Bab 11 Telepon di Pagi Hari
"Tok, tok, tok." ucap pria itu dengan suara beratnya.
"Dani." Bintang menyapa pria itu. Wajahnya murung melihat kelakuannya.
"Pak Dani." Yogi juga menyapa pria itu hampir bersamaan dengan Bintang. Tapi di matanya ada kelegaan yang tak terlukiskan.
"Tidak bisakah kau mengetuk pintu dengan tanganmu? Bukan mengeluarkan tiruan bunyi dengan mulutmu?" Bintang mengeluh dengan sedih. Kebiasaan seniornya ini sangat buruk dan sangat sulit untuk diubah.
Dani memasuki ruangan itu dan langsung menuju meja tempat Bintang dan Yogi berdiri.
"Ayolah, jangan kasar begitu. Aku ke sini untuk mengulurkan tanganku," Mata Dani melihat langsung ke mata Bintang, lalu beralih untuk menyapa Yogi dengan tatapannya. "Apa yang kau temukan?"
"Lokasi yang didatangi pelaku," Bintang berusaha menjelaskan, namun sebenarnya tidak perlu. Dani sudah mengambil kertas dan membacanya sampai tuntas. "Apa kau pikir seseorang akan mengambil keuntungan dari kematian orang yang dicintainya?"
"Orang yang dicintai? Bagaimana kalau mereka ternyata tidak saling mencintai?" Alis Dani kembali terangkat, namun matanya masih fokus pada tulisan di genggaman.
Bintang menanggapi masalah ini serius. Pupilnya tanpa sadar bergerak turun ke bawah. Cahaya dari lampu kekuningan membuat benda logam yang melingkari jari manisnya berkilau. Bintang segera mengepalkan jarinya dan menyembunyikannya di bawah meja. Dani, tentu saja, melihat gerakan kecil ini.
"Apa kau pikir ada yang mencurigakan?" Dani berusaha sebisa mungkin mengalihkan perhatian Bintang tanpa membuyarkan fokusnya pada apa yang harus ia kerjakan.
"Tentu. Dia mengadakan upacara kematian dan penguburan istrinya tahun lalu. Dia bahkan mengambil cuti dari pekerjaannya selama beberapa hari untuk menenangkan diri. Tapi kenapa sekarang dia malah bertindak seolah dia sama sekali tidak peduli dengan istrinya. Memakai uang asuransi kematian istrinya untuk menyenangkan diri sendiri."
Dani menggelengkan kepala pelan sambil tersenyum.
"Bukan itu, IPTU Bintang tersayang. Bukan. Kau berpikir terlalu jauh. Lihat ini." Dani menggambar garis waktu dan menempatkan tanggal kematian istri pelaku serta pengambilan asuransi kematiannya. "Ada jeda satu tahun di sini. Waktu ini terlalu lama."
Seketika mata Bintang membulat. Ia mengerti. Dan dia mengutuk dirinya sendiri dalam hati karena tidak memperhatikan hal ini sebelumnya.
"Orang ini sedih. Sangat sedih. Tapi dia tahu bahwa asuransi kematian tidak bisa aman selamanya. Paling lambat adalah satu tahun setelah klaim kematian. Pertanyaannya adalah kenapa dia tiba-tiba memutuskan untuk mengambil uang asuransi itu di saat-saat terakhir penghangusan dana?"
Andi Rudi. Pria, 39 tahun. Menikah. Salah satu akuntan senior di PT. Bentang Buana. Alamat rumah Jl. Slawi Pos No. 56. Riwayat kejahatan, tidak ada. Tersangka dikenal sebagai pribadi yang ramah dan penyayang. Istrinya bernama Rose Hanum Rudi. Anaknya yang berusia dua bulan bernama Amir Rudi. Keduanya meninggal pada awal bulan Juni tahun lalu. Asuransi kematian diambil satu tahun kemudian pada akhir April untuk membeli kendaraan bermotor dan setelan jas.
