#PeP7 - Rio Kok Jadi Baik?
"Entah pura-pura baik atau baik beneran. Aku jadi curiga."
- Karla Quenncy -
🎼
"Andreas? Ini beneran kamu?" Karla mengedipkan matanya berulang kali. Masih tak percaya dengan apa yang ia lihat.
Lelaki berpostur tubuh tinggi dengan pakaian serba putih itu berjalan mendekati Karla. Ia membawa sesuatu berbentuk persegi panjang di tangan kirinya. Tangan kanannya membelai rambut dan wajah Karla secara bergantian. Kini, ia tersenyum dan memeluk Karla. Karla hanya terdiam dan tenggelam di antara rasa bingung yang sedang menyelimuti hatinya. Perlahan, tangannya mulai membalas pelukan yang diberikan oleh lelaki yang selama ini ia tanyakan keberadaannya.
"Kamu beneran kembali untuk aku, kan? Dua tahun ... waktu yang sangat lama dan kamu bahkan ngga memberi kabar apapun." Karla terus mengungkapkan apa yang selama ini tersembunyi di dalam hati dan pikirannya. Namun, lelaki itu masih tetap diam. Membuat Karla semakin bertanya-tanya tentang kehadirannya.
Masih menutup mulutnya, lelaki itu meraih kedua tangan Karla dan meletakkan sebuah barang berbentuk persegi panjang yang ia bawa sejak tadi. Foto lelaki yang wajahnya tak dapat Karla lihat dengan jelas. "Apa ini, Ndre?"
Karla mendongakkan kepalanya setelah cukup lama memandangi foto itu. Namun, sosok yang sejak tadi ada di hadapannya itu menghilang begitu saja. Tanpa ada jejak. Tanpa ada kata terakhir yang terucap. Tanpa ada rasa rindu yang terungkap.
"Andreas!" teriak Karla. Ia terjaga, meninggalkan mimpi yang menimbulkan tanda tanya besar di benaknya.
"Anak cewek, dari tadi mama bangunin susah banget. Lihat! Ini udah jam berapa, Dek?" Mamanya menyodorkan sebuah jam dinding ke depan mata Karla. Ia juga mengambil selimut yang sejak tadi membalut tubuh Karla. "Bangun-bangun malah namanya Andreas yang diteriaki."
Jarum jam menunjukkan pukul 06.45 WIB. Karla menepuk jidatnya dengan bantal dan menghempaskan bantal itu kembali ke tempat tidurnya. Ia bergegas menuju kamar mandi dan bersiap-siap untuk sekolah.
"Aduh, mati lah aku kalau sampai telat. Aku sih ngga masalah tapi Mama pasti marah banget kalau aku ketahuan telat," keluh gadis yang sedang mengikatkan tali sepatunya itu.
"Karla! Sana berangkat. Memangnya kamu pikir dengan bicara terus bisa buat kamu sampai ke sekolah?"
Karla segera menyampirkan tali tas yang sejak tadi ada di sampingnya itu ke pundak dan menghampiri mamanya untuk berpamitan. Sungguh, mamanya bisa berubah menjadi tegas kalau berurusan dengan sekolah.
"Aih! Gerbangnya udah ditutup." Karla tiba di depan sekolahnya dan mendapati Pak Jalu, satpam sekolah, sedang mengusir beberapa murid yang datang terlambat. "Percuma juga kalau aku ke sana. Hmm ... tapi ngga apa-apalah, seengganya ada usaha."
Karla mulai berjalan mendekati gerbang itu. Dari jauh, mata Pak Jalu sudah membulat menatap dirinya. Seperti seekor burung elang yang menemukan mangsa empuk. Tunggu, Pak Jalu tidak sendiri, ada orang lain berseragam sekolah yang berdiri di sampingnya sambil membawa sebuah kertas catatan berukuran kecil.
"Pak, saya tahu saya telat tapi tolong bukakan gerbangnya untuk saya, Pak," pinta Karla sambil memegangi jeruji pagar sekolah.
Persis seperti apa yang diperkirakan Karla. Pak Jalu hanya menjawab dengan gelengan kepala. Meski begitu, Karla tetap merayu dan memohon untuk dibukakan gerbang.
"Sudah telat, maksa pula. Kenapa kamu bisa telat?" tanya Pak Jalu. Nadanya meninggi karena kesal dengan sikap Karla yang terus memaksanya.
"Emm ... anu, Pak ... saya abis ...." Karla menelan salivanya dengan susah payah. Memutar bola matanya, berusaha memikirkan satu alasan logis dengan cepat.
"Dia abis nganter neneknya yang sakit ke rumah sakit, Pak," sambung lelaki yang berdiri di samping Pak Jalu.
"Rio?" Karla mengucapkan kata itu pelan. Rio yang melihatnya hanya menaikkan kedua alisnya dan tersenyum.
Rio kembali berbicara dengan Pak Jalu yang sekarang sudah membalikkan badannya ke arah Rio. "Tadi guru piket titip pesan ke saya untuk murid dengan nama Karla karena sudah izin akan datang telat ke guru piket sebelumnya, Pak."
Pak Jalu akhirnya mengangguk dan membukakan pintu gerbang itu. Muka Karla berseri-seri. Sebuah senyuman menghiasi wajahnya. Senyuman yang juga membuat Rio tersenyum melihatnya.
"Yo, lo itu ngapain sih berdiri di gerbang sekolah? Jangan-jangan lo lagi bolos ya." Karla terlihat kebingungan karena lelaki itu pasti ada di mana pun dan kapan pun.
Rio tertawa kecil mendengar ucapan Karla. "Harusnya ini tugas ketua OSIS buat nyatet nama murid yang telat tapi dia belum balik jadi gue diminta gantiin."
"Oh." Dua huruf singkat yang keluar dari bibir Karla membuat Rio menatapnya dan berjalan sedikit lebih cepat dibandingkan Karla.
"Hanya itu? Lo bisa masuk ke sekolah gara-gara gue loh." Rio mengucapkan kalimat itu dengan penuh penekanan.
Karla menghentikan langkahnya kemudian menghembuskan napasnya dan melihat Rio sambil tersenyum dengan paksa. "Makasih, Rio."
"Kak Rio. Ulangi," pinta Rio.
Tanpa memedulikan perkataan Rio, Karla melengos dan berjalan melewati Rio yang masih terdiam menunggu kalimat itu muncul kembali dari mulut Karla. "Gue udah telat, bisa tambah telat kalau nurutin kemauan lo. Bye!"
"Pulang sekolah lo harus pulang bareng gue! Anggap aja ini sebagai cara lo untuk bayar utang budi karena kejadian tadi pagi." Teriakan Rio berhasil membuat Karla membalikkan badannya sesaat dan menaikkan salah satu alisnya. Merasa itu hanya sebuah akal-akalan Rio, ia pun tak menggubrisnya.
"Cuma dia satu-satunya cewek yang cuek sama gue. Udah ditolongin, bilang terima kasihnya dipaksa dulu. Hem ...." Rio membalikkan badannya untuk menuju ke kelasnya yang letaknya berlawanan arah dengan kelas Karla.
Makin hari makin aneh aja tuh orang. Dulu nyebelin, sekarang jadi baik. Entah pura-pura baik atau baik beneran. Aku jadi curiga, jangan-jangan emang dia ada maunya makanya jadi baik gini ke aku. Karla menggusarkan pikiran itu dengan tangannya dan kembali berjalan hingga tiba di dalam kelas yang kebetulan belum dimulai. "Ah, aku selamat!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top