#PeP19 - Terkuak
"Gue ngga butuh orang kayak lo, Yo. Cih."
- Karla Quenncy -
🎼
"Mon, lo jatuh cinta banget sama Rio ya? Kalau gue jadi lo, udah capek duluan gue ngejarnya," ujar Leon sambil menerima beberapa lembar amplop pemberian Monic.
Monic terkekeh. Ia mengambil sisa amplop yang masih tersimpan di dalam tasnya dan memasukkannya ke dalam sebuah plastik bening yang disuguhi stiker berbentuk love, khas orang yang sedang jatuh cinta.
"Cinta itu butuh perjuangan, Kak." Tangannya menyodorkan plastik bening itu kepada Leon.
Yo, lo beruntung banget diperhatiin sama banyak cewek gini. Gue cuma bisa jadi pengantar surat mereka. Leon termenung. Jentikkan jari Monic berhasil melempar jauh pikirannya.
"Kak Rio lagi dekat sama Karla ya? Akhir-akhir ini gue lihat mereka berdua terus. Ya gue senang sih Karla bisa bangkit dari masa lalunya tapi kenapa harus dengan Kak Rio?" Monic memanyunkan bibirnya.
"Masa lalu apa?" tanya Leon penasaran. Ia menyimpan pemberian Monic di dalam tasnya kemudian duduk mendekat.
"Waktu Karla masuk sini pertama kali kan dia itu orang yang super cuek dan ngga bersemangat. Dia masih keingat mantannya yang baru meninggal dan mimpinya yang terkubur. Karla pernah kecelakaan waktu hujan, makanya sampai sekarang dia benci hujan. Dua tahun lalu," jelas Monic panjang lebar.
Leon terdiam kemudian teringat akan ucapan sahabatnya, tepat dua tahun lalu. "Dua tahun lalu? Rio pernah cerita kalau dia nabrak cewek waktu hujan, dua tahun lalu juga. Merasa cewek itu ngga kenapa-kenapa, ya dia langsung pergi gitu aja."
Sontak Leon menutup mulut dengan kedua tangannya dan menepuk keningnya dengan telapak tangan. Bego! Rio bilang kan ini rahasia yang ngga boleh gue sebar.
"Serius?" tanya Monic, kini nadanya meninggi. Rasa penasaran memenuhi hatinya.
"Lupain, Mon. Lupain. Gue mau ke Rio dulu, ngasih ini." Leon mengangkat tasnya dan beranjak dari kursi itu.
Pikiran Monic kembali ke kejadian tiga hari lalu itu. Terbesit di pikirannya untuk melakukan suatu rencana yang ia tahu pasti akan merugikan seseorang. Ia menggenggam ponsel berwarna rose gold miliknya. Memutar-mutarkannya sambil sesekali menatap layarnya. Iya ngga ya?
🌂🌂🌂
Kar, gue tunggu di Taman Spatodhea ya.
Mata Karla tak dapat lepas dari pesan masuk yang baru saja muncul di ponselnya. Pengirim pesan itu berhasil membuatnya terburu-buru. Pandangan matanya terhenti pada lelaki berjaket bomber hitam dengan kaos biru. Sebuah topi di kepala menambah nilai ketampanannya. Ia menghampiri lelaki yang sedang duduk di dekat danau itu.
"Rio!" teriak gadis berpakaian kemeja salem dan rok merah marun.
Rio menoleh. Tangannya refleks membersihkan bagian kiri bangku yang didudukinya dan mempersilakan gadis yang baru datang itu untuk duduk. "Kenapa sih lo ngga mau gue jemput di rumah aja? Kan jadi bisa langsung ke restoran."
Karla merapikan roknya kemudian duduk di samping Rio. "Males kalau Mama dan Bang Davon ngeledek mulu. Lo juga ngapain tiba-tiba ngajak gue makan siang bareng? Di restoran pula, emang lo punya uang?"
Rio tertawa kecil. "Ini ucapan terima kasih gue ke lo, Kar, udah mau bantu gue kemarin. Jalan sekarang ngga nih?"
