#PeP3 - Hish, Senior Gelo!
"Kalau ngantuk mah ngga kenal tempat. Kayaknya masalah banget buat lo."
- Karla Quenncy -
🎼
Hari Rabu. Masa orientasi sekolah di SMAN 188 Jakarta akan segera berakhir. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, hari terakhir diisi dengan pengenalan seluruh ekstrakurikuler yang dimiliki oleh sekolah. Karla, Monic serta murid-murid lainnya masih berada di dalam kelas sampai ada perintah bagi mereka untuk keluar dan berkumpul di tengah lapangan. Suasana riuh kelas mulai berkurang ketika kepala sekolah SMAN 188 Jakarta, Pak Sarnaba, masuk ke dalam kelas.
"Selamat pagi, anak-anak. Tidak terasa masa orientasi kalian sebagai murid baru di SMAN 188 Jakarta akan selesai. Saya harap semoga apa yang telah disampaikan di hari-hari sebelumnya terkait peraturan yang ada di sekolah dan materi dasar mata pelajaran dapat dipahami lebih baik lagi. Sebagai penutupan, saya mengundang seluruh murid baru untuk menuju ke lapangan karena sebentar lagi penampilan akan segera dimulai." Pak Sarnaba masih berdiri di depan papan tulis sambil menunggu seluruh murid berjalan ke luar kelas.
Murid-murid cewek dengan segera berlari menuju lapangan sementara murid cowok masih duduk di kursi sampai seluruh murid cewek keluar. "Anak-anak, yang tertib ya!" teriak Pak Sarnaba.
Karla dan Monic sampai di tengah lapangan. Mereka memilih untuk duduk di barisan kedua dari depan. Lapangan sudah dipenuhi dengan beberapa alat musik, seperti drum, gitar, keyboard, serta mic. Setengah jam setelah murid-murid berkumpul, seorang pembawa acara muncul untuk membuka penampilan tersebut. "Selamat pagi! Selamat karena kalian sudah melewati masa orientasi selama dua hari belakangan ini dan sekarang sampai di puncak acara. Hari ini, ada sekitar 11 ekstrakurikuler yang akan menunjukkan keahliannya di hadapan kalian. Acara ini bukan semata-mata untuk hiburan saja tetapi juga bisa membantu kalian untuk mengenal dan memilih ekstrakurikuler yang sesuai dengan bidang minat kalian. Oke, tanpa harus menunggu lebih lama lagi. Mari kita saksikan!"
Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, Karla tampak antusias untuk menyaksikan penampilan ekstrakurikuler. Jika ia harus memilih antara seni dan pelajaran, jelas ia akan dengan lantang menyebutkan seni. Darah seni mengalir di tubuhnya sejak papanya mengajari berbagai alat musik saat Karla masih berumur 6 tahun. Hingga umurnya saat ini, ia sudah bisa memainkan tiga alat musik, yaitu piano, gitar, dan biola tapi hanya satu yang selalu menajdi favoritnya, piano.
Teriakan semua murid baru di tengah lapangan menjadi semakin kencang ketika kelompok paduan suara yang didominasi oleh murid cewek itu memasuki lapangan dan mulai menyanyikan sebuah lagu dengan empat suara berbeda, yaitu sopran, alto, tenor, dan bass. Sungguh suara-suara yang bisa menenangkan hati setiap insan yang mendengarnya. Teriakan semakin ramai ketika anak-anak basket mulai memunculkan batang hidungnya. Ada seseorang yang Karla kenal. Leon. Iya, ternyata Leon adalah salah satu anggota tim basket sekolah. Di tepi lapangan, tim cheerleader juga sudah mulai menggoyangkan tubuhnya sambil berteriak untuk menyemangati para pemain basket.
"Ah, ini yang aku tunggu!" Ada senyum yang terlukiskan di wajah Karla. "Denting keyboard itu memang indah untuk didengar." Penampilan anak-anak musik membuat Karla terbawa ke dalam suasana yang indah seindah permainan mereka. Ia memejamkan matanya, tangannya bergerak tanpa ia kendalikan menirukan gerakan memainkan piano.
Monic yang berada di sebelahnya langsung menepuk pundak Karla saat melihatnya memejamkan mata. "Bisa-bisanya ya kamu, Kar. Ini lagi penampilan ekstrakurikuler eh kamu malah tidur. Begadang apa gimana sih semalam?"
"Aih! Bukan tidur Monica. Lagi enak-enak menikmati alunan musik eh malah dibuyarkan," keluh Karla. Sahabat yang berada di sampingnya hanya memunculkan senyum kudanya sambil melakukan gerakan menggaruk kepala.
"Halo semua! Kami dari Oneight Band akan membawakan sebuah lagu yang diciptakan oleh kami." Baru saja satu kalimat yang muncul dari mulutnya namun sudah berhasil membuat para murid cewek berteriak histeris mendengar dan melihatnya.
"Kar, ya ampun! Kak Rio. Itu Kak Rio kan?" Monic menunjuk ke arah seseorang yang berdiri di belakang stand mic.
