5: Rasa yang Berbeda

[Yugo: Mau lanjut ngobrol di vc?]

Cinta tersenyum. Lagi-lagi Yugo memberinya kesempatan. Dengan Yugo, Cinta merasa normal. Ia tak lagi merasa sebagai amatir kencan, tak lagi minder dengan kecanggungannya dalam menghadapi laki-laki.

Akhirnya ia memutuskan untuk kembali melakukan video call dengan Yugo. Resmi sudah, malam itu adalah malam paling aneh sekaligus menyenangkan bagi Cinta.

"Hai, Cinta." Seketika Cinta merasakan desiran di perut dan kehangatan di pipi saat Yugo mengucapkan namanya.

"Hai, Yugo ...."

"Masih kuat jantungnya buat ngeladenin saya?"

Cinta langsung menunduk dan menutup wajahnya sementara Yugo tertawa pelan melihat gelagat sang lawan bicara.

"Ehm, masih kok masih. Maaf, saya ngomongnya aneh banget dari tadi."

"Kamu aneh, tapi saya juga aneh bagi beberapa perempuan."

"Oh ya? Aneh kenapa?"

"Biasanya saya lebih tertarik sama kegiatan traveling ketimbang kencan," jawab Yugo jujur.

"Kamu suka traveling? Anak koper atau anak ransel nih?" tanya Cinta dengan antusiasme tinggi. Semangatnya meningkat pesat. Ia tak menyangka dapat bertemu pria yang suka traveling.

Cinta selalu bermimpi untuk mendapatkan suami yang dapat mengajaknya melihat dunia. Semakin lama, Yugo semakin mendekati sosok suami inpian Cinta. Tentu saja perempuan itu berusaha kuat untuk tidak mengutarakannya pada Yugo.

Cinta tak ingin menakuti pria itu dengan tampak terobsesi.

"Ransel. Saya suka bepergian sendirian dan seadanys keliling Indonesia," jawab Yugo.

"Wow ... seru banget. Sering snorkeling di laut nggak? Atau sering main air terjun di Pulau-pulau Indonesia?"

"Saya suka banget wisata air terjun, apalagi kalau ketemu air terjun baru di pulau terpencil Indonesia. Kamu juga suka traveling?" Yugo menyambut minat Cinta tentang wisata laut dan air terjun. Perempuan itu selalu mengejutkannya. 

Seumur hidup, ia baru menemukan perempuan yang cerdas tapi apa adanya seperti Cinta. Ia menyukai sikap kikuk Cinta, membuatnya terdorong untuk mengambil inisiatif. Yugo yang biasanya begitu pasif dalam berinteraksi dengan perempuan kini memaksimalkan usahanya agar tetap bisa berkomunikasi dengan match-nya yang satu ini.

Cinta jarang berbasa-basi. Jika Yugo membalas singkat pesan Cinta di aplikasi, perempuan itu tak menuntut macam-macam maupun meng-unmatch Yugo seperti yang sudah-sudah. Cinta, dengan minimnya respons Yugo, terus membalas, "Oke, take care, Yugo."

Balasan chat Cinta itu singkat, tapi penuh makna bagi Yugo. Ia tak pernah merasa dipahami sekaligus diperhatikan seperti itu sebelumnya. Untuk beberapa waktu, Yugo tak ingin kehilangan hal tersebut. Karena itulah Yugo menjadi semakin penasaran dan meneruskan interaksinya dengan Cinta.

Di layar ponsel Yugo, Cinta terlihat menggeleng sambil tersenyum lebar, "Saya nggak pernah ke luar Pulau Jawa."

"Oh ya?" tanya Yugo tak percaya.

Banyak yang berkebalikan dalam diri Cinta. Kecerdasan yang kontras dengan sikap kikuk perempuan itu, kecantikan yang tidak diimbangi dengan rasa percaya diri, sampai minat tentang traveling yang malah datang dari sosok yang tak pernah berwisata ke luar Pulau tempatnya tinggal.

"Saya dari dulu inginnn banget ke Pantai-pantai Indonesia. Lombok, Sumba, Labuan Bajo ... saking kepengennya, saya sering baca-baca travel blog gitu. Kesannya menyedihkan, tapi itu semacam hiburan buat saya," jelas Cinta yang menangkap rasa bingung Yugo.

"Kenapa nggak pernah jalan-jalan ke luar Jawa, Ta?"

"Orang tua saya melarang untuk bepergian jauh. Dari dulu memang nggak pernah diizinkan."

"Kamu nggak mencoba minta izin?"

Cinta mendesah, "Selalu, Go. Saat ini, saya bisa tinggal sendiri saja sudah bisa dianggap kemajuan. Dulu, waktu kuliah, saya mau nge-kost aja nggak boleh sama mereka."

Yugo menyimak ucapan Cinta. Entah kenapa wajahnya terasa panas mendengar betapa protektifnya orang tua Cinta, "Kamu tuh nurut banget ya sama orang tua? Nggak pernah nyoba bandel gitu?"

"Untuk apa?" Cinta tertawa, "Mereka begitu kan karena mengkhawatirkan saya, Go. Saya ini anak tunggal. Perempuan pula. Saya nggak mau mereka cemas. Lagian, pergi tanpa restu orang tua juga rasanya mengganjal buat saya."

Wajah Yugo semakin panas mendengar ucapan Cinta. Entah kenapa ia merasa malu.

"Orang tua kamu beruntung banget memiliki kamu sebagai putrinya, Ta."

"Hmm ... nggak juga, Go."

"Nggak?"

"Mereka mau saya segera menikah, tapi saya belum kunjung mendapatkan pasangan."

Yugo merasakan kesedihan Cinta sampai-sampai ia tak tahu harus berkata apa untuk menghibur perempuan di layar ponselnya itu. Namun, tiba-tiba wajah panik Cinta muncul. Mata perempuan itu terbelalak dan telapak tangannya terangkat.

"Ini saya cuma cerita aja ya, Go. Saya nggak bermaksud narik rasa simpati kamu supaya mau jadi pasangan saya," ucap Cinta buru-buru. Ujung bibir Yugo berkedut mendengarnya.

"Loh, memangnya kamu nggak mau saya menjadi pasangan kamu?"

"Bukan gitu!"

"Kalau nggak mau, ngapain kita balas-balasan chat selama dua minggu ini?"

"Eh, saya mau! Saya mau!"

Rahang Cinta jatuh. Ia tak percaya apa yang baru saja terlontar dari mulutnya. Apakah ini artinya dia sudah menyetujui Yugo untuk menjadi pasangannya?

Setelah beberapa saat menahan geli, Yugo pun tak kuat lagi. Ia tertawa terbahak-bahak. Rasanya sudah lama sekali ia tak tertawa selepas itu.

"Cinta, kamu tuh benar-benar lucu ya!" ucap Yugo selepas tertawa. Cinta hanya memanyunkan bibirnya.

"Saya nggak suka nih dikerjain kayak gini. Saya kira kamu anaknya serius," keluh Cinta.

"Maaf, maaf ... mau balik ngomongin traveling lagi?" tanya Yugo yang sedikit merasa bersalah. Dia tak pernah memiliki rasa ingin menggoda perempuan sebelumnya, tapi ekspresi dan ucapan Cinta membuatnya tak kuasa menahan diri.

"Boleh dong! Ceritain momen backpacking paling seru yang pernah kamu alami," kata Cinta dengan penuh minat.

Keduanya melanjutkan percakapan tanpa jeda. Cinta sangat menikmati momen itu tanpa merasa canggung terhadap lawan bicaranya. Yugo pun menanggapi perempuan itu dengan minat yang jauh berbeda dari yang pernah ia rasakan. Mereka bicara, berbagi cerita dan tertawa. Semakin lama mereka berinteraksi, semakin kuat rasa di dada Cinta bereaksi.

"I can't believe it's morning already." Mata Yugo terbelalak melihat jam yang sudah menunjukkan pukul lima pagi.

"Ya ... kayaknya kita harus udahan deh, Go. Kalau nggak, nanti kita nggak bakal bisa kerja pasti," balas Cinta.

"Ini pertama kalinya saya mengobrol sama perempuan semalaman."

"Saya juga." Cinta tertawa, lalu buru-buru menambahkan, "Ngobrol sama lawan jenis semalaman."

"Hm, Lucu," sesaat setelah mengucapkan hal itu, Yugo langsung mengangkat kedua kelopak mata. Tampaknya rasa lelah sudah menggerayangi tubuhnya, sampai-sampai secara tak sadar ia mengucapkan apa yang seharusnya hanya ia pikirkan.

"Lucu?" tanya Cinta bingung. Yugo buru-buru menggeleng.

"Nggak apa-apa. See you soon, Cinta."

Yugo menutup sesi video call setelah melihat senyum dan lambaian tangan Cinta. Meskipun begitu, bayangan Cinta yang tersenyum menetap. Melekat di mata Yugo dan membuatnya tak kuasa untuk mengontrol ekspresi senangnya saat itu.

Di sisi lain, Cinta menarik napas lega. Ia memeluk guling dan membenamkan tubuhnya di kasur.

Cinta, 28 tahun. Setelah tiga bulan gonta-ganti match, akhirnya sekarang berada di puncak kasmaran.

(((Bersambung)))

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top