Karla mengangguk. Melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul satu siang, ia segera mengiyakan ajakan Rio, sebelum matahari semakin terik.
Kali ini Rio tak membawa motor kesayangannya, melainkan sepeda. Saat sempat ditanya alasannya menggunakan sepeda, ia menjawab kalau motornya sedang diservis dan lagi pula mengendarai sepeda membuatnya lebih sehat.
Sepeda berwarna hitam itu akhirnya sampai di depan sebuah restoran bernama 'Eattorant'. Rio memesan sebuah menu favoritnya, nasi goreng dan susu cokelat hangat, sedangkan Karla memesan nasi cumi saos tiram yang dipadukan dengan jus mangga kesukaannya.
Seperti biasanya, mereka memilih untuk saling diam, meskipun sebenarnya mereka sudah cukup dekat dan terbiasa berbincang bersama. Nada dering pesan masuk dari ponsel Karla terdengar cukup kencang. Karla menunduk untuk membaca pesan itu.
Kar, kalau kamu lagi sama Kak Rio, mendingan waspada deh. Aku punya berita buruk. Dia yang dua tahun lalu bikin kamu celaka. Karla membatin membaca rentetan kalimat itu.
Merasa tak paham dengan yang dimaksud oleh Monic, Karla mengetikkan balasan pesan itu dengan cepat. Rio yang menyadari perubaham ekspresi Karla, langsung bertanya, "Lo kenapa, Kar? Ada masalah?"
Karla menggeleng cepat. Ia enggan menatap wajah Rio untuk saat itu. Tak lama kemudian, ponselnya berdering lagi. Masih dari pengirim pesan yang sama, Monica Santlea.
Beneran. Masa kamu ngga percaya sama aku sih? Makanya ini kukasih tahu kamu supaya jaga-jaga, takut Kak Rio punya maksud tertentu dengan cara dekatin kamu.
"Karla? Lo kenapa? Jawab gue lah. Di sini kan ada gue, gue mau kok dengar cerita lo." Suara itu terdengar kembali di telinga Karla dan membuatnya ingin meluapkan kekesalan dan kekecewaannya.
"Yo, gue mau nanya?" ucap Karla. Sedikit demi sedikit, ia mengangkat kepalanya dan menatap Rio.
"Nah gitu dong. Kan gue berasa dianggap kalau diajak ngobrol gini." Rio tersenyum tipis kemudian memangku tangannya di dagu yang membuat wajahnya berada cukup dekat dengan Karla.
Karla mengatur napasnya dan memejamkan mata sejenak. "Dua tahun lalu lo pernah nabrak ojek dengan penumpang cewek di dekat tempat Les Piano Browny?"
Mata Rio terbelalak. Ia tak mampu membalas dengan satu kata pun. Rio memundurkan tubuhnya, menempelkannya dengan sandaran kursi. Salivanya terteguk meskipun sulit. Matanya melirik ke kanan dan kiri. Sama, seperti apa yang selalu ia lakukan ketika gugup dan kebingungan.
"Lo bertingkah kayak gitu malah buat gue tambah yakin kalau orang itu beneran lo, Rio!" Nada bicara Karla meninggi. Orang-orang yang duduk di dekatnya sering kali mencuri pandang ke arah mereka berdua.
"Kar ... sumpah. Gue ... bukan ... gue," balas Rio terbata-bata. Rasanya sulit mengakui apa yang sebenarnya terjadi.
Karla menggenggam erat tali tasnya untuk meredam kekesalan yang melanda dirinya. "Percuma lo baik sama gue kalau ternyata lo itu dalang di balik semua kesedihan gue!"
Rio masih menatapnya. Bibirnya berkecumik seakan ingin meluapkan semua yang tersangkut di tenggorokannya namun ia tak bisa. Sesekali tangannya menahan tangan Karla yang berulang kali berusaha untuk meninggalkan dirinya.
Apapun yang Rio lakukan justru hanya membuat Karla semakin geram. "Gue ngga butuh orang kayak lo, Yo! Bisa-bisa lo baik sama gue gini juga ada maksud tertentu. Cih."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top