagaimana posisinya.

"Ah, Dani. Aku minta maaf tapi kami harus pergi dulu." Sebelum keluar dari ruang kerja, Aurora menyempatkan diri untuk berpamitan.

"Tidak apa. Tidak perlu sungkan. Semoga kalian sukses." Dani melambaikan tangannya sambil tersenyum.

Helaan napas keluar dari Dani. Dia bangkit dan berjalan menuju kantornya sendiri. Di tengah jalan, seorang polisi menghentikannya. Polisi itu menyerahkan sebungkus plastik pada Dani.

"Apa ini?"

"Entah. Kayanya sih makanan. Pak Bintang nitip tadi."

Dani mengintip bagian dalam plastik itu. Benar saja, ada bulatan sebesar genggaman orang dewasa dengan lapisan kertas minyak dan karet hijau. Karet hijau ini, mengingatkan Dani pada masa-masanya sebagai junior. Sungguh ironis.

"Oh." Seketika perut Dani berbunyi. Dia ingat kalau tadi memesan makanan pada Bintang. "Oke, terima kasih."

Beberapa langkah berikutnya, Dani sampai di kantornya sendiri. Di sudut mejanya ada setumpuk dokumen yang perlu diperiksa. Dia mengambil satu map plastik. Membukanya, Dani membaca dokumen itu sambil melepas karet hijau yang mengikat bungkus nasinya.

Dani tidak punya cukup waktu untuk memperhatikan makanannya. Matanya terus menelusuri kertas putih itu sambil mengangkat sesuap nasi. Begitu nasi menyentuh lidahnya, Dani berteriak dengan mulut terkunci. Dani mengembil beberapa lembar tisu dan mengeluarkan semua nasi di mulutnya. Mengambil beberapa teguk air putih tidak meringankan sensasi terbakar sama sekali. Wajah Dani bahkan sudah berubah jadi merah sepenuhnya.

Sialan kau, Bintang. Awas saja. Tunggu pembalasanku! Dani bersumpah dalam hati akan membuat Bintang menderita di lain waktu. Suatu hari ini nanti, Dani akan membalasnya.

"Ah-choo!" Bintang tiba-tiba bersin. Dia tidak tahu kalau operasi nasi pedasnya berhasil. Sayang sekali Bintang tidak bisa menikmati melihat pemandangan di mana Dani kewalahan karena pedas.

Saat ini Bintang tengah berada dalam dilema. Apakah dia harus membeli apel merah atau apel hijau. Tidak. Sebenarnya Bintang hanya berpura-pura bingung dengan dua pilihan itu. Tujuan utamanya adalah memperhatikan dan menguping pembicaran seorang pria dan seorang wanita yang berdiri di depan etalase toko emas.

"Apel hijau ini rasanya manis, Mas. Beda sama yang lain. Tapi emang ukurannya kecil. Nah, kalau yang merah ini besar dan manis. Enak sekali. Teksturnya juga lembut." Penjual buah sama sekali tidak tahu apa yang ada di pikiran Bintang dan terus merayu Bintang agar membeli yang lebih mahal dan lebih banyak.

Bintang hanya sesekali tersenyum dan berdalih, "Aku membelinya untuk temanku yang akan melahirkan. Apel hijau harusnya sangat baik. Tapi apel merah warnanya lebih bagus. Aku tidak tahu harus pilih yang mana."

Ini bukan pertama kalinya penjual buah itu menghadapi tipe pembeli seperri ini. Hanya saja pria dengan tubuh tegap di depannya agak aneh. Laki-laki bukan tipe manusia yang terlalu suka pilih-pilih. Orang ini bahkan membuat pertimbangan kecil seperti apakah apel hijau baik atau apel merah warnanya cantik. Jadi penjual buah itu sedikit mundur dan memberi ruang pada Bintang untuk berpikir.

Sementara itu di toko emas, sepertinya dua orang itu masih dalam mode tawar-menawar. Tak lama kemudian mereka menyelesaikan pembayaran. Bintang mengeluarkan ponselnya. Dia mengarahkan kamera pada dua buah apel --satu merah dan satu hijau, berpura-pura kameranya tidak fokus, lalu mengarahkan kamera pada langit. Masih tidak fojus juga, Bintang mengambil dua orang model yang memasuki mobil. Dia memotret dua orang itu dan sedan hitam dua pintu yang dikendarai mereka. Bintang juga tidak lupa meng-zoom dan mengambil gambar jelas plat nomor mobil itu.

Setelah berpura-pura memfokuskan kamera, Bintang mengambil gambar dua apel yang semula ia bariskan. Bintang tidak mengambil tindakan apapun setelahnya. Dia menunggu dua orang yang sangat lamban datang untuk membahas sesuatu.

Aurora dan Yogi sampai di depan toko elektronik yang Bintang maksud. Mereka memutar kepala mencari Bintang. Dan orang yang mereka maksud rupanya berada di seberang jalan, baru saja menyerahkan sejumlah uang untuk ditukar dengan seplastik besar apel merah.

Bintang menyeberang, lalu menyerahkan plastik berisi apel ranum ke Aurora.

Penjual buah di seberang jalan : "Apanya yang 'untuk temanku yang akan melahirkan'. Kenapa tidak katakan saja kau membelinya untuk pacarmu? Dasar anak muda zaman sekarang."

"Apel?" Aurora mengangkat alisnya pada Bintang.

"Hm. Berikan pada Rena," balas Bintang sambil mengeluarkan ponselnya.

"Kenapa tiba-tiba--?" Aurora langsung berhenti bicara saat melihat Yogi mengekspresikan keterkejutan setelah melihat layar ponsel Bintang. "Ada apa?"

"Lihatlah." Bintang mengalihkan ponselnya pada Aurora. "Kau tahu mobil ini, plat nomor ini. Ini adalah mobil Andi."

"Dan wanita itu...." Yogi menambahkan, namun masih memasang wajah tidak percaya.

Bintang mengangguk dan bergumam singkat.

"Benar. Dia adalah wanita resepsionis di PT. Bentang Buana."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top