Bab 25 Bengkel Terbengkalai

*

Tidak ada kah seleksi ketat untuk setiap penegak keadilan di negeri ini? Bagaimana bisa seorang polisi, panutan yang disegani setiap orang mengabaikan tugasnya setelah dilantik? Bahkan latar belakangnya pun sangat buruk. Tidakkah kalian melihatnya?

IPTU Bintang Utara memiliki sejarah kotor saat masih muda. Tidak seharusnya kita begitu saja percaya pada penampilan masa kini. Bagi para orang tua, jangan mudah terkecoh dan langsung percaya sepenuhnya pada polisi. Para remaja dan anak-anak juga harus berhati-hati. Jangan mau diberi contoh sampah masyarakat berpakaian apik. Tertanda Yudi, Andi Rudi.

*

Aurora mengecek isi email yang baru saja dikirim oleh Andi. Tidak ada petunjuk apapun mengenai ke mana Andi hilang sekarang. Sebuah meja kayu persegi memiliki seperangkat komputer yang masih menyala di atasnya. Yogi duduk di kursi kayu di depan meja, mulai menelusuri apa saja aktifitas terbaru yang komputer itu lakukan.

Layar komputer menyala dengan tampilan dasar. Yogi memutar mouse, membuka perangkat lunak browser. Saat kursor bergerak ke fitur riwayat penelusuran, tiba-tiba layar komputer berubah dengan sendirinya. Tampilan demi tampilan berubah.

Aplikasi yang tengah Yogi buka tiba-tiba tertutup. Satu persatu aplikasi terhapus dengan sendirinya. Kemudian muncul kolom pengaturan sistem. Kode-kode komputer bergerak dengan sangat cepat hingga mustahil untuk dibaca.

"Apa yang terjadi?" tanya Bintang cemas.

"Aku tidak tahu. Komputer ini bergerak sendiri." Yogi berkutat pada mouse dan keyboard di depannya, berusaha menyelesaikan masalah. "Komputer ini dikendalikan dari jauh. Atau mungkin--"

Nggiiiiiing....

Suara nyaring keluar dari komputer, membuat tiga orang di sekitarnya menutup telinga kesakitan. Yogi yang berada paling dekat dengan komputer segera berlari menjauh. Di tengah-tengah keributan yang dibuat oleh komputer itu, Bintang membuka celah pada kelopak matanya, mengintip layar.

Lapisan kaca bercahaya itu masih menampilkan hal-hal abstrak yang bergerak sendiri. Saat bunyi dengung berhenti, Bintang mendapati kalau komputer menampilkan kata "error" sebelum mati total.

"Oh, tidak." Yogi kembali mendekat dan mencoba menghidupkan kembali komputer, namun usahanya sia-sia. Komputer itu tidak bisa dinyalakan dengan cara apapun.

"Bagaimana?"

"Tidak bisa." Tangan Yogi menggerayang di sekitar CPU. Mengangkat tangannya dari bagian belakang CPU, Yogi memperlihakan sebuah kotak hitam seukuran ibu jari "Aku rasa komputer ini sejak awal sudah dikendalikan dari jauh. Ada seseorang yang sengaja melakukan ini. Mereka pasti ingin membuat kita menemukan komputer dalam keadaan masih menyala."

"Apa tidak ada hal mencurigakan lainnya di sana?"

"Aku sudah memeriksa semua. Tidak ada yang mencurigakan lagi, Pak."

"Hn. Kalau begitu, ayo kita periksa tangki besi itu." Bintang membimbing dua orang lainnya berjalan ke sisi barat garasi.

Sebuah tangki air besi ukuran sedang tergeletak tanpa penutup. Penutupnya sebenarnya berbaring damai di sisinya.

Yogi mengamati benda besi itu dan merasa tidak asing. "Tangki ini...."

"Ya. Ini tangki air yang hilang dari rumah."

Tangki air berukuran sedang memiliki tinggi dua meter dengan diameter 80 cm. Lebih dari cukup untuk seseorang terlelap di dalamnya. Sebelum masuk, Bintang memeriksa bercak gosong di penutup dan mulut tangki. Ada sedikit sisa abu di beberapa sisi. Bintang mengambil sampel dan memasukkannya ke kantung plastik barang bukti, sementara Yogi mengambil gambar.

Bentuk tabung membuat tangki itu sedikit bergoyang saat Bintang memasukinya. Ukuran tangki cukup besar, namun tetap tidak bisa dimasuki oleh dua orang. Jadi Bintang masuk ke ruang kecil pengap itu sendirian.

Baru saja mengambil satu langkah, Bintang mengalami kejutan yang sama seperti saat dia memasuki rumah Andi. Bukan berisi barang-barang terbakar atau tumpukkan abu. Dia melihat kumpulan foto dirinya yang ditempel di dinding tangki. Jika dihitung, jumlah foto itu setidaknya lebih dari 50 buah.

Pandangan Bintang meluas. Melihat bagaiman foto-foto itu seperti melihat sebuah album riwayat hidup. Bintang menemukan foto dirinya saat masih sekolah menengah atas. Lalu foto-foto berikutnya mengikuti perkembangannya hingga sekarang. Hampir semua foto itu memliki tinta merah yang membentuk pola tertentu.

Sebagian ditandai dengan ceklis, tanda silang, tanggal, dan tulisan-tulisan kebencian. Bintang juga menemukan fotonya yang sudah diremas sampai nyaris tak jelas wajah siapa yang menempel di foto itu.

Langkah Bintang agak tersendat karena di bagian bawah tangki diisi dengan kasur lantai dan selimut tipis. Tubuh manusia hiduo mengeluarkan bau tertentu yang khas. Suhu tubuh dan karbon dioksida menghasilkan panas yang cepat merambat di udara. Jika suatu ruangan tidak memiliki pertukaran udara dengan ligkungan luar yang baik, ruangan pengap akan menjadi akibat pertama yang muncul.

Karena ruangan masih hangat di musim hujan, itu artinya tangki air belum lama ditinggalkan. Bahkan baru saja dipakai tadi malam.

Dengan hati-hati Bintang membolak-balikkan kasur dan selimut di dalam tangki. Saat kasur lantai diangkat, sebuah foto jatuh. Foto yang "bersih" ini sangat menarik perhatian di antara kumpulan foto yang penuh coretan. Tanpa ragu Bintang mengambil foto itu dan merasa heran setelah melihatnya. Bintang mengabaikan spidol merah di samping kasur lantai, dan keluar.

"Apa listrik di sini masih menyala?" tanya Bintang pada Yogi yang sejak tadi menjaga mulut tangki.

"Masih. Aku sempat mengikuti alur listrik mengalir sebelumnya, tapi tidak menemukan saklar mana pun yang terhubung."

"Jangan bilang dikendalikan jarak jauh lagi."

Seketika Yogi mengulum bibirnya. Dia tidak jadi mengatakan apa yang ingin ia ingin katakan. Seniornya sudah membaca pikirannya lebih dulu.

Bintang menengadah. Di antara tiga lampu yang menggantung di langit-langit garasi, hanya satu yang terlihat bersih. Mengukur tingkat panas lampu bisa memberi petunjuk kapan terakhir kali itu digunakan.

Andai benar listrik dikendalikan jarak jauh, setidaknya nyala dan matinya lampu bisa dijadikan otomatis. Setidaknya lampu harus baru mati jam tujuh pagi. Bintang gatal ingin lompat dan menarik ke bawah lampu itu. Sayangnya langit-langit begitu tinggi dan tidak ada benda apapun untuk menopang tubuh orang dewasanya.

"Aku menemukan sesuatu!"

Bintang dan Yogi segera memalingkan wajah ke luar garasi. Mereka tidak sadar kalau Aurora sudah tidak ada di dalam garasi. Keduany langsung menghampiri sumber suara.

"Apa yang kau temukan?"

"Ini." Aurora menyerahkan selembar kertas pada Bintang.

Selembar kertas itu di lebarkan. Isinya adalah deretan huruf dan angka. Di bagian atas tertera nama sebuah toko elektronik. Baris berikutnya, merek dan tipe komputer tertera dengan jelas.

Toko Elektronik Setia Media Utama
Jl. Simpang Lima No. 124

Barang dibeli : ACR Desktop Tower/Mt/Sff Intel Core I3 

Itu adalah struk pembelian barang.

"Apa sama?" Bintang bertanya pada Yogi tentang komputer di dalam garasi.

Yogi mengangguk. "Sama."

"Oke. Jadi Andi membeli sebuah komputer di dekat sini. Kebetulan, perusahaan asuransi kematian istrinya juga berada di sekitar Simpang Lima. Aurora, dari mana sebenarnya kau dapatkan informasi ini?"

Sejak tadi Aurora tidak meninggalkan pembicaraan. Dia juga diam-diam sudah siap dilempari pertanyaan seperti ini. Tanpa berkedip, Aurora segera menjawabnya.

"Mudah saja. Simpang Lima sering menjadi pusat perhatian. Beberapa bulan yang lalu, aku menemani Rena mengurus asuransi di tempat yang sama. Secara tidak sengaja aku mendengar sedikit keributan dan teller menyebut nama 'Andi Rudi' dengan lantang. Saat kau memintaku mencari tahu tentangnya aku tidak bisa untuk tidak mengingat kejadian itu. Jadi aku meminta kenalanku untuk melacak jejaknya.

"Andi mengambil asuransi dan menginap di sebuah hotel di sekitar sini. Dan semua barang bukti yang kuberikan padamu juga berasal dari sana."

Bintang mengerjap beberapa kali sebelum kembali ke akal sehatnya. Menghirup banyak oksigen, mengaliri lebih banyak darah ke otaknya, Bintang menenangkan diri.

"Aurora, itu sangat penting. Kenapa kau tidak mengatakannya sejak awal?" Gigi-gigi Bintang terkatup rapat menahan amarah.

Melihat Bintang yang berusaha keras, Aurora merasa lucu dan tertawa. "Kau tidak menanyakannya. Awalnya, aku membantumu karena bisnis, ingat? Saat berbicara tentang bisnis dan uang, aku tidak bisa memberikan bonus sesuka hati."

Tidak bisa memberikan bonus apa? Bukankah kau yang terakhir kali bilang kalau itu bukan masalah? Bintang menggerutu dalam hati.

"Kalau begitu, kenapa kita tidak ke hotel itu sekarang? Hanya ada satu hotel yang berdiri di jalan Simpang Lima. Lebih baik kita bergerak cepat."

Pintu mobil merah hati itu terbuka. Bintang masuk duluan dan menyalakan mesin. Dua orang lainnya menyusul dan duduk dengan tenang. Hotel yang Bintang maksud berada di cabang jalan lainnya. Butuh waktu cukup lama untuk sampai di sana meski mobil berjalan cepat. Belum lagi, Simpang Lima bergitu padat di persimpangan. Macet kecil tidak bisa dihindari.

"Mobilmu rusak?" suara yang lirih terdengar dari kursi belakang.

Bintang melihat Aurora dari kaca spion. "Hm. Benda itu ada di bengkel sekarang."

Tangan kekar Bintang memutar gigi. Ban mobil Dani menggelinding dengan halus.

"Apa kau tidak curiga? Di bengkel terbengkalai itu tidak ada alat-alat bengkel. Hanya beberapa tumpukan besi tak berguna." Aurora menyandarkan kepalanya pada kaca pintu, menatap kendaraan lain yang berjalan di luar.

"Aku tahu sejak awal Andi tidak bergerak sendiri. Sekarang, setelah semua petunjuk yang sudah kita dapatkan aku memiliki beberapa pandangan tentang kolega itu."

"Oh, ya? Seperti yang diharapkan dari anak ajaib, huh."

Bintang mendengkus. Dia tidak terlalu suka disanjung-sanjung, apa lagi dengan nada mengejek seperti itu. Pancapaiannya, bagaimanapun hanyalah sebatas pencapaian. Jauh di dalam hati Bintang, tidak ada kebanggaaan khusus akan hal itu.

"Pertama, orang itu seharusnya memiliki akses pada jasa pengiriman surat. Kedua, dia juga bisa dengan leluasa menggunakan anak di bawah umur untuk melakukan apa yang dia inginkan. Sisi ini, karena anak yang muncul di hadapanku adalah remaja SMA, seharusnya Andi dan orang itu membuat kesepakatan dengan imbalan besar. Kemungkinan anak itu berasal dari kota lain, jadi aku kesulitan melacaknya. Atau bisa jadi anak itu sebenarnya terlalu muda untuk memiliki KTP yang terdaftar."

Mobil berhasil melalui kemacetan kecil di persimpangan. Jalan mobil sedikit lebih santai dari sebelumnya. Mungkin karena Bintang juga sedikit lebih rileks karena banyak berbicara.

Saat hendak meneruskan hipotesisnya, Bintang melupakan apa yang baru saja dia katakan.

"Sampai mana tadi?"

"Poin kedua, Pak." Yogi membantu Bintang mengingat.

"Ah, lalu ketiga. Ini kemampuan yang paling penting. Orang yang membantu Andi haruslah seseorang dengan kemampuan ITE tinggi. Bisa meretas begitu banyak email dan komputer orang lain bukanlah kemampuan sepele. Dia harus seorang ahli dalam hal ini. Tidak harus seorang sarjana ilmu komputer. Tapi karena ketertarikannya terhadap teknologi, seharusnya dia tidak lebih tua dari Yogi. Atau lebih tua namun hanya sedikit."

"Tidak sedikit orang 'tua' yang suka teknologi," sahut Aurora dari belakang.

"Tapi tidak banyak yang punya waktu untuk memainkan permainan anak-anak seperti ini."

Sekarang hanya deru mesin yang terdengar. Yogi seorang ekstrovert. Dan dia yang paling muda di mobil itu. Sangat tidak menyenangkan memakan hawa dingin terus-menerus dari dua orang dewasa di sekitarnya.

Menempuh jarak delapan kilometer, akhirnya Tim 21 sampai di tujuan. Sebuah hotel sederhana dengan tiga lantai. Hotel itu sangat normal, sama seperti hotel pada umumnya.

"Bagaimana temanmu mengetahui jejak Andi?" Bintang bertanya sambil mengarahkan mobil ke tempat parkir.

"Rekaman CCTV." Saat Aurora menjawab, antena bahaya Yogi berdiri tegak.

"Kalau begitu kita akan memeriksa rekamannya." Benar! Insting Yogi benar.

"Lagi?!"

Bintang dan Aurora tertawa. Polisi muda ini sangat mudah tertekan. Ini membuat Bintang memikirkan banyak cara untuk memainkannya di masa depan. Sementara itu suara batin Aurora menyemangati Yogi dalam diam.

Napas keluhan besar keluar dari rongga hidung Yogi. Polisi muda Yogi mulai menghitung tahun di mana dia harus mengenakan kacamata minus.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top