3: Saling Menemukan
Citra membuka mata lebar-lebar saat melihat Cinta tersenyum sendiri di ruangannya sambil mengetik di layar ponsel. Madam Rose pasti telah menunjukkan pesonanya pada sang pemula.
"Hey," panggil Citra setelah duduk di hadapan sahabatnya.
"Citraaa ... premium tuh bener-bener beda yaaa." Tanpa basa-basi, Cinta langsung berdiri dan memeluk Citra. Mendengarnya, Citra pun menjadi bersemangat.
"I know! I know! So what happened? Udah dapat calon?" tanya Citra. Cinta menggeleng tapi dengan semangat yang berlebihan. Citra pun mengerutkan pangkal alisnya. Keriangan Cinta dianggap tak wajar untuk hitungan usaha yang belum berbuah.
"Belum dapat, Cit. Gue udah lima kali kena ghosting. Hopefully yang satu ini nggak nganggep gue aneh dan mau lanjut berhubungan sama gue," jawab Cinta dengan senyum yang sangat lebar.
"Belum dapet, tapi kenapa happy banget?" tanya Citra sambil menyeringai kaku. Baginya, mungkin Cinta adalah manusia yang paling terlihat bahagia di-ghosting lawan bicara dalam kencan online.
"Karena ini ternyara fun banget ya?!" Cinta mendongak dengan senyum yang masih mengembang. Hal itu membuat Citra tak sanggup menahan rahangnya agar tak jatuh.
"Lo di-ghosting dan lo happy? Seriusan happy?"
Cinta mengangguk, "Gue nggak pernah ngobrol sama cowok kalau nggak ada kepentingan. Setelah nyoba, ternyata mereka gemes-gemes ya? Hihihiii ...."
"Oh my God, gue temenan sama anak SMP umur 28!" ujar Citra sambil memutar bola mata.
"Gue kan nggak pernah pacaran, Cit. Jadi anggep aja gue ngerapel pengalaman pacaran dari SMP sampai segede ini." Cengiran lebar langsung menghiasi wajah Cinta, membuat sahabatnya menggeleng sambil tersenyum geli.
"Do you need my help?"
"So far, no. Gue lagi seru aja karena sekarang sering match sama cowok-cowok kece. Nggak banyak gombalan receh, nggak banyak basa-basi, but the flirt and the dance as conversation goes, uh ...." Mata Cinta terpejam membayangkan percakapan yang sudah ia alami sebulan terakhir. Ia menikmati tiap pujian yang pernah didapatkan dari match-nya.
"Gini kek dari dulu, open sama cowok yang mau dekat. Pengalaman dating ini bagus buat lo. Bikin lo lebih ngenal diri lo sendiri dan apa yang lo mau dalam hubungan lo. Gue yakin bakal ada cowok yang nyangkut sama lo," ucap Citra sambil menepuk bahu Cinta dan memasang wajah bangga.
"Seingat saya, kamu saya suruh panggil Cinta ke ruang rapat deh. Kenapa sekarang malah sibuk ngerumpi?" Suara seorang pria membuat Citra dan Cinta menengok. Di pintu ruangan Cinta yang terbuka, berdiri seorang pria berusia 40 tahun yang tidak terlihat senang.
"Eh, Pak. Hehe," ujar Citra salah tingkah. Habis mengatai Cinta sebagai anak SMP, kini ia sendiri merasa seperti anak SMA yang ketahuan membolos di jam pelajaran.
"Maaf, Pak Dharma. Saya yang ngajak Citra ngobrol." Cinta mengaku dan membuat Dharma menatapnya.
"Saya selalu kagum dengan kebiasaan kalian yang saling back up di depan klien, tapi bukan berarti kamu bisa keterusanback up Citra agar tidak dimarahi saya ya, Ta," balas Dharma dengan wajah serius.
"Back up apa sih, Pak? Emang benar Cinta yang ngajak ngobrol kok." Citra yang tidak terima dirinya disalahkan langsung menghadap atasannya sambil melipat tangan.
"Kamu sudah bilang belum ke Cinta kalau saya ngajak rapat?" tanya Dharma. Mata Citra terbuka lebar. Karena penasaran dengan tingkah Cinta saat masuk ruangan, Citra pun lupa sama sekali akan instruksi Dharma tersebut.
"Bapak kenapa nggak manggil lewat telepon di ruang meeting aja sih?"
"Kalau panggil lewat telepon, mana bisa saya tangkap basah kamu ngerumpi."
"Cinta juga ngerumpi, Pak ...."
"Dan dia sudah minta maaf. Kamu, mana maafnya?"
Citra mendesah kuat sebelum berkata, "Iya, maaf ya Bapak."
Dharma tersenyum puas. Citra memang anak buah yang sulit diatur, tapi pria itu selalu tahu cara agar manajer planner-nya itu menyerah.
"Media journey buat NusaGo udah selesai kan? Nanti kalian berdua yang present journey dan budget split-nya. Sekarang kita discuss dulu untuk tambahan strategi," perintah sang CEO.
"Kok kita, Pak? Mas Iwan sama Mas Gading nggak dapat jatah present dong?" tanya Cinta bingung. Dia pun menyebut nama head of planner dan head of investment; atasannya dan Citra.
"Klien lain mengadakan workshop untuk campaign tahun depan. Iwan dan Gading menjadi perwakilan agency untuk workshop itu. Lagipula, kalian yang sejak awal brainstorming dan generate data. Jadi, kalian yang paling paham soal NusaGo."
Citra dan Cinta saling pandang, memikirkan nasib mereka yang harus presentasi tanpa atasan langsung mereka nanti. Namun, tatapan itu terputus saat Dharma bicara kembali, "Kalian harusnya tahu itu dalam meeting kita yang udah ngaret sepuluh menit ini." Dharma menatap jam tangannya dengan dahi yang berkerut dalam.
Paham akan kode keras CEO-nya, Cinta pun bergerak membawa laptop dan buku catatannya, "Saya siapkan ruang meeting segera ya, Pak."
"Ruang meeting sudah siap. Kalian tinggal buka the latest file dan kita langsung bahas strategi media kita. Bisa nggak dilakukan kurang dari semenit?" ujar Dharma dengan wajah datar.
"Oke, Pak!" seru Cinta sambil buru-buru menuju ruang rapat. Citra menggeleng. Tangannya masih terlipat di depan dada. Mungkin hanya Dharma pria yang bisa membuat Cinta menjadi kikuk dan mudah panik. Kekaguman Cinta terhadap pria itu serta kurangnya pengalaman bersama pria membuat Cinta seolah terobsesi untuk menyenangkan hati Dharma yang sebenarnya sudah berkeluarga itu. Kadang Citra berpikir bahwa Dharma telah memanfaatkan kepolosan Cinta untuk pekerjaan.
"Bapak nggak perlu segitunya ke Cinta," balas Citra.
Dharma mengangkat bahu, "Arahan tadi saya tujukan buat kamu loh. Akhirnya Cinta lagi yang ngerjain."
Citra membelalakkan matanya. Dia selalu merasa atasannya tersebut menyimpan dendam padanya. Perlakuan Dharma padanya jauh berbeda dibanding perlakuan kepada Cinta.
Namun Citra menyimpan hormat pada pria yang mempercayakan posisi manajer kepadanya setahun lalu itu. Ia tak tahu apa alasannya, tapi keputusan Dharma membuatnya yakin bahwa pria itu memiliki penilaian obyektif terhadap karyawan kantor.
Citra pun memutuskan untuk mengikuti keinginan Dharma dan segera beranjak menuju ruang rapat.
Di sisi lain, Cinta yang sudah di dalam ruang rapat baru saja selesai menghubungkan laptop-nya dengan proyektor saat ponselnya bergetar. Sekilas perempuan itu melihat layar ponsel dan mendesah panjang. Ayahnya menelepon.
Ia terdiam untuk sementara membayangkan rentetan pertanyaan dan desakan untuk bertemu pria. Ucapan-ucapan keresahan sang ayah tentang perempuan tak laku pun hinggap di kepala Cinta, membuatnya terpejam.
Cinta tak butuh semua itu. Ia harus fokus mengurus proyek pitchingnya.
Ponsel Cinta bergetar untuk beberapa saat sampai akhirnya diam. Perasaan bersalah menggelayuti Cinta.
"Maaf, Ayah ... Cinta belum dapat calon suami," ujar Cinta pelan. Ia menggigiti bibir sambil menatap layar ponselnya yang gelap.
Rasa bersalah mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Ia meraih ponsel dan masuk ke aplikasi madam rose. Cinta mencoba mencari beberapa pria yang menarik minatnya sebagai penanggulangan jika hubungannya dengan pria yang membuatnya tersenyum pagi ini tak berhasil.
Cinta menggerakkan jempolnya dengan cepat. Waktunya tak banyak sampai Citra dan Dharma masuk ruang rapat. Berkali-kali ia menggeser profil pria di hadapannya ke kiri, tanda bahwa mereka bukan tipenya.
Pergerakannya berhenti saat melihat satu profil. Cinta tak bisa menahan senyumnya.
"Ganteng banget ...," ujar Cinta pada dirinya sendiri.
"Gila ya, Pak Dharma ngeselin banget deh! Kenapa sih dia sensi banget ke gue?!" Suara Citra membuat Cinta mengangkat kepalanya.
Cinta pun buru-buru menggeser profil yang sempat membuatnya terpana itu ke kanan, lalu mengunci ponselnya. Kini, ia siap untuk fokus kepada pekerjaan ataupun keluhan Citra tentang Dharma.
Cinta siap menjalani hari seperti biasa ....
***
"Yuuugooo, main yuk." Keigo yang masuk ruangan tanpa mengetuk tak menarik minat Yugo untuk mengangkat kepalanya dari meja.
