9: Ingin Bertemu
"Go, lagi sibuk?"
Suara Cinta malam itu membuat keruh di dada Yugo lenyap. Senyum pria itu mengembang setelah seharian kerung di dahinya tak hilang-hilang.
"Percaya atau nggak, telepon kamu saat ini bikin saya ngerasa lega sekali," balas Yugo. Begitu polos, apa adanya. Kalimat itu mengalir begitu saja tanpa sempat ia pikirkan.
"Lega? Memang kamu lagi ada dalam masalah?" Cinta pun bertanya khawatir.
"Nggak, saya cuma sedang capek aja." Yugo tersenyum sendiri.
Mungkin bukan hal bijak untuk berbohong kepada perempuan yang sedang dekat dengannya itu, namun Yugo tak ingin sesi telepon yang menyenangkan itu berubah karena masalahnya. Lagipula, ia tak tahu reaksi Cinta jika diceritakan tentang perseteruan keluarganya yang melelahkan.
Dua minggu berlalu sejak makan malam sialan itu dan urusan Yugo dengan Kakek Agam belum juga selesai. Dari semua hal yang membuat Yugo sebal, pria tua kepala keluarga Joesoef itu bahkan tak repot turun tangan menantang cucunya sendiri.
Yugo harus menghadapi orang-orang yang ia sayangi dan menerima bahwa tak ada satu pun yang berada di pihaknya. Mama, Papa, bahkan Keigo, semua mendesaknya berkali-kali untuk tunduk meminta maaf pada Kakek Agam.
Berkali-kali mereka menemui Yugo, mengajak pria itu bicara demi kepentingan sang kakek. Berkali-kali juha Yugo harus mengecewakan mereka.
Dalam dua minggu yang menyebalkan itu, hanya telepon dari Cinta hang sanggup mengangkat perasaannya. Entah kenapa, suara teduh namun riang yang keluar dari perempuan itu membuat Yugo bisa terus tersenyum dan siap untuk menghadapi hari esok.
"Maaf saya ganggu ya, Go. Um ... kamu mau istirahat?"
"Saya kan bilang kalau kamu melegakan hari penat saya, kenapa malah merasa menghanggu?"
"Ehm ... nggak tahu, saya ngebayangin kamu capek dan malas ngobrol. Kalau saya capek, saya maunya merem aja soalnya." Cinta terkekeh kikuk setelah ditanya Yugo dengan nada yang terdengar sangat serius.
Jujur, Cinta masih sangat merasa segan dengan Yugo. Percakapan mereka masih dilakukan di aplikasi meskipun kini keduanya sudah saling bertukar kontak. Cinta tak berani meminta Yugo keluar dari Madam Rose karena takut. Lucunya, Cinta sendiri tak mengerti apa yang sebenarnya ia takutkan.
"Kenapa telepon, Ta?" tanya Yugo. Ia berusaha agar Cinta tidak terlalu gugup dan memutuskan untuk terus bicara.
"Ng ... kalau nggak ada alasan, nggak boleh hubungin kamu ya, Go?" Suara ragu Cinta muncul, membuat detak aneh di balik dada Yugo.
"Eh?"
"Saya ... saya lagi kepengen ngobrol. Kepengen cerita-cerita. Nggak tahu, saya cuma kepikiran kamu buat dihubungi."
Yugo tersenyum mendengar ucapan perempuan itu. Wajahnya pun sukses menghangat. Cinta begitu dewasa dan kekanakan dalam waktu bersamaan, membuatnya sibuk berpikir. Cinta membuat Yugo merasa memikirkan perempuan ternyata bisa sangat menyenangkan.
"Oh iya, kamu dapat notifikasi tawaran exclusive dinner dari madam rose?" tanya Cinta lagi dengan nada yang lebih bersemangat.
"Iya dapat. Itu event yang kamu submit dua minggu lalu ya?"
"Iya, dan kita menang event itu."
Suara Cinta yang semakin riang membuat Yugo tertawa pelan. Pria itu pun berkata, "So, kita bisa meet up?"
Hening muncul. Cinta panik di tempat. Ia tak pernah segugup ini akan ide untuk bertemu laki-laki. Mengapa hal kekanakan seperti kencan membuatnya tak keruan?
"Do you want to?" tanya Cinta sambil menahan getaran di suaranya.
"Why not? Cepat atau lambat kita harus bertemu kan, Ta?"
"Iya, tapi kamu baca ketentuan event-nya nggak? Nanti akan ada pihak dokumentasi dari madam untuk meliput dan foto-fotoin kencan kita."
"Kamu keberatan?"
"Saya pikir kamu yang akan keberatan. You're a very private person, Go. Sampai sekarang, selain hobi traveling dan keinginan kamu untuk serius mencari pendamping hidup, saya nggak tahu apa-apa tentang kamu. Kamu yakin mau kencan pertama kita disambi sesi foto dan dokumentasi?" tanya Cinta panjang lebar. Kini ia tahu masalahnya.
Cinta takut pertemuan pertamanya dengan Yugo membuahkan kegagalan. Ia tak ingin perubahan dalam hubungannya yang sudah nyaman dengan Yugo. Ia ingin menjaga hubungan ini, apa pun namanya.
"Nggak masalah buat saya. Di ketentuannya kan mereka sepakat untuk mendokumentasikan lima belas menit pertama kencan kita. Setelah itu, we could go private."
"Saya nggak mau kamu nggak nyaman."
Yugo mengusap wajahnya, bingung dengan teman bicaranya malam itu. Bukankah Cinta yang duluan membahas acara makan malam tadi, mengapa perempuan itu malah gigih terlihat enggan?
"Look, we do this dinner or we make an appointment. Either way, saya mau ketemu, Ta." Yugo pun akhirnya memutuskan untuk memperjelas keadaan mereka.
Cinta dapat merasakan udara dingin memenuhi paru-parunya. Ia mengerahkan seluruh usaha untuk menjawab, "Okay, let's get dinner with madam."
***
"Cin, gimana?" Langkah Cinta terhenti ketika Citra menyusulnya dan menempelinya dengan wajah tak sabar.
"Competitive review? Udah gue kirim loh sebelum makan siang. Masa belum terima?" jawab Cinta sambil melanjutkan langkah menuju pantry. Lelah yang tak tertahankan membuatnya merasa harus membuat segelas kopi hitam.
"Ih, bukaaan." Citra mendekat dan membisiki Cinta, "Dapat nggak jatah dinner dari madam?"
Mata Cinta langsung berbinar. Kantuknya seolah hilang saat nyaris berseru, "Dapet!"
"Yeay!" Citra mengangkat telapak tangannya dan langsung disambut tepukan kuat oleh Cinta.
"Padahal yang daftar banyak banget tahu, Cit ...," ujar Cinta.
"Let's just say, gue tahu gimana caranya ngisi form event ini supaya menarik hati si madam." Citra pun tersenyum bangga sambil memasang gaya andalannya; melipat tangan di depan dada.
Cinta terkekeh geli. Ia melanjutkan kegiatannya membuat kopi sambil berkata, "Deg-degan juga ya rasanya mau meet up sama match."
"Santai aja. It's not like the first time you two meet, right?" ujar Citra. Wajah Cinta memerah. Gerakannya terhenti seketika. Citra memperhatikan gelagat sahabatnya itu dan senyumnya berangsur-angsur berubah. Mata Citra terbelalak sementara mulutnya menganga.
"LO NGGAK PERNAH KETEMU TUH COWOK SEBELUMNYA?!" seru Citra. Cinta langsung sibuk menyuruh sahabatnya itu diam dengan mengangkat telunjuknya ke depan bibir.
"Kita sama-sama sibuk, Cit. Lagian, gue tuh maunya take it slow aja, nggak mau yang terlalu diburu-buru," jawab Citra dengan suara pelan
"Katanya lo udah terdesak buat dapetin suami?!" tanya Citra yang masih merasa tak percaya.
"Iyaaa, tapi gue nggak bisa grasa-grusu sama cowok. Lagian match gue juga nyari istri kok. As long as we're going to the same way, ya udah pelan-pelan aja."
"Alah, basi lo! Bilang aja takut ketemuan."
"Citraaa, gue harus gimana dong?! Kalau pas ketemuan dia ngerasa gue nggak sesuai ekspektasinya gimana?" Cinta langsung membuang gengsi dan curhat habis-habisan pada pakar kencan di sebelahnya.
"Ya nggak gimana-gimana! Makanya, act fast. Bukannya lo udah sebulan ya berhubungan sama match lo? Itu hitungannya lama banget loh! Gue aja nanti malam mau nge-date sama cowok yang baru kemarin jadi match gue."
"Eh, si cute yang jadi senior manager di perusahaan tambang itu?"
"Kita punya sesi sendiri untuk ngomongin Evan. Sekarang jelas urusan lo lebih urgent! Lo tuh sebenarnya mau nggak sih ketemuan sama match lo?"
Cinta menatap Citra dengan tatapan memelas, lalu mengangguk, "Gue nggak pernah ngerasa kayak gini sebelumnya. Suka sama cowok sampai takut kalau dia ilfil lihat aslinya gue."
Citra menghela napas panjang. Cinta terlihat baik-baik saja. Dengan kedewasaan perempuan itu, Citra pikir sahabatnya sudah mampu mengurus kehidupan kencannya sendiri. Ternyata Cinta benar-benar amatir dalam berhubungan dengan laki-laki.
"Citraaa, tolooong ...," pinta Cinta dengan wajah yang semakin gelisah.
Citra pun kembali mendesah, "Oke, dengerin gue. Kesan pertama itu harus perfect Cinta. Lo harus berpenampilan flawless, tapi effortless. Sisanya, suasana kencan dan percakapan kalian yang akan menentukan apakah kalian bakal lanjut dating atau nggak. Suasana kencan nggak usah diragukan. Restoran pilihan madam pasti kece. Percakapan kalian selama ini gimana?"
"Nyenengin kok. Kita udah ... ehm ...."
"Udah apa nih?"
"Tukeran nomor hape." Cinta langsung menutup wajahnya karena malu sendiri. Sementara Citra yang awalnya sudah terlampau berpikir macam-macam hanya bisa tersenyum kaku melihat gaya norak Cinta.
"Okay, that's ... okay. Berarti sekarang tinggal penampilan lo. Udah tahu kalian bakal meet up di restoran mana?" tanya Citra lagi sambil berusaha mengabaikan hasrat untuk mengatai sahabatnya. Cinta mengangguk.
"Nanti pulang kantor kita nge-mall dulu. Beli baju dan latihan make up."
"Gue bisa make up sendiri kali, Cit." Cinta cemberut. Ia sudah cukup dewasa untuk mengenal dunia riasan. Meskipun sehari-hari dia hanya memakai bedak ke kantor, dia tetap sanggup merias wajahnya sendiri untuk acara-acara penting.
"Udah percaya aja sama gue," balas Citra sambil merangkul sahabatnya. Meskipun bingung, Cinta mengangguk. Ia mempercayakan nasibnya pada sang ahli kencan.
Akhir pekan nanti adalah pertemuan pertamanya dengan Yugo. Demi kesan pertama yang sempurna, ia harus mempersiapkan segala hal dengan baik juga.
"... Saya mau ketemu, Ta."
Ucapan Yugo terngiang kembali di benak Cinta, membuat perempuan itu mengulum senyum. Ingin sekali ia menjawab bahwa Yugo tak merasakan harapan itu sendiri. Cinta juga ingin bertemu dan berinteraksi langsung dengan pria yang sudah mencuri hatinya itu.
***
Sampai jumpa di part berikutnya~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top