#PeP12 - Secret Admirer❤

"Melalui surat ini, aku memberanikan diri mengungkapkan kekagumanku padamu."
- Secret Admirer -

🎼

Karla meletakkan kembali pigura foto itu ke tempat semula. "Bye, Andreas." Air mata yang sejak tadi membasahi pipinya itu kini sudah kering. Momennya bersama masa lalu itu sudah berakhir.

Rasanya pedih jika harus terjebak di masa lalu yang sama sekali tak ia inginkan. Rasanya percuma juga terus memikirkannya yang tak lagi ada di dunia yang sama. Sejenak, Karla berpikir tentang masa depannya yang tetap harus ia jalani tanpa hadirnya Andreas.

"Kalau dulu, aku berusaha keras menjadi pianis handal berkat dukungan Andreas. Sekarang, aku akan coba lagi demi Andreas sebagai persembahan terakhir untuknya."

Oke, aku udah memutuskan.

🌂🌂🌂

Pagi yang cerah itu disambut dengan gadis yang tengah memakai seragam putih abu-abu dan berjalan dengan gembira. Tidak seperti biasanya, hari itu Karla memancarkan indah senyumannya kepada banyak orang. Beberapa dari mereka ada yang membalas senyum Karla, namun beberapa justru heran melihat perubahan sikapnya.

Tangan Karla menggenggam sebuah lembaran putih yang diberikan saat hari terakhir MOS. Bagian atas kertas itu bertuliskan 'FORMULIR PENDAFTARAN EKSTRAKURIKULER SMAN 188 JAKARTA'. Kakinya melangkah dengan pasti menyusuri lorong sekolah. Menuju sebuah ruangan dengan pintu berwarna cokelat yang terbuka setengah.

Karla menarik napasnya dalam-dalam sebelum akhirnya masuk ke ruangan itu. Seorang gadis berkacamata yang berdiri di dalam sana melemparkan senyumnya dan menghampiri Karla.

"Halo! Butuh bantuan?" tanyanya.

Karla mengangguk kemudian menyodorkan kertas yang digenggamnya. "Ini."

"Oh, kamu anak baru ya? Jadi kamu mau gabung di ekstrakurikuler musik?" Gadis itu memastikan pilihan Karla lagi.

Karla mengangguk kembali dengan penuh antusias. Matanya memandang gadis itu dengan sangat dalam. Dari tatapannya, semua orang akan tahu kalau Karla menantikan sebuah keputusan dirinya akan diterima atau tidak.

"Kamu inginnya main alat musik apa?"

"Piano, Kak," jawab Karla segera.

Sekarang berganti, gadis itu yang memanggutkan kepalanya. "Pas! Kami memang kekurangan orang yang bermain piano. Selamat datang ya di tim musik." Ia mengulurkan tangannya ke hadapan Karla.

Senyum Karla tergambar di wajahnya. Tangannya langsung menjabat tangan gadis berkacamata yang masih belum ia ketahui namanya.

"Ah iya, kamu bisa panggil aku Cherry," jelasnya.

"Makasih Kak Cherry. Kalau gitu, aku balik ke kelas dulu." Karla berpamitan sambil melambaikan tangannya sesaat.

Yes! Satu jalan terbuka untuk lebih dekat menuju gelar pianis handalku. Andreas, tunggu aku menunjukkan semua ini ke kamu.

🌂🌂🌂

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu itu semakin lama semakin keras. Mengganggu sekumpulan orang yang sedang berkumpul di dalam ruangan itu. Seseorang memutuskan untuk membuka pintu dan menguak siapa pelakunya.

"Leon? Lo bisa ngga sih ketuk pintunya pelan aja? Kita lagi rapat di dalam," protes Rio setelah melihat ternyata sahabatnya yang sejak tadi membuat kebisingan.

Mata Leon terbelalak. Ia tidak tahu sama sekali kalau ternyata anak OSIS sedang berkumpul untuk mengadakan rapat. "Eh, maaf, Yo. Gue ngga tahu kalau kalian lagi rapat. Kirain lagi ngumpul biasa aja. Pantesan ini sepatu rame banget di depan pintu. Gue cuma mau ngasih ini."

Sebuah kotak berukuran kecil dengan surat di atasnya diberikan kepada Rio. Rio menerima dan memandanginya sesaat. Tidak ada nama pengirimnya, baik di surat maupun kotak hadiah. Hanya ada tulisan 'Secret Admirer' yang diikuti dengan lambang love yang dibuat sendiri oleh pengirimnya.

"Makasih, Yon! Gue mau lanjut dulu nih supaya ngga terlalu sore pulangnya." Rio menutup kembali pintu ruangan OSIS supaya suasana rapat kembali fokus.

