Perkenalan: Tiga Lajang

"It's been revised three times. Perlu jatah berapa kali revisi baru benar?"

"Se- setelah ini final, Mbak Citra."

"Final fix ya. Aku nggak mau lagi lihat ada salah data, profil audiens, apalagi materi program."

"Iya, Mbak."

"Kalau habis ini masih salah juga, handover aja kerjaan kamu ke Tasya. Biar dia yang kerjakan."

Wajah Ara -- executive planner sebuah perusahaan periklanan Adplus -- memerah mendengar atasannya menyebut nama anak magang untuk mengambil alih pekerjaannya.

"A- aku bisa kok, Mbak Citra!" seru Ara yang kompetitif. Dia tak rela posisinya dalam proyek pitching yang penting ini digantikan oleh seorang anak magang yang katanya super rajin itu.

Di hadapan Ara, duduk seorang perempuan berkulit sawo matang mendesah panjang. Dengan mengenakan baju sabrina merah yang memamerkan bahu dan tulang selangkanya dengan sempurna, perempuan bernama Citra Ayumi itu menatap anak buahnya dengan tegas.

"Aku tahu kamu bisa, makanya aku percayakan kamu untuk meng-compile semua datanya. Meskipun kita sama-sama tahu kalau kamu bisa mengerjakan ini, aku perlu bukti, Ara. Don't let me down," kata Citra. Ara mengangguk semangat. Kepercayaan Citra seolah menjadi bensin yang membakar semangatnya untuk kembali melakukan revisi.

"Now, go. Make me proud." Citra menepuk mejanya sekali. Anak buah yang tadinya terlihat takut kini terlihat bersemangat dan percaya diri.

Citra memandang Ara keluar ruangannya dengan senyum puas. Ia yakin bahwa saat ini anak buahnya itu akan melakukan pekerjaannya dengan lebih teliti. Jika masih ada yang salah, dia pun berniat akan benar-benar mengalihtugaskan pekerjaan itu.

Manusia selalu mudah ditebak dan dikendalikan oleh Citra. Karena kemampuannya membaca sikap manusia inilah dirinya mampu menjadi media planner manager di sebuah perusahaan periklanan yang sangat besar itu. Insting dan pemahaman Citra akan apa yang diinginkan orang lain melahirkan strategi-strategi beriklan yang selalu mampu memuaskan klien.

"Hm?" Perhatian Citra teralihkan notifikasi di ponselnya. Senyumnya kembali mengembang setelah dia membuka aplikasi kencan andalannya, "Hai cutie ...."

"Siapa tuh 'cutie'?"

Suara itu membuat Citra menengok. Ia pun melihat Cinta, rekan kerjanya, masuk ke ruangan dengan wajah jail.

"Si gemes yang sebentar lagi bakalan jadi korban gue," jawab Citra.

Cinta tertawa sambil berkata, "Cek email gue ya, butuh tambahan dari lo sebelum dikirim ke Pak Dharma."

"Okay, nanti biar gue yang sekalian kirim," jawab Citra. Ia segera menatap layar ponsel dan membuka ruang chat di aplikasi kencannya.

[Citra: Hello, nice to meet you here. Are you finding 'the one' or just looking for fun?]

Tembakan pertama telah ia daratkan. Kini ia dapat meletakkan ponselnya dan kembali fokus pada pekerjaan. Jawaban dari lawan bicaranya dapat ia baca seusai kerja nanti.

Kata orang, work hard and play harder. Citra menyetujui prinsip itu. Bertemu pria baru untuk dikencani adalah permainan favoritnya dan aplikasi kencan bernama Madam Rose telah menjadi arena bermain paling asyik baginya selama setahun terakhir.

Kali ini pun ia berhasil menjerat pria yang terlihat mapan dan rupawan, membuatnya membayangkan petualangan kencan yang menarik bersama pria itu. Citra hanya berharap pria ini tidak selihai dirinya dalam berkencan agar ia lebih mudah mengendalikan permainan.

Di sisi lain kantor tersebut, Cinta Lestari baru duduk di ruangannya. Menjadi manajer investment di sebuah perusahaan besar membuatnya harus mengurus beberapa proyek dan klien sekaligus. Seperti saat ini, selesai mengurus data untuk pitching, Cinta pun langsung beralih ke laporan placement mingguan sebuah brand klien.

