#PeP15 - Mencoba dari Awal Lagi
"Orang sukses dan berhasil ngga akan semudah itu menyerah."
- Rio Zakaria -
🎼
Kar, thank you atas sambutan keluarga lo untuk gue tadi. Ada yang mau gue omongin ke lo. Besok gue samperin ke kelas lo ya.
Mata Karla terbelalak membaca sebuah pesan dari seseorang yang bernama 'Io' muncul di layar ponsel yang ia letakkan di samping tubuhnya. Dari membaca isi pesan itu, Karla dapat menduga kalau pesan itu berasal dari lelaki yang baru saja ikut merayakan pesta ulang tahun Karla. Namun, darimana ia mengetahui kontak Karla?
Ini Rio.
"Kan ... bener dugaanku. Dia dapat kontak LINE aku dari siapa? Padahal bukan nomorku ini yang tersambung dengan LINE. Ck." Karla akhirnya menggerakkan jemarinya di atas layar ponsel. Baru saja ia ingin bertanya tapi nampaknya lelaki itu sudah membaca kemungkinan pertanyaan yang akan diungkapkan oleh Karla.
Jangan heran. Gue dapat kontak ini dari Monic. Pokoknya besok gue tunggu di depan kelas lo. Ngga boleh nolak. Bye. Happy birthday sekali lagi.
Karla menggelengkan kepalanya, menyadari bahwa sahabatnya sering sekali memberikan info sesuatu tentang dirinya tanpa bertanya terlebih dahulu. "Kebiasaan Monic. Ya, aku ngga heran deh."
Karla menarik selimut yang sejak tadi membalut kakinya. "Ulang tahunku hari ini akan segera berakhir. Welcome, Karla yang baru."
🌂🌂🌂
Keesokan paginya, seperti yang dikatakan Rio, ia datang ke kelas Karla. Lelaki itu hanya berdiri di depan kelasnya, namun murid cewek di kelas Karla sudah berteriak-teriak melihat Rio datang.
"Duh, berisik banget. Ada apaan sih?" Karla yang sedang membaca buku mata pelajaran biologi itu merasa terganggu dengan teriakan mereka.
Salah seorang murid lelaki di kelasnya datang menghampiri meja Karla. "Kar, ada Kak Rio di luar. Nyariin lo katanya."
"Penyebab mereka teriak-teriak itu hanya Rio? Astaga, itu cuma Rio dan bukan artis internasional." Ia berkata pada dirinya sendiri kemudian melenggang menuju pintu.
"Kar? Lama banget keluarnya. Keburu masuk kelas nih," seru Rio sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Iya, maaf. Lo ada apa ke sini? Mau ngomong apa?" tanya Karla.
"Gue mau nawarin lo tampil di acara pentas seni. Gue ketua pelaksananya sekaligus tampil di acara itu. Nah, gue butuh pengiring, gue mau lo main piano dan iringi gue nyanyi." Rio menjelaskan maksud dan tujuannya menemui Karla.
Karla menatapnya sejenak kemudian memalingkan muka. "Main piano ngiringin lo nyanyi? Sepanggung sama lo? Ogah."
Rio terheran-heran mendengar jawaban dari Karla. Ia kira Karla akan langsung menerimanya karena berhubungan dengan piano. Ternyata, mengajak Karla tak semudah yang ia pikirkan.
"Kenapa? Gue pikir lo akan senang diajak main piano."
"Gue masih takut untuk tampil di depan umum lagi." Karla menunduk.
"Bukannya lo mau jadi pianis handal? Untuk wujudin itu kan harus banyak latihan," tanya Rio heran.
Karla mengangguk pelan. "Tapi terakhir kali gue tampil di atas panggung, semuanya kacau."
Rio berjalan mendekat dan menarik tangan Karla untuk duduk di kursi depan kelasnya. "Orang sukses dan berhasil ngga akan semudah itu menyerah, Kar. Jadiin itu sebagai pengalaman. Pengalaman yang akan selalu lo ingat untuk belajar menjadi lebih baik ke depannya."