"Sil, lo udah kumpulin data semua kandidat calon pengurus OSIS rekomendasian guru kan?" ujar Rio sambil merapikan beberapa lembaran kertas yang berisi data calon pengurus.

"Semua data udah gue satuin bareng sama kertas-kertas yang lo pegang tadi, Yo," balas Silvi.

Rio mengacungkan ibu jarinya. Kotak hadiah dan surat itu masih tersimpan di sampingnya. Ia mengabaikannya sejenak meskipun dalam hatinya bertanya-tanya siapa pengagum rahasia itu.

Rapat itu berlangsung cukup lama, dua jam lamanya. Semua orang yang ada di sana hanya dapat menghembuskan napas lega karena rapatnya telah berakhir. Satu per satu berpamitan pulang menyisakan pasangan ketua dan wakil ketua OSIS.

"Jri, gue bersyukur banget lo akhirnya balik ke sekolah lagi. Waktu lo pergi ke luar kota, gue benar-benar kewalahan ngurus semuanya." Rio memulai pembicaraan di antaranya.

Fajri memang seseorang yang dikenal pendiam namun tegas dalam menentukan pilihan. Semacam istilah talk less do more. Karena itulah ia bisa terpilih menjadi ketua OSIS.

"Maaf, Yo. Gue harusnya berterima kasih banget sama lo. Beruntung lo yang jadi partner gue." Fajri membalasnya sambil menutup dan mengunci ruangan itu. "Eh, gue duluan ya, Yo!"

"Hati-hati, Bro!" ucap Rio sambil berjalan menuju parkiran motornya.

Motor itu ia bawa melaju menuju rumahnya. Sesampainya di rumah, ia meraih kotak hadiah dan surat yang sejak tadi menarik perhatiannya.

Kala itu, hari pertama ku melihatmu. Ada sesuatu yang berbeda, yang terpancar dari dirimu. Senyummu, tatapanmu, suaramu. Semua mampu membuatku terus membayangkanmu. Meski kucoba untuk melawan rasa ini, tetap saja rasa ini tak akan hilang. Melalui surat ini, aku memberanikan diri untuk mengatakan kekagumanku padamu.

Secret Admirer ❤

"Bahkan isi suratnya pun ngga ada nama pengirimnya? Keter—" Suara Rio terhenti ketika seseorang merampas lembaran itu dari tangannya.

"Sudah berapa kali Papa bilang? Jangan pacaran dulu sebelum kamu membuktikan diri menjadi orang yang berhasil! Pacaran itu bukan main-main, Io!" Suara lantang lelaki itu memenuhi ruang tamu di rumah Rio.

Rio akhirnya berdiri dari sofanya. Ia menatap mata lelaki itu dengan berani. Tangannya berusaha merebut kertas miliknya dari tangan papanya.

"Papa apa-apaan sih? Ini bahkan bukan surat cinta dari pacar. Lagi pula kenapa aku selalu dikekang dalam melakukan segala hal?"

"Bukan pacar apanya? Siapa lagi yang akan buat tanda love seperti ini kalau bukan pacar? Papa lebih banyak tahu tentang ini daripada kamu!" Lelaki itu tak mau kalah bicara dengan Rio. Suara bass miliknya semakin terdengar kencang.

Rio mendengus kesal. Ia mengepalkan kedua tangannya. "Simpan aja kertas itu. Papa memang ngga akan pernah bisa menjadi seperti Mama, yang selalu percaya aku dan bukan curiga!"

Rio mengambil jaket miliknya dan bergegas menuju motor kesayangannya. Entah kemana Rio akan pergi. Namun, yang jelas cara paling ampuh untuk meluapkan kekesalannya adalah melarikan diri dari rumah.

Papanya hanya mendapati punggung Rio yang semakin lama menjauh. Ma, apa Papa salah bersikap keras demi menjaga satu-satunya harta Papa ini? Papa sayang kamu, Io, bukan seperti yang kamu kira.

"Apa sih yang sebenarnya Papa mau? Gue hidup begini kayak semuanya dia yang ngatur," keluh Rio sambil memukul setang motornya.

"Surat itu? Apa Karla yang mengirimnya? Mungkin dia gengsi untuk menulis namanya." Rio menghentikan motornya sejenak, ia tersenyum tipis. "Karla ... Karla ... lucu amat lo pakai cara kayak gini. Ngomong-ngomong, sekarang gue harus ke mana ya? Rumah Leon kali ya? Setidaknya sampai kekesalan gue reda, baru gue akan pulang."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top