Part 3
"Siapa cewek yang jauh lebih sexy dari pada Mia menurut lo?"
Adrian menggeleng pelan. Tak menemukan jawaban atas pertanyaan yang dilayangkan Dika. Membuat si lelaki dengan rambut gondrong sampai bahu itu berdecak kasihan.
"Kasihan banget adik gue satu ini," kata Dika dengan wajah mengasihani. "Cuma karena benci dibilang belum move on sampe bilang ada pacar segala."
"Ya mau gimana lagi, harga diri gue bisa terluka kalau sampai kelihatan belum move on." Adrian menghela nafas pendek. "Makin gedek lagi liat dia ngusap-ngusap perutnya. Dia kira ngusap perut depan gue gitu bakalan bikin gue sakit hati apa?"
"Emangnya nggak sakit hati?" sahut Dika.
"Nggak. Biasa aja gue mah," jawab Adrian sebelum meraih orange juice di depannya.
Dika menyunggingkan senