#PeP5 - Menyebalkan!

"Sadar, Yo. Dia sama sekali bukan tipe lo."
- Rio Zakaria -

🎼

"Ada yang gercep deketin adek kelas nih," ledek seseorang yang berdiri di samping pintu kelas Karla, membuat Rio yang baru saja keluar dari kelas itu berhenti.

Rio refleks memukul bagian lengan atas Leon. "Eh, lo ngagetin aja, Yon. Sejak kapan lo di situ?"

"Ngga usah salting gitu, Yo. Gue tahu betul kalau Karla bukan tipe cewek lo, bersikap biasa aja. Atau jangan-jangan ...." Leon menggerak-gerakkan jari telunjuknya di bawah dagu Rio sambil terkekeh.

"Ih, kayak homo lo, Yon. Jijik tahu ngga, singkirin jari lo," keluh Rio sambil menjauhkan jari Leon dari dagunya. "Gue cuma penasaran aja sama itu anak kenapa belum pulang udah sore begini."

Senyum Leon semakin melebar mendengar jawaban sahabatnya. Biasanya Rio tak pernah bertingkah seperhatian itu terhadap perempuan. Kebalikannya, justru Rio yang seringkali diperhatikan oleh banyak perempuan. Rio yang merasa risih karena diledek terus-menerus itu pun memilih untuk berjalan meninggalkan Leon di belakang namun kakinya terpaksa harus terhenti ketika seseorang yang keluar dari dalam kelas itu hampir menabraknya.

"Lo ngapain masih di sini? Kan gue udah bilang kalau ngga mau lo antar pulang." Karla melihat Rio sambil merapikan rambutnya yang sedikit berantakan akibat ia berhenti secara mendadak. Ia pun pergi meninggalkan Rio dan Leon diiringi dengan suara tawa seseorang yang berada di belakangnya.

Suara tawa Leon mengeras ketika punggung Karla sudah menghilang dari pandangannya. Mendengar itu, Rio justru semakin kesal dan ingin menyembunyikan wajahnya di belakang pintu kelas. "Aih! Gue tahu apa yang ada di pikiran lo tapi itu ngga benar. Jangan berpikir kalau kebaikan gue menunjukkan gue suka sama dia. Gue itu cuma ... cuma nawarin buat basa basi doang."

"Tenangkan diri lo dulu baru ngomong, Yo. Lo salah tingkah tuh! Justru gue tertawa kayak gini juga karena lo ditolak sama cewek. Lihat aja, selama lo sekolah di sini yang ada cewek-cewek kan pada ngejar lo lah ini malah dicuekin. Gue salut sama si cewek fals." Leon masih terus tertawa sambil sesekali memukuli pundak Rio.

Rio sudah tak peduli dengan sahabatnya. Yang ia inginkan hanya satu, kejadian yang baru saja terjadi itu menghilang dari ingatan Leon. Merasa tidak ada lagi yang harus ia lakukan di sekolah, ia pun berjalan menuju ruang OSIS untuk mengambil tas yang memang sengaja ia simpan di sana. Leon yang masih tertawa dengan mata yang terpejam akhirnya membuka mata karena tak mendapat respon apapun dari Rio. Ia segera berlari menghampiri Rio ketika menemukan Rio sudah berjalan cukup jauh meninggalkannya tanpa mengucapkan satu kata pun.

Karla menyusuri lorong sekolah sambil bersenandung mengikuti alunan lagu yang terputar di ponselnya. Matanya mengamati tiap papan nama ruangan di sekolah. Ruang musik. Sebuah nama yang membuat Karla menghentikan langkah kakinya dan melepas sejenak headset yang dari tadi terpasang di telinganya.

Ia mendekati pintu ruangan tersebut dan membukanya karena kebetulan ruangan itu tidak dalam keadaan terkunci. Matanya bersinar dan mulutnya tersenyum lebar saat melihat isi dari ruangan itu. Ruangan itu terlihat seperti surga baginya. Keyboard, saxophone, piano, gitar, bass, drum, biola, serta beberapa alat musik lainnya tersusun rapi.

Karla berjalan menghampiri sebuah piano yang terletak di dekat jendela ruangan. Ia mengelus bagian atas piano tersebut kemudian meraih kursi dan mendudukinya.

"Aku ngga nyangka di sekolah kayak gini pun banyak alat musik keren. Kukira cuma ada di film-film aja sekolah yang kayak gini."

Tangannya membuka penutup piano yang sejak tadi menghalangi pandangannya untuk melihat tuts hitam dan putih yang indah baginya. Baru ia ingin mencoba memainkannya, suara pintu terbuka membuat Karla mengurungkan niatnya.

"Gue kira lo udah pulang. Lo ngapain di sini?" tanya Rio. Leon yang baru sampai langsung berdiri di dekat Rio sambil berusaha mengatur napasnya yang terengah-engah karena lari mengejar Rio.

"Loh kok ada si anak baru? Eh maaf, Karla ya nama lo? Gue lupa." Leon ikut heran karena melihat Karla di dalam ruangan itu.

"Ruangan ini terbuka makanya gue masuk ke sini untuk ngecek." Rio melanjutkan kalimatnya.

Karla menepuk dahinya dengan tangan kanannya. Duh, lupa kunci pintu jadinya begini deh. Baru aja mau nyicip main piano tapi malah ketahuan.

"Hei!" Rio menjentikkan jarinya di depan mata Karla. Menyadarkan Karla yang sedang bengong sekaligus menanti jawaban yang keluar dari bibirnya.

"Tadi gue lagi jalan dan tertarik untuk masuk waktu lihat ada ruang musik. Pengen coba main sebentar aja." Karla menopang dagu dengan kedua tangannya sambil menekuk wajahnya.

"Gue ngga tahu apa hal ini udah disampaikan waktu MOS atau belum tapi yang harus lo tahu adalah selain anggota ekskul, dilarang masuk tanpa izin ke ruangan," jelas Rio. Ia mengikuti gerakan tangan Karla dan berada tepat di hadapan wajahnya. Refleks, Karla memundurkan tubuhnya dan bangkit dari kursi.

"Cuma anggota ekskul yang boleh masuk ke ruangan? Oke, gue akan segera jadi anggota ekskul ini biar lo diem dan ngga protes," balas Karla. "terima kasih Kak Rio atas infonya."

"Yo, itu anak baru aneh banget perasaan. Kadang jadi sopan, kadang ngeselin," bisik Leon yang mengiringi kepergian Karla dari ruangan itu.

"Biarin aja, itu hidupnya. Mungkin emang punya dua sifat gitu tergantung suasana hati. Ayo keluar, mau gue kunci." Rio mengeluarkan sebuah kunci dari saku kemejanya dan menggoyang-goyangkan kunci tersebut.

Gue kenapa sih? Lihat sikapnya yang misterius gitu malah bikin gue penasaran. Sadar, Yo, sadar. Dia sama sekali bukan tipe lo. Rio menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian berjalan keluar dari ruang musik.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top