Karla melirik ke arah yang ditunjuk oleh Monic. Mencoba mengingat-ingat wajah yang sejak tadi menjadi perhatian publik. Ah, sekarang ia ingat kalau orang itu benar-benar Rio. Seseorang yang sudah membuat hari-harinya di sekolah terasa semakin menyebalkan dan melelahkan.
"Ya Tuhan, Kak Rio emang pantas jadi idola banget ya. Udah jadi wakil ketua OSIS, jago menyanyi pula. Coba bayangin aja, Kar ... setiap pagi kamu bakal disambut sama suara merdunya." Monic bertindak seakan ia baru saja bertemu dengan seorang malaikat yang super sempurna di matanya.
Jika dilihat dari antusias murid baru, penampilan Rio dan teman-temannya memang berhasil meningkatkan kemeriahan puncak acara MOS SMAN 188 Jakarta. Tak ada satu pun murid cewek yang melepaskan pandangan dari dirinya. Hanya murid cowok yang sedikit demi sedikit mulai berpindah ke barisan belakang akibat tak tahan dengan teriakan maut para pengagum Rio. Karla mengakui kalau suaranya memang indah tapi baginya percuma saja jika suara yang indah itu hanya digunakan untuk berkata seenaknya terhadap murid-murid lainnya.
"Apa? Ih, males banget harus ngebayangin orang kayak dia. Iya deh iya, aku akui kayaknya dia memang jadi idola sekolah." Karla hanya berusaha menanggapi perkataan Monic. Meskipun mereka terkadang berbeda pendapat dan pandangan, tetap saja Karla selalu berusaha agar Monic bisa tersenyum senang.
"Terima kasih. Kami dari Oneight Band pamit undur diri. Sampai bertemu di acara selanjutnya!" Sebuah lambaian tangan dari Rio dan bunyi tepuk tangan mengakhiri puncak acara MOS itu.
Karla mulai berdiri untuk kembali ke kelasnya namun langkahnya dihalangi oleh Monic yang saat itu langsung memegang lengannya. "Ayo ke kelas, Mon. Udah selesai, sekarang waktunya kita pulang."
"Temenin aku ketemu Kak Rio dulu dong. Sebentar aja. Ya?" pinta Monic. Ia mulai mengeluarkan keahliannya dalam merayu. Senyum manis yang dimilikinya tak henti ia tunjukkan.
Karla mengangguk dan menunjukkan senyumnya sedikit. Lagi, membuat bahagia sahabat sendiri juga tak ada salahnya. Hanya nemenin Monic sebentar lalu aku akan langsung pulang.
Sesampainya di depan ruang OSIS, mata Karla melihat batang hidung Rio di sana. Tanpa disengaja, Rio juga menatap ke arah Karla. Keempat bola mata itu saling bertemu dalam waktu yang cukup lama hingga akhirnya Leon menepuk pundak Rio untuk menyadarkannya dari lamunan.
"Mon, aku duduk di sini aja ya. Kamu bisa kan ke Rio sendiri?" Karla memilih untuk duduk di bawah sebuah pohon rindang yang letaknya tak jauh dari ruang OSIS. Monic mengacungkan ibu jarinya tanda setuju.
Monic sudah berjalan menghampiri Rio dan sampai di hadapannya. "Kak Rio tadi keren banget. Lagunya juga ciptaan sendiri ya? Hebat!" Karla sempat mendengar sedikit pembicaraannya dengan Rio. Tak lain dan tak bukan, hanya seputar kekaguman Monic dengan Rio.
Lima belas menit berlalu dan Monic masih betah untuk berbicara dengan makhluk seperti Rio. Rasa kantuk mulai menyerang Karla. Angin yang berhembus sejuk dan suasana bawah pohon rindang yang nyaman itu sangat mengundangnya untuk memejamkan mata walau hanya sebentar saja. Perlahan, kelopak mata atas dan bawah miliknya saling bertemu. Memunculkan sebuah senyuman di wajah Rio Zakaria yang sejak tadi memerhatikannya dari jauh meskipun Monic sedang berbicara dengannya.
"Hei, Karla! Jangan tidur di situ, banyak nyamuknya. Tidur itu di rumah, enak dan nyaman." Teriakan Rio yang sekencang speaker berhasil mengagetkan Karla dan membuatnya terjaga. Masih terlihat buram, ia mendapati sosok lelaki bertubuh tinggi berjalan menghampirinya. Tidak, ia tidak sendiri. Ada seorang gadis yang berjalan bersamanya.
"Ngapain lo tidur di sini? Apa perlu gue anterin lo pulang ke rumah supaya bisa tidur di tempat yang lebih layak? Memalukan. Bisa-bisanya tidur di tempat umum." Dari suaranya, Karla sudah menebak siapa orang yang sedang berbicara dengannya.
"Maaf ya, Kak Rio," ucap Karla dengan sedikit penekanan, "kalau ngantuk mah ngga kenal tempat. Wajar aja. Kayaknya masalah banget ya buat lo."
"Mengganggu pemandangan. Ngerti?" Rio mengacak-acak rambut Karla dan kemudian pergi meninggalkannya.
"Hidupnya cuma untuk ngurusin hidup orang lain ya? Hish, senior gelo."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top