"Ya ampun ...." Cinta memijat pelipisnya melihat protes klien karena anak buahnya salah menempatkan spot iklan di sebuah program televisi. Segera ia telepon anak buahnya saat itu juga.

"Boma, ke ruangan saya sekarang ya," kata Cinta. Dengan siap anak buahnya mengiyakan. Tepat setelah itu, ponsel Cinta berbunyi.

"Iya, Bu? ... iya ... nggak sibuk kok ... nyari kok ... Bu, nyari cowok baik tuh nggak gampang ... iya, udah ... udah juga, tapi dia nggak mau tuh sama Cinta ... udah, Bu, udah Cinta ajak ngomong ... Cinta nggak jual mahal ... Bu, Cinta harus kerja lagi ya. Nanti Cinta hubungi lagi. Iya, daaah."

Rasa frustrasi Cinta menumpuk meskipun hari belum habis setengahnya. Perjodohan sang ibu tidak berjalan baik dan lagi-lagi Cinta yang disalahkan atas hal itu.

Padahal Cinta juga berusaha. Ia juga kelelahan dengan semua pertemuan yang berujung kegagalan itu. Cinta juga ingin bertemu pria yang cocok, yang membuatnya merasa utuh. Tapi, oranh tuanya tak peduli dengan perasaan itu.

Di usia 28, Cinta merasa sangat durhaka pada orang tuanya karena tak punya pasangan dan tak berada dalam ikatan pernikahan.

"Permisi, Mbak." Boma mengetuk pintu ruangan Cinta yang terbuka. Buru-buru perempuan itu menarik napas dan mengendalikan dirinya. Apa pun yang terjadi, ia tak boleh membiarkan masalah pribadinya mempengaruhi performa kerja.

Tak peduli seberantakan apa kehidupan personalnya, ia akan mengimbangi dengan karir yang gemilang. Hanya dengan cara itu Cinta bisa merasa hidupnya tidak mengenaskan.

***

"So? What do you think about it?"

"About what?"

"Yugo Joesoef, yang sopan kalau diajak ngomong." Ucapan itu membuat Yugo mengalihkan perhatian dari ponsel ke lawan bicaranya. Dahinya berkerut mendengar ucapan pria di hadapannya.

"Gue abang lo, Kei. Gue nggak punya kewajiban buat sopan sama lo," jawab Yugo sambil kembali menunduk dan memperhatikan layar ponselnya. Gerah dengan sikap sang Abang, pria di hadapan Yugo pun merebut ponsel yang sejak tadi mencuri perhatian itu.

"Keigo, balikin," ujar Yugo. Meskipun dia terlihat tetap tenang dan berwibawa, tapi wajahnya mulai memerah.

Tak menurut, Keigo malah berdiri dan menjauh. Ia memeriksa apa yang membuat abangnya tak berkonsentrasi dan tertawa terbahak-bahak melihat sebuah pesan perempuan dari sebuah aplikasi kencan.

"Yugooo ... Yugooo ... how desperate are you?" tanya Keigo sambil memegang perutnya saking lelahnya tertawa. Yugo segera merebut ponselnya kembali.

"Jangan rese' deh. Cuma dengan cara ini gue bisa ngedapetin cewek yang nggak tahu latar belakang keluarga kita."

"Emang kenapa sih kalau ceweknya tahu latar belakang keluarga kita? Tuh buktinya gue dapat Vannya. Dia cewek dari kalangan kita yang nggak cuma manfaatin lo dan gue kayak yang sering Kakek bilang. Kakek itu cuma paranoid dan menurut gue aplikasi kayak gitu justru lebih risky." Tanpa diminta, Keigo pun menjabarkan komentarnya tentang cara Yugo mencari pasangan.

Ia tahu bahwa abangnya yang mudah kikuk saat berhadapan dengan perempuan itu mulai dicecar keluarga besar untuk mendapatkan pasangan. Namun, ia tak menyangka bahwa Yugo nekat membuka akun di Madam Rose; sebuah aplikasi kencan yang memang sukses menjodohkan beberapa kerabat mereka dengan perempuan idaman masing-masing.

"Gue cuma mau ketemu sama cewek baru yang nggak ngelihat gue dari nama besar keluarga aja. Social circle kita udah kayak saudara sendiri. Kalau nggak begini, kapan gue kenal sama cewek baru?" balas Yugo.

"Tinggal main ke klub, banyak cewek kece di sana," ujar Keigo.

"Gue nggak suka anak klub," tolak Yugo.