"Apa lo pikir semua orang berhasil itu ngga pernah mengalami kegagalan? No. Lo salah besar. Kita cuma melihat momen keberhasilan mereka aja, padahal mereka pun pasti punya banyak momen kegagalan. Percaya sama diri lo sendiri. Itu kuncinya." Rio menutup perkataannya dengan senyuman.
Karla menghela napasnya. "Lo bisa bijak juga. Pantesan dipilih jadi wakil ketua OSIS. Oke, gue akan coba."
"Jadi, lo mau nemenin gue tampil?" tanya Rio lagi, memastikan.
Gadis itu mengangguk. Sebuah senyuman tergambarkan di wajah Rio. "Oke, mulai besok kita tentukan lagu dan mulai latihan. Pentas seni tinggal dua minggu lagi. Gue ke kelas dulu, Kar."
Rio berjalan meninggalkan Karla yang masih berdiri di depan pintu kelasnya. Kepergian Rio digantikan dengan kedatangan Monic. Ia menepuk pundak Karla dan menyadarkannya dari lamunan. Sejak tadi, tanpa sadar Karla memerhatikan Rio yang semakin lama semakin jauh.
"Kar, Kak Rio ngapain ke sini tadi? Aku baru aja selesai siap-siap biar kelihatan cantik di depan dia eh dia udah pergi duluan." Monic memanyunkan bibirnya dan melihat Karla.
"Dia minta aku ngiringin dia nyanyi buat pentas seni," balas Karla.
"Serius, Kar? Andai aku bisa main musik, pasti Kak Rio juga minta bantuanku." Monic mulai tenggelam di dalam khayalannya lagi. "Aku lihat-lihat, kamu lagi sering banget ketemuan sama Kak Rio ya. Hayo, ada apa?"
"Ngobrol biasa doang. Udah ah, capek berdiri di sini terus. Yuk masuk aja."
🌂🌂🌂
Beberapa hari ke depan, kehidupan Karla akan dipenuhi dengan momen bertemunya dengan Rio. Karla harus bertemu dengan orang yang sering membuatnya kesal itu tiap dua hari sekali. Untungnya, makin ke sini, ia makin tak menyebalkan bagi Karla.
"I don't want to run away but I can't take it, I don't understand. If I'm not made for you then why does my heart tell me that I am?" Suara itu mengalir lembut di telinga Karla. Ia bahkan tak menyangka kalau suara lelaki yang menyebalkan itu bisa berubah menjadi seperti ini.
Suasana latihan itu sungguh indah. Lancar, seperti yang diharapkan. Hari-hari berlalu, Karla menjadi semakin dekat dengan Rio. Itu sama sekali bukan keinginannya, melainkan berjalan begitu saja. Bak perkataan orang banyak, terkadang orang yang dibenci lah yang akan sering ditemui.
"Yap! Latihan terakhir kita." Rio meletakkan kembali mic yang ada di tangannya itu ke stand mic.
"Akhirnya gue bisa lepas dari lo." seru Karla sambil meregangkan jemari tangannya.
Rio menatap Karla kemudian berkata, "Kok lo malah seneng? Gue malah pengen terus-terusan kayak gini. Gue suka sama lo ... eh, maksud gue, suka sama permainan piano lo." Rio memalingkan wajahnya, ia memutar badannya sehingga membelakangi Karla.
Karla terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Rio. "Apa? Lo bilang apa tadi?"
"Ngga, bukan apa-apa. Gue suka kalau lo main piano. Tenang rasanya. Apalagi dengerin permainan piano lo saat hujan. Sempurna."
"Gue ngga suka lo bahas-bahas hujan. Gue main piano bukan untuk hujan," protes Karla.
"Sebenarnya kenapa sih lo bisa sebenci ini sama hujan?" Rasa penasaran Rio sejak dulu memang tak pernah berubah.
Karla meliriknya. "Apa masa lalu gue sepenting itu buat lo?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top