#PeP10 - Cobaan Macam Apa Ini?
"Aku ngga mungkin berhasil tanpa latihan."
- Karla Quenncy -
🎼
Karla memandangi foto Andreas yang selalu ia letakkan di samping tempat tidurnya. Tangannya mengelus wajah lelaki yang sedang tersenyum itu terus-menerus. Pikirannya melayang ke kejadian dua tahun lalu. Kejadian yang sampai saat ini tak bisa luput dari benaknya.
"Sebentar lagi hari itu tiba. Semangat, Karla! Kamu pasti bisa. Banyak orang yang mendukungmu. Mama, Bang Davon, terlebih Andreas." Karla menyemangati dirinya.
Matanya beralih melirik kalendar. Lima hari menuju tanggal yang sengaja ia lingkari dengan spidol berwarna merah.
"Dek! Ayo cepat berangkat. Lima belas menit lagi lesnya mulai loh. Kasihan Andreas udah nunggu dari tadi," seru wanita paruh baya yang dipanggilnya mama.
Tanpa menanggapi pembicaraan mamanya, Karla langsung keluar dari kamarnya dan menghampiri wanita yang tengah duduk di sofa ruang tamu.
"Kamu ini mau les, Dek, bukannya mau kencan. Lama banget dandannya," ledek mamanya sambil menerima tangan Karla yang hendak berpamitan.
Karla memanyunkan bibirnya. "Ih, Mama. Malu, ada Andreas."
"You're beautiful, even without make up." Lelaki yang juga duduk di sofa itu akhirnya angkat bicara. Matanya bersinar, senyumnya terpancar memandangi gadis kesayangannya.
Karla terdiam dan memandangi Andreas. Sontak, keempat mata itu saling bertemu dan hanya diiringi ledekan genit dari mamanya. "Udahan dulu romantis-romantisnya, tambah telat loh."
Karla salah tingkah. Ia segera mengambil sepatunya dan berpamitan dengan mamanya. Andreas menggandeng tangan Karla seusai ia mengenakan sepatunya. Dibukakannya pintu sisi kiri mobil berwarna putih. Mobil itu pun melaju dengan kecepatan tinggi mengingat les Karla yang sudah mau mulai dalam waktu dekat.
"Makasih, Ndre. Hati-hati pulangnya!" seru Karla sesampainya di depan tempat les.
Andreas mengangguk pelan dan tersenyum namun seketika senyumnya menghilang. "Tapi maaf nanti aku ngga bisa jemput kamu. Aku harus jemput Papa di bandara."
Karla mengacungkan jempolnya kemudian melambaikan tangan kanannya dan segera berlari masuk ke dalam gedung dengan tulisan Les Piano Browny. Mobil putih itu pun melaju jauh meninggalkan gedung.
"Adik-adik, hari ini kita akan belajar lagu baru ya. Judulnya 'Clair de Lune'. Partiturnya ada di depan piano kalian masing-masing, ya."
Setiap harinya Karla selalu melatih kemampuannya dalam memainkan beberapa instrumen lagu menggunakan piano. Les piano itu hanya memakan waktunya selama tiga jam, selebihnya Karla melatihnya sendiri di rumah.
Tiga jam bagi Karla bukanlah waktu yang panjang jika harus dihabiskan untuk bermain piano. Setelah les itu selesai, Karla harus memesan ojek online supaya ia dapat pulang ke rumah.
Sepuluh menit menunggu, akhirnya yang ditunggu pun sudah tiba di depannya. "Mbak Karla? Tujuannya Jl. Jagakarsa Raya ya?"
Karla mengangguk. "Iya, Mas."
Langit sudah mendung, rintik hujan mulai turun membasahi motor dan tubuh Karla. Laju motornya melambat. "Mbak, ini hujan. Saya lupa bawa jas hujan. Mbaknya mau neduh dulu atau terobos aja?" tanya pengendara ojek itu.
"Terobos aja, Mas, biar cepat sampai," pinta Karla tanpa berpikir panjang.