Kasus terduga sementara adalah pencemaran nama baik.
"Jika dia benar-bebar hanya ingin membeli barang, kenapa harus menggunakan uang asuransi kematian istrinya? Itu sangat menjijikan." komentar Yogi sambil menyingkirkan cangkir kopinya yang sudah kosong.
Bintang masih berpikir. Tangan kanannya mengepal di depan dagu, menutupi mulutnya. Sementara itu, Dani masih membolak-balikkan kertas berisi laporan tentang tersangka. Atau sebenarnya kita bisa menyebutnya langsung sebagai pelaku. Dia menggunakan nama pena yang berbeda setiap kali menuliskan opininya, namun tak sekalipun berusaha untuk menutupi identitas aslinya.
Saat sedang asyik memeriksa tulisan, mata Dani teralihkan fokusnya pada beberapa bungkusan kecil yang sangat menggiurkan untuk diperiksa. Tanpa pikir panjang, Dani menunjuk benda-benda kecil itu dan bertanya, "Apa itu?"
"Oh, itu barang bukti yang diberikan oleh teman Pak Bintang." jawab Yogi sepintas.
"Teman?"
"Ya. Bukankah Pak Dani yang mengusulkan untuk bekerja sama dengan detektif swasta? Kebetulan teman SMA Pak Bintang juga ada yang bekerja sebagai detektif swasta di kota ini. Jadi kami menghubunginya dan meminta bantuan." Yogi menjelaskan dengan sangat tulus.
"Oh," Dani melirik Bintang sebentar sebelum kembali pada bungkus-bungkus kecil itu, "Boleh kulihat?"
"Tentu."
Dani membuka bungkus-bungkus mungil itu dan memeriksanya satu per satu. Dia juga memperhatikan setiap tulisan yang tertera pada bagian depan plastik dan beberapa foto dengan pencahayaan redup.
Ekspresi Dani menunjukkan keterkejutan. Dia agak ragu sebelum berkata, "Kalian mendapat ini darinya?"
Yogi mengangguk pelan.
"Bagaimana bisa?"
"Bagi mereka yang bergerak tanpa terikat hukum, tentu saja mudah. Di luar sana, banyak organisasi ilegal. Perorangan pun tak sedikit. Kemungkinan besar Aurora tidak melakukannya sendiri. Dia menggunakan jaringannya untuk mengumpulkan semua data." jelas Bintang tanpa menoleh sedikit pun. Ini seperti hasil dari analisisnya sendiri.
Sebuah senyum kecil mengembang di wajah rupawan Dani. Sangat jarang bagi Bintang yang begitu kaku menyebut nama seseorang. Paling banyak dia hanya akan menyebut seseorang dengan orang itu, pria atau wanita itu, orang yang di suatu tempat ini, dan semacamnya.
Dani mengembuskan napas panjang, meregangkan otot-otonya, lalu berkata, "Akhir pekan ini, temani aku mengurus sesuatu di kampus adikku. Anggap saja sebagai rehat sejenak. Bagaimana?"
Pikiran Bintang kabur saat itu juga. Tatapan matanya meredup. Dia tahu, ada sesuatu yang ingin disampaikan pria ini tapi tidak bisa dikatakan saat ini dan di tempat ini.
"Baiklah."
"Oke. Aku akan menjemputmu di rumah jam sembilan pagi," Dani bangun dan melangkah keluar. Sebelum menutup pintu kembali, dia berbalik dan berkata, "Ah, benar. Aku ingin mengingatkanmu. Hal-hal yang tak terlihat terkadang akan membawamu menemukan kuncinya. Tidakkah kau ingin mencari tahu apa si pelaku ini membeli jam tangan baru atau tidak? Kurasa ini akan cukup membantu. Selamat tinggal!"
