#PeP18 - Genggaman Tangan Ini, Hangat
"Karla, please kamu jangan jatuh cinta sama Rio."
- Karla Quenncy -
🎼
"Jangan-jangan kamu suka juga sama Kak Rio ...." Mata Monic membulat. Jemarinya menunjuk ke arah Karla, seakan sedang menuduhnya.
Karla menepis tangan Monic dan menggeleng cepat. Saliva yang ada di tenggorokannya kini sulit untuk ditelan. Seolah ada yang mengganjal, yang membuatnya sulit untuk berkata tidak.
Gadis itu masih saja membungkam mulutnya ketika Monic terus meledeknya. "Ngga. Ayo pulang! Besok aku harus gladi bersih untuk pentas seni."
Seketika Monic berhenti meledeknya dan terdiam sejenak. Suaranya kembali terdengar lagi, bahkan terdengar sedikit kencang. "Aku ikut ya! Mau lihat kalian sekaligus kasih semangat ke Kak Rio."
"Hmm ... ya."
Jawaban singkat itu mengakhiri perbincangan antara dua gadis yang dilanda kebahagiaan. Keduanya bergegas untuk pulang ke rumah dan mempersiapkan hari esok.
🌂🌂🌂
"Rio dan Karla, nanti kalian tampil di urutan kelima ya, setelah penampilan stand up comedy. Masuknya dari sisi kanan panggung dan keluar dari sisi kiri," jelas lelaki yang memakai kaos dan celana dengan warna senada. Ia tampak sibuk berlari ke sana kemari untuk mengarahkan para pengisi acara.
Hari Sabtu. Lapangan sekolah tampak ramai, dipenuhi dengan sekumpulan orang yang akan menunjukkan kebolehannya saat pentas seni nanti malam. Tak berbeda dengan mereka, Karla dan Rio juga nampak sibuk dengan piano dan mic miliknya.
Monica masih menunggu sahabatnya sambil duduk manis di pinggir lapangan. Matanya tak bisa lepas dari Rio yang sedang ada di tengah lapangan. Tanpa sadar, sebuah senyuman juga terlihat dari wajahnya. Kak Rio ganteng banget. Aku akan jadi cewek paling beruntung yang disukai Kak Rio.
"Oke, teman-teman. Gladi bersihnya sudah selesai. Silakan istirahat dan persiapkan diri untuk nanti malam. Semua pengisi acara diharapkan datang jam setengah enam sore ya," pinta lelaki yang berdiri di dekat panggung sambil menggenggam kertas yang bertuliskan 'JADWAL ACARA'.
Murid-murid berpencar dari tengah lapangan, termasuk Karla dan Rio. Monic melangkahkan kakinya beberapa langkah kemudian terhenti ketika mendapatkan Karla dan Rio berjalan menghampirinya. Ia berdiri di samping Rio dan memandanginya sambil tersenyum.
"Lo istirahat sana, nanti jangan telat," ujar Rio sambil memberikan sebotol minum, "ingat dresscode kita."
Rio mengambil tasnya dan meninggalkan Karla dan Monic di belakang. Sebelum ia pergi, ia sempat melemparkan senyumannya untuk kedua gadis yang berdiri di sana. Sesudahnya, Karla dan Monic juga pergi meninggalkan lapangan sekolah.
Malam itu tiba. Bintang-bintang indah memenuhi langit seolah menambah keindahan malam pentas seni di SMAN 188 Jakarta. Karla Quenncy sudah siap untuk penampilan pertamanya. Gaun berwarna merah dengan glitter emas membalut cantik tubuhnya. Sebuah tas pesta berwarna abu-abu menambah kecantikan gadis itu. Ia mengambil sebuah ponsel yang tergeletak di tempat tidurnya.
1 pesan baru.
16:00
"Kar, 20 menit lagi gue sampai di rumah lo." Mata Karla membulat setelah membaca pesan dari seseorang yang ia beri nama 'Rio Zakaria' di kontaknya.
"20 menit lagi?" teriak Karla, "acaranya bahkan masih lama. Kacau, aku bahkan janjian sama Monic."
Mata Karla mencari nama Monica di kontak ponselnya. Ia meneleponnya setelah mendapatkan nomor yang ia cari. Untungnya, Monic belum siap dan belum akan berangkat ke rumah Karla sehingga ia tidak perlu bingung dan merasa tidak enak dengan sahabatnya.
Suara klakson motor mulai terdengar di halaman rumahnya. Derap langkah kaki yang berat terdengar dari luar pintu kamar Karla. Seseorang mengetuk pintunya kemudian langsung membukanya tanpa dipersilakan.
"Abang! Adek belum bilang boleh masuk!" teriak Karla kesal.