"Lo tiap hari main ke kantor gue, kerjaan lo di kantor gimana?" balas Yugo singkat.
"Gue Direktur Utama di JJ Property. You know what that means?"
"Lo punya tanggung jawab tersbesar di kantor Joesoef Jaya?"
"Artinya gue nggak perlu masuk kantor eight to five, Bro."
"Hati-hati nanti kontrol ke anak buah melonggar."
"Bisa nggak, nggak bawel? Gue capek nih ngegantiin lo jadi penerus Joesoef Jaya. Sejak jadi Dirut, gue nggak pernah lagi clubbing and have fun." Keigo duduk di hadapan abangnya.
Yugo berhenti bekerja, lalu menatap sang adik, "Kei, lo nggak seharusnya ngegantiin gue."
"Terus kalau bukan gue siapa? Kan kita cuma berdua," balas Keigo sambil terkekeh. Dia lalu menepuk meja dan berkata, "Don't worry, Bro, I got your back. Now, you got mine or not?"
"Jangan sampai bokap nyokap ke sini dan nyeret lo ke kantor, Kei."
"Kantor aman! Kalau nggak, gue nggak bakal keluyuran tahu. Now, let's play!"
Yugo tertawa, "Main apa sih? Gue sibuk baca laporan pitching."
"Eh, gimana tuh ngomong-ngomong?"
"Better than expected. Strategi dari salah satu perusahaan ads menarik minat gue karena itu yang selalu gue bayangin buat ada di apps gue. Tapi, gue mau lihat dulu detail strategi mereka, khususnya campaign strategy-nya."
Keigo tersenyum melihat manusia irit bicara di hadapannya mendadak punya banyak kata saat membahas tentang usaha yang dirintisnya seorang diri itu. Semangat Yugo dalam mengelola perusahaan membuat Keigo merasa bahwa keputusannya untuk mengambil alih bisnis keluarga adalah pilihan yang tepat.
"Hape lo sini. Gue mau nyari cewek," ujar Keigo.
"Lo udah tunangan, Kei."
"Buat lo, Go. Gue mau 'mencari cinta' buat abang gue," ujar Keigo sambil memperbaiki ucapannya agar tak diprotes lagi.
Yugo tertawa, lalu mengeluarkan ponselnya. Keigo lebih berpengalaman untuk urusan perempuan sehingga ia menjadikan adiknya itu sebagai penyeleksi di madam rose.
Keigo pun bersemangat membuka aplikasi kencan online itu. Sayang dirinya sudah bertunangan. Ia dapat membayangkan serunya mengobrol dan berkencan dengan perempuan-perempuan cantik dan menikmati kencan tanpa terikat. Sebelum memantapkan hati dengan tunangannya, Keigo memang sangat menyukai kegiatan kencan.
Pria itu pun beberapa kali menggeser foto beberapa perempuan ke kiri, lalu berhenti di sebuah foto perempuan yang sedang tertawa lepas tanpa menatap ke arah kamera.
"Ini gimana?" tanya Keigo sambil memperlihatkan layar ponsel kepada pemiliknya.
"Hm, ketawanya kelebaran," jawab Yugo.
"She's happy."
"Gue nggak butuh overload happiness dari cewek. Kasih gue yang wife-material, Kei."
Keigo kembali mencari-cari, "Kalau ini gimana?"
Yugo kembali memeriksa, lalu mengerutkan dahi, "Kalau itu kayaknya emang udah jadi someone's wife deh. Look at her finger."
"Aksesoris aja kali."
"Cari yang aman aja deh, Kei."
"Lo maunya kayak apa sih?"
"Hmm ... yang kesannya lembut tapi tough kali ya? Sama yang kayaknya asyik diajak ngobrol soal kerjaan "
"Go ... Go ... nyari istri apa asisten sih?" Keigo mencari-cari lalu memperlihatkan foto seorang perempuan kepada Abangnya, "Kalau ini gimana?"
Sebenarnya Keigo hanya sedang mengejek Yugo. Foto perempuan yang tengah ia perlihatkan tak beda dari foto pelamar kerja; wajah tampak depan, senyum kaku, dan latar biru. Keigo pikir Yugo akan kesal dengan pilihan yang satu itu. Pria itu bahkan bisa membayangkan dirinya tertawa sambil berkata bahwa perempuan itu cocok dengan abangnya, sama-sama kaku.
Namun, Yugo menatap serius foto yang mirip pelamar kerja itu. Setelah beberapa saat, Yugo menggeser foto itu ke kanan.
"Beneran menemukan cinta nih kayaknya," goda Keigo sambil setengah tak percaya. Namun ia mengingat kembali betapa kakunya Yugo dan berpikir, mungkin abangnya dan perempuan itu bisa cocok.
(((Bersambung)))
***
Ada yang masih ingat Dharma-nya Delish? Makin tua makin ngeselin dia tuh. Apalagi punya anak buah kayak Citra. Hahahaa ....
See you on next chapter~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top