Bintang tahu itu. Dia juga sedang memikirkannya. Dua kalimat yang Dani katakan tidak merujuk pada hanya satu hal, namun dua hal. Hal-hal yang tidak terlihat dengan tegas mewakili petunjuk pada barang bukti yang membutuhkan perlakuan khusus untuk ditemukan. Dan jam baru. Apakah pelaku membeli jam baru juga setelah mendapat uang asuransi?
Meskipun terlihat sepele, sebenarnya kedua hal itu cukup krusial. Jika kau ingin meneliti dengan mengambil sampel dan membutuhkan hasil penuh ketelitian, alangkah baiknya jika melakukannya minimal tiga kali. Ini akan mempersempit kemungkinan sehingga kesimpulan akan lebih mudah didapat.
Setelan jas baru masih bisa ditoleransi. Tapi motor? Pelaku bahkan punya mobil pribadi. Apa masih perlu baginya untuk memiliki motor juga? Itu sangat tidak masuk akal.
Malam segera tiba. Bintang dan Yogi segera pulang. Polisi lain yang shift malam mulai mengeluh karena tidak bisa menikmati kelembutan kasur dan kehangatan dalam ruangan.
Keesokan paginya, cuaca masih sangat buruk. Bahkan hujan lebat mengguyur sejak subuh sampai jam 8 pagi. Itu adalah rekor hujan pagi terlama selama satu dekade terakhir di Kota Tegal.
Bintang mendapatkan libur dua hari sebelum kembali bertugas. Dan dia tidak melakukan apapun di rumah. Sebelum-sebelumnya, Bintang hanya akan menghabiskan waktu libur dengan berdiam diri di rumah, mengabdikan seluruh waktunya untuk menghibur diri. Biasanya dia akan menonton film atau bermain game dan keluar untuk membeli camilan. Begitu pun dengan dua hari ini. Bintang tidak melakukan apapun selain bermalas-malasan.
Hari ini Bintang mendapatkan shift siang. Jadi dia mendedikasikan dirinya untuk mendapatkan lebih banyak istirahat di pagi hari.
Suara ponsel berdering menggema ke tiap sudut ruang tidur Bintang. Kamar yang kebanyakan diisi dengan perpaduan warna biru gelap dan putih itu sangat berantakan. Terlalu banyak barang yang berserakan di mana-mana.
Bintang merasa sangat terganggu dengan bunyi dengung dan getaran dari meja kecil di sisi kiri tempat tidurnya. Dia berusaha menghalangi suara itu dengan menenggelamkan kepalanya ke dalam selimut. Tak lama kemudian suara itu berhenti.
Namun, sungguh disayangkan. Ponsel Bintang kembali berdering. Bahkan jeda bunyi pertama dan kedua tidak ada lima detik. Orang yang menelponnya pasti sangat mengerikan! Dia tidak pernah merasakan istirahat sejati!
Dengan kesal Bintang membanting selimutnya dan mengambil ponsel dari meja. Matanya masih masam dan saat digunakan untuk melihat, visinya agak kabur.
Setelah beberapa saat berusaha memfokuskan matanya, Bintang akhirnya bisa membaca siapa nama orang tak tahu malu yang mengganggu waktu berharganya.
Ternyata orang itu adalah Yogi.
Wajah Bintang semakin kusut. Dia sudah menyiapkan pidato kemarahannya yang panjang dalam kepala, sementara jarinya bergerak menerima panggilan tanpa pikir panjang. Namun, sebelum bisa berkata apapun, penelpon di seberang sudah mengatakan banyak hal lebih dulu.
"Halo, Pak? Akhirnya tersambung juga! Pak Bintang, ada berita penting. Ini gawat. Pak Bintang harus datang ke kantor sekarang juga!" Suara di seberang terdengar begitu kasihan dengan segala kekacauan. Yogi mengatakan semuanya dalam sekali tarikan napas.
"Ada apa? Apa kau tidak bisa menjelaskannya sekarang? Belum waktunya bagiku untuk pergi ke kantor saat ini."
"Tapi, Pak, ini penting. Iklan baru telah terbit."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top