Sudah menjadi kebiasaan Davon untuk langsung masuk ke kamar adiknya meskipun ia tidak mendapatkan izin. Lelaki itu menyandarkan lengannya di pinggir pintu yang telah terbuka setengah. Ia tersenyum nakal dan menaikkan salah satu alisnya berulang kali.
"Yayang Rio udah di depan, Dek," ucapnya.
Karla segera mengambil tas dan ponselnya. Ia berjalan ke luar kamar melewati Davon yang masih berdiri di depan pintunya. "Ngga usah pake yayang-yayangan. Geli gue." Karla melayangkan tasnya ke bahu Davon kemudian meninggalkannya di belakang.
Rio yang sudah menunggu di halaman rumah itu pun mengajak Karla untuk langsung berangkat. Motor itu melaju di tengah hangatnya senja. Hanya terdengar deru motor yang menutupi keheningan antara keduanya. Pandangan Rio lurus menatap jalan, sementara Karla menunduk, sesekali melihat ke sekitar.
Empat puluh lima menit berlalu, mereka pun sampai di sekolah. Tidak seperti yang dibayangkan oleh Karla. Pikirnya sekolah masih terlalu sepi karena acaranya masih akan dimulai beberapa waktu lagi. Nyatanya, para pengisi acara dan beberapa murid sekolah lainnya tengah mempersiapkan diri.
Rio menggandeng tangan Karla. Membuat gadis yang sejak tadi melamun itu mengalihkan pandangannya kepada si pemegang tangan. "Ayo ke sana! Lo ngapain cuma bengong di sini?" ajak Rio.
Karla yang tak menyadari apa-apa, mau tak mau mengikuti Rio kemana pun ia pergi. Mereka sudah berkumpul di belakang panggung. Tepat pukul 7 malam, sang pembawa acara mulai mengeluarkan suaranya untuk memulai acara. Murid-murid yang berdiri di sisi lapangan mulai berjalan ke tengah. Satu per satu pengisi acara mulai menampilkan kebolehannya.
"Gimana? Keren banget ya penampilan teman kita tadi membawakan stand up comedy. Sekarang kita beralih ke penampilan yang membuat malam ini makin sejuk dan indah. Rio dan Karla!" ujar gadis pembawa acara.
Musik intro Brian McKnight - One Last Cry terdengar memenuhi lapangan. Membuat semuanya menyengap dan membiarkan alunan nada itu merasuki tubuhnya.
"Indah banget ya kolaborasinya."
"Cocok juga ya mereka berdua."
"I guess I'm down to my last cry." Lantunan lagu itu mengakhiri penampilan indah mereka. Riuh tepuk tangan mengiringi berakhirnya kolaborasi itu. Kedua pasangan itu segera menuruni anak tangga panggung.
Monic yang berada di kursi penonton pun ikut beranjak dan menghampiri keduanya di belakang panggung. "Kalian keren banget!" Kedua tangan Monic melingkar di tubuh Karla, memeluknya dengan erat.
"Selamat, Kak Rio, penampilannya sukses!" seru Monic sambil menjabat tangan Rio. Rio tersenyum hangat menyambut tangan Monic.
"Makasih juga, Mon, semangatnya." Rio kemudian melepaskan tangannya dan menepuk pundak Karla. "Makasih juga buat lo udah mau gue ajak duet."
Karla hanya membalasnya dengan anggukan dan senyuman. Rio masih menatap Karla, sungguh dalam, sambil tersenyum lebar.
Tangannya masih menggenggam tangan Karla. Genggaman tangan ini ... terasa hangat. Karla membatin.
Ia bahkan tak menolak jika tangannya tenggelam di antara kedua telapak tangan Rio. Keduanya masih saling berpandangan hingga akhirnya Karla memalingkan wajahnya, menunduk. Menyembunyikan rona merah yang mulai muncul di pipinya.
"Ehem." Dehaman Monic membuat keduanya saling melepaskan genggaman tangan. "Balik ke kursi penonton yuk. Aku datang ke pentas seni bukan hanya untuk lihat penampilan dari belakang sini."
Kayaknya ada sesuatu yang disembunyiin sama mereka berdua. Tatapannya ngga seperti biasa. Apa mungkin mereka ... mengkhianati aku? Pikiran Monic melayang jauh ke sana. Membuatnya tak tenang.
Gue ngga nyangka perasaan ini benar-benar tumbuh. Lo berhasil memikat hati gue yang udah tertutup lama, Kar. Rio yang berjalan di samping Monic itu terkadang melemparkan lirikannya ke arah Karla. Gadis itu tampak tak menyadarinya.
Karla, please kamu jangan jatuh cinta sama Rio. Karla memejamkan matanya sejenak dan berusaha menggusarkan kata hatinya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top