Motor itu masih melaju di jalanan yang sudah mulai basah dan licin karena hujan. Abang ojek pun terlihat kesulitan melihat dari helm yang mulai basah dan mengembun. Namun, ia tak peduli. Yang ia lakukan adalah fokus mengendarai motornya supaya penumpang bisa sampai ke rumah dengan cepat.
Tin! Tin!
"Aw!" Rintihan itu menggema di tengah derasnya hujan. Karla memegangi tangan kanannya yang terasa ngilu karena tertindih oleh tubuhnya, sementara abang ojek itu berusaha membangunkan kembali motornya.
"Hei! Kalau jalan itu lihat-lihat, jangan nyebrang seenaknya! Tanggung jawab dong, Mas!" Pengendara itu berteriak kesal. Ia tak terima sama sekali dengan lelaki yang baru saja mencelakai dirinya dan gadis yang menjadi penumpangnya.
Karla hanya melihat lelaki itu dari belakang, mengendarai motornya dengan laju tinggi sambil sesekali menoleh ke belakang. Pengemudi ojek itu membantu Karla berdiri dan berencana untuk membawa Karla ke rumah sakit terdekat karena bagaimana pun juga ia menganggap Karla menjadi tanggung jawabnya.
Mamanya dan Davon langsung menghampiri Karla setelah Karla menghubunginya. Dengan gelisah, mereka berdiri di samping tempat tidur Karla.
"Karla harus istirahat maksimal selama seminggu, jangan lakukan kegiatan yang terlalu berat supaya kondisi tangannya cepat pulih," nasihat dr. Yunita, "saya permisi dulu ya."
Mamanya mengangguk pelan. Ia melihat wajah Karla yang sedih sambil memegangi tangannya. Tangan mamanya mengelus lembut rambut Karla.
Bunyi ketukan pintu membuat ketiganya menoleh ke arah pintu masuk. Andreas berlari masuk setelah melihat Karla masih terbaring di sana. "Kamu ngga apa-apa? Maaf aku ngga bisa jemput dan akhirnya berakhir kayak gini."
Karla menggeleng lemah. Andreas menggenggam telapak tangannya. "Ndre, bantu Karla siap-siap pulang ya. Gue mau nyalain mobil dulu," pinta Davon.
🌂🌂🌂
"Aku ngga mau kehilangan kesempatan. Ini kompetisi pertamaku. Bagaimana pun juga aku mau berhasil." Karla duduk di depan pianonya. Tangannya perlahan bergerak menekan tuts hitam dan putih itu secara bergantian.
Andreas melihat ekspresi seseorang yang menahan sakit. Tangannya meraih tangan Karla. "Jangan dipaksa. Aku tahu kamu pasti bisa. Kamu itu handal. Aku mau kamu menang tapi aku ngga mau kamu menyiksa diri sendiri. Kalau memang keadaan tidak mendukung, aku bisa bantu kamu di lain hari. Yang kumau, kamu cepat sembuh."
"Ngga, Ndre. Masih banyak yang harus kupelajari. Dan aku ngga mungkin berhasil tanpa latihan," jelas Karla, "kemenanganku akan kupersembahkan buat kamu, sesuai janjiku. Tunggu aja nanti, ya."
Andreas tersenyum. Ia sangat paham dengan sifat kekasihnya yang sangat keras kepala dalam mencapai keinginannya. "Memilikimu di dalam hidupku udah cukup menjadi kemenangan terindah."
Lagi. Lelaki romantis itu tak pernah kehilangan akal untuk mengucapkan ribuan sajak dan kata manis. Meski ia sudah mengucapkannya berulang kali, Karla masih tetap saja terbuai mendengarnya.
"Ayo, kita mulai lagi. Pelan-pelan aja." Tangan Andreas mendarat di tuts hitam dan putih yang ada di hadapan Karla, berlagak bisa memainkannya.
Thank you, Ndre. Selalu ada untuk mendukungku.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top