"Ikut program speed dating?"

"Risky-an itu daripada main apps."

"Risky sebelah mananya sih?"

"Di speed dating kita ngborol face to face sama cewek."

"Terus? Lo takut ngobrol face to face?"

"Gue nggak mau reveal tentang diri gue dalam pertemuan pertama."

Keigo tertawa mendengar semua ucapan abangnya, "Umur 32 dan lo masih sok misterius soal kencan, Go. Good luck deh nyari calon istri kalau begitu."

"Gue nggak misterius kok, kan pakai profil asli. Lo nggak usah sombong, mentang-mentang bentar lagi mau nikah," ujar Yugo kesal sambil kembali ke kursinya. Dia kembali menatap layar ponselnya sambil berpikir.

"Sorry gue salip ya. Makanya, jangan keasyikan ngurusin perusahaan dan lingkungan. Hati lo juga diurus." Keigo mendekat dan merangkul abangnya.

Sebenarnya Keigo sedikit merasa bersalah karena rencana pernikahannya membuat Yugo semakin didesak orang tua mereka untuk segera mencari pasangan. Yah, apa boleh buat? Dia telah mendapatkan perempuan yang tepat.

"Ini lagi ngurusin. Di aplikasi ini gue bisa tenang ngobrol via chat. Personality gue lebih keluar dengan cara ini daripada tatap muka," ujar Yugo.

Keigo tersenyum, untuk pertama kalinya ia melihat Yugo begitu bersemangat dalam mencari teman kencan. Ia tak ingin menghancurkan semangat itu.

"She said 'are you finding 'the one' or just looking for fun?'. Seems like she's straightforward. Mungkin bagus buat ngimbangin lo yang kaku sama cewek," kata Keigo.

"Gue juga mikir begitu," balas Yugo sambil fokus pada dua kalimat pesan perempuan yang baru dia kenal itu.

"Lo terlalu banyak mikir tiap ngobrol sama cewek. Sebenarnya banyak kok yang tertarik sama lo."

"Iya, karena gue cucunya Agam Joesoef."

Keigo menggelengkan kepala. Berkali-kali ia meyakinkan Yugo bahwa pria tersebut memiliki nilai jual tinggi di mata perempuan, berkali-kali pula Yugo merasa bahwa nilai jual itu tak lebih dari status keluarga mereka.

Padahal, Yugo selalu mencuri perhatian para perempuan kenalan mereka. Yugo pula yang sebenarnya lebih populer daripada Keigo. Akan tetapi, sikap kaku Yugo dalam menghadapi perempuan membuatnya dianggap sebagai puncak gunung yang tak terjangkau dan tak bersahabat.

"Tell her what you think," ujar Keigo.

Yugo mulai mengetikkan jawaban bagi perempuan yang menjadi match-nya.

[Yugo: Hi, I'm looking for a little bit of both. Is there a woman like that in here?]

Keigo memejamkan mata demi menahan rasa gemas. Lucu sekali melihat gaya rayu Yugo. Mirip seperti pelanggan toko yang tengah mencari pakaian yang bisa dipakai untuk acara formal dan kasual.

"Seriously, good luck, Bro." Keigo menepuk-tepuk pundak abangnya.

Yugo mendesah. Ia pun ragu dengan keputusan ini. Namun, situasi membuatnya untuk melakukan sesuatu. Yugo harus meningkatkan jam terbangnya dalam berkencan agar dapat segera menemukan perempuan yang sesuai dengan keinginan.

***

Hai! Jumpa lagi denganku di sisa tahun 2020 yang konon mau kupakai hiatus ini.

Hiatus beneran kok, ini cuma perkenalan buat proyek tahun depan. Perkenalannya panjang banget ya tapi? Biarin ah, biar disayang. Asedap~

Cerita ini adalah sebuah kolaborasi dengan karospublisher dalam proyek "Matchmaker Series". Apa pun bisa berawal dari sebuah aplikasi kencan, termasuk kisah cinta segitiga.

Part 1 mulai di post awal tahun 2021 dan update seminggu sekali. Resolusiku di tahun 2021 adalah nulis santai, jadi yang baca santai aja ya nunggu apdetannya (ada yg nungguin gitu? 🙈)

Kalau nungguin, semoga sabar ya. Meanwhile, intip dulu aja tiga tokoh utama di cerita ini:

Wish you all gonna enjoy this one ❤

See you in year 2021!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top