Bab 12 Iklan Baru
"Iklan baru telah terbit."
Bintang mendengarkan sebentar penjelasan Yogi. Dia menjelaskan dengan suara parau dan bergetar.
"Cepat ke sini, Pak."
"Ya, aku bangun. Aku akan ke sana sekarang juga."
Bintang langsung bangkit dari tempat tidurnya dan menuju ke kamara mandi. Dia mandi kilat dan memakai seragam lengkap secepat mungkin. Tak ada sarapan hari ini. Bintang segera masuk ke mobilnya dan mengendarai dengan tergesa-gesa menuju Polres Tegal Kota.
Sepuluh menit kemudian, Bintang sampai. Dia memarkirkan mobilnya dan melompat keluar. Yogi yang berdiri di depan dengan cemas langsung menghampirinya. Matanya berair dan merah. Tubuhnya terlihat gemetar, seolah bisa tumbang kapan pun.
"Pak Bintang! Akhirnya Bapak sampai juga. Di dalam sudah ada sampel korannya. Ayo, kita periksa." Yogi membimbing Bintang memasuki ruang kerja mereka.
Di Polres Kota Tegal, setiap tim yang sedang menangani suatu kasus akan diberikan hak atas satu ruangan. Mereka bisa menumpuk barang dan melakukan rapat di ruang kerja masing-masing. Setelah kasus selesai, ruangan tersebut harus dikosongkan untuk menampung tim lain yang dalam tugas menyelesaikan kasus.
Tak ada orang di dalam ruang kerja nomor dua puluh satu itu. Maklum saja, Bintang mengalami kesulitan dalam meminta bantuan kepada anggota kepolisian lain. Saat ini Bintang dalam masa promosi. Tentu saja tidak banyak temannya yang masih ingin membantunya. Rasa iri dan dengki sangat mudah menguasai hati manusia. Bahkan di tengah krisis ini, kasus pencemaran nama baik yang terlalu terbuka malah menimpa Bintang. Hanya Yogi, yang merupakan polisi baru yang mau membantunya.
"Ini, Pak." Yogi memberikan selembar kertas koran pada Bintang.
Koran itu baru dikeluarkan pagi ini. Semua beritanya masih sangat segar. Namun Bintang tidak tertarik dengan berita yang ada. Tanpa basa-basi matanya meluncur ke bagian bawah sisi kanan koran, tempat kolom iklan berada. Bintang langsung membaca kolom paling atas. Masih dengan tulisan "pengumuman" yang besar.
Kotornya Gudang Polisi
Polisi, seperti yang kita ketahui, adalah public figure yang mengesankan. Para polisi adalah pihak yang menegakkan keadilan. Pihak yang begitu tulus menyenangkan hati masyarakat. Mereka adalah pasukan suci, begitulah mereka menyebut diri sendiri.
Tapi, apakah benar begitu? Apa benar para polisi yang suka menegakkan keadilan itu suci? Kita ambil contoh singkat. Para polisi itu, yang memborgol tangan pejabat-pejabat yang korup, apa mereka benar-benar bersih dari korupsi? Kita ambil contoh lain. Seorang polisi bernama Bintang Utara misalnya. Kita tahu dia adalah anggota polisi yang terkenal di lingkungan karena ramah dan suka menolong. Apa benar begitu?
Usianya baru menginjak dua puluh tujuh tahun. Tapi pencapaiannya begitu besar. Bahkan, bulan-bulan ini, Pak Polisi yang satu ini sedang dalam masa promosi menuju pangkat yang lebih tinggi. Apakah tokoh Bintang Utara ini menggunakan cara yang paling bijak untuk memanjat hierarki dan menempatlan dirinya di atas? Apa dia sangat suci hingga bisa mendapatkan apa yang ia inginkan selama ini?
Masyarakat seharusnya tidak termakan senyum manis dan wajah tampan seseorang. Polisi ini, juga manusia. Dia bisa melakukan apapun untuk menduduki posisi tertinggi di rantai makanan. Tertanda Isman, Andi Rudi.
Yogi menggigit bibir bawahnya, menelan kata-kata yang sebelumnya ia siapkan. Setelah berpikir kembali, Yogi berkata, "Lihat, bukan? Dia semakin keterlaluan. Apa yang harus kita lakukan sekarang, Pak?"
Bintang mengalihkan pandangannya dari koran harian di tangan. Dia mendesah pelan dan menjernihkan pikiran. Saat Bintang tengah memikirkan bagaimana cara mengatasi hal ini, seseorang tiba-tiba mengetuk pintu ruang kerja.
"Pak Bintang, ada surat." Polisi itu menyerahkan sebuah amplop putih yang kosong. Tanpa ada alamat atau nama pengirim. Bintang mulai curiga.
"Siapa yang kirim, Pak?"
"Tukang pos tadi. Permisi, ya."
Bintang menerima amplop dan melihat rekannya tadi melarikan diri secepat mungkin. Sangat wajar terjadi akhir-akhir ini. Dan Bintang sudah mulai terbiasa.
Tangan Bintang bergerak, berusaha membuka amplop dengan serapi mungkin. Baru saja bagian penutup dibuka, ada bercak merah terlihat sekilas. Bintang segera menarik kertas yang ada di dalam amplop dan membukanya. Sebuah kata yang ditulis sangat besar dan merah terpampang jelas di sana.
Matilah
Begitu tulisannya. Tulisan itu tidak ditulis dengan pena. Tapi juga bukan dengan jari. Lebih seperti diukir dengan kuas yang rusak. Bintang mendekatkan kertas itu ke hidungnya. Dia mencium bau thinner yang samar. Kekentalan cat pada permukaan kertas ini cukup tinggi. Sepertinya pelaku ingin mengelabui penerima surat. Tapi juga tidak. Pengirim seharusnya tahu bahwa polisi bisa membedakan darah dan zat lainnya dengan mudah.
Bintang merasa dipermainkan. Tapi dia tak ambil pusing tentang hal ini. Kertas dan amplop itu digeledah Bintang dengan cermat. Tak ada satu sudut pun yang tertinggal. Namun Bintang tak menemukan apapun.
Pangkal hidung Bintang terasa gatal. Ia memijatnya sebentar sambil diam-diam menghirup oksigen sebanyak mungkin untuk menjernihkan kepalanya.
"Yogi, apa mau ikut denganku ke suatu tempat?"
Tanpa ragu, Yogi mengangguk. Tak lama kemudian mobil sigra hitam keluar dari halaman parkir Polres Tegal Kota. Kecepatannya stabil namun ada semacam aura gugup menguar dari dalam.
Setelah sekitar tiga puluh menit, Bintang dan Yogi sampai di Polres Kabupaten Tegal dan meminta izin untuk melakukan penyelidikan kecil. Setelah mendapatkan izin dari Polres Tegal dan Polsek Slawi, Bintang dan Yogi segera menuju rumah pelaku, yaitu Andi Rudi.
Tidak ada orang di rumah dan semua pintu serta jendela dalam keadaan terkunci. Saat Bintang mengangkat kaki untuk mendobrak pintu, seorang wanita paruh baya memasuki gerbang rumah.
"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya wanita itu.
Bintang mengambil kembali kakinya dan menempatkannya dengan baik di bawah. "Oh, kami mencari pemilik rumah ini. Apa nyonya tahu ke mana dia pergi?" Bintang segera menghampiri wanita itu dan sedikit mengangguk untuk memberi hormat.
Wanita itu mengerutkan dahi keriputnya sejenak sebelum menjawab, "Oh, maksud Tuan ini Tuan Andi?. Tuan Andi sudah lama tidak pulang ke rumah ini. Padahal uang sewa sudah dibayar sampai akhir tahun. Jadi, saya juga tidak berani menyewakannya pada siapapun." Bintang menyadari ada yang aneh dari kalimat wanita itu. Cara bicara dengan penyebutan "tuan" juga aneh, jadi Bintang hanya mengikuti alurnya.
"Maaf kalau lancang, tapi... Nyonya ini siapa, ya?"
"Oh, saya lupa mengenalkan diri. Saya adalah pemilik kontrakan."
"Kontrakan?"
"Iya. Rumah Tuan Andi adalah rumah kontrakan."
"Begitu rupanya. Saya Bintang dan ini Yogi. Kami teman lama Andi. Kami sudah lama tidak bertemu dengannya jadi kami ke sini. Saya tidak tahu kalau Andi memiliki rumah kontrakan. Jadi Nyonya ini adalah pemilik kontrakan, ya."
"Benar."
"Kalau begitu, boleh saya menanyakan hal-hal mengenai Andi?"
"Ya, tentu."
Di depan rumah itu terdapat sebuah meja dan dua kursi untuk minum teh. Bintang duduk di satu kursi dan pemilik kontrakan di sisi lain. Sementara itu, Yogi tetap berdiri di samping Bintang dengan tenang.
Sesi tanya-jawab berlangsung singkat. Bintang pernah bertanya perihal Andi Rudi ini pada salah satu tetangga rumah ini. Dan jawabannya sama persis seperti yang ia dapatkan sekarang. Hanya saja, yang berbeda adalah waktu terlihatnya Andi di lingkungan rumah. Tetangga sebelumnya mengatakan kalau Andi terakhir kali terlihat dua hari yang lalu, jika dihitung dari hari ini maka sudah satu minggu yang lalu. Sedangkan pemilik kontrakan mengatakan kalau Andi sudah tidak terlihat sejak tiga minggu yang lalu, atau tepatnya saat iklan pertama kali muncul.
Pemilik kontrakan tidak menunjukkan gejala yang mencurigakan saat ditanyai beberapa hal yang sedikit menyimpang oleh Bintang. Awalnya Bintang menaruh sedikit kecurigaan pada pemilik kontrakan karena penyebutan kata "tuan". Tapi semua itu telah dijelaskan dengan singkat. Pemilik kontrakan dulunya merupakan anak dari seorang pelayan di keluarga dengan kekayaan besar. Dia terbiasa memanggil orang lain dengan "tuan" dan "nyonya".
Di akhir sesi, Bintang meminta kunci cadangan rumah untuk menyelidiki lebih dalam. Namun pemilik kontrakan menolak dengan keras. Dia menjelaskan bahwa dia tidak bisa membiarkan orang asing memasuki rumah yang masih dikontrak tanpa izin dari pengontrak. Ini tidak hanya tentang privasi, tapi juga pelayanan konsumen dan penghargaan terhadap nilai dan norma. Pada akhirnya, mau tidak mau Bintang mengeluarkan tanda pengenal dan lencana kepolisian miliknya.
Pemilik kontrakan terkejut sekaligus khawatir. Bintang membantu menenangkan dengan mengatakan bahwa ini bukan masalah serius jadi pemilik kontrakan takkan terkena imbas apapun. Setelah itu, pemilik kontrakan mengeluarkan seikat kunci rumah dan mengambil satu untuk diserahkan pada Bintang.
"Kami benar benar minta maaf karena menggangu waktumu, Nyonya. Dan juga, terimakasih atas bantuanmu. Aku akan segera mengembalikan kunci ini setelah selesai melakukan beberapa pemeriksaan."
Kunci berwarna perak itu berputar dua kali dengan sedikit hambatan. Bintang mengulurkan tangan untuk memutar kenop pintu. Daun pintu rumah itu terlihat tua dan kokoh. Tumpukkan debu tebal menutupi sebagian besar halaman depan dan mempengaruhi pintu juga.
Saat pintu dibuka, suara derit besi engsel yang berkarat terdengar. Cahaya matahari dari luar menerobos masuk dengan cepat, menyinari setiap benda yang ada di dalam. Suasana dan cahaya yang berserakan seolah terfokus hanya pada obje. Mata Bintang membulat sempurna melihat pemandangan yang disajikan di balik pintu yang baru saja dibuka.
Seisi rumah berubah menjadi arang. Semua barang dan perabotan terbakar. Tak satu pun terlewat. Sebagian ringan, sebagian sampai tidak berbentuk.
Menurut pemilik kontrakan, rumah pelaku sudah ditinggalkan sejak tiga minggu yang lalu. Namun pemilik kontrakan tidak tahu kapan tepatnya pelaku pergi. Dia hanya tidak melihat pelaku keluar rumah dan menyapa tetangganya selama berhari-hari. Dan sampai sekarang, pemilik kontrakan tidak pernah melihat pelaku kembali ke rumah atau hanya sekadar lewat.
Yogi memeriksa beberapa barang yang menghitam dengan sarung tangan karet. Sementara di sisi lain ruang tamu, Bintang baru saja menyelesaikan percakapannya lewat telepon. Wajahnya masam. Sangat buruk. Hal ini membuat Yogi dapat dengan otomatis menyimpulkan sesuatu, namun tetap ingin menanyakannya.
"Bagaimana?"
Bintang menggeleng pelan. "Mereka bilang sedang sibuk mengurus sesuatu."
Mendengar jawaban Bintang, seketika Yogi naik pitam. Ia tak habis pikir. Apa saja yang bisa membuat tim INAFSIS begitu sibuk hingga menolak permintaan olah TKP?
Bintang segera menyadari apa yang Yogi pikirkan. Dia juga merasakan hal yang sama. Tapi di saat bersamaan, Bintang juga merasa bersalah. Ini adalah kasus pertama Yogi sebagai bintara. Dan dia sudah terseret ke dalam masalah pelik seniornya.
"Aku sudah meminta izin kepala reserse untuk meminjam garis polisi."
Yogi termenung sebentar. Setelah beberapa saat, dia menyadari apa yang baru saja Bintang katakan.
"Kita melakukan olah TKP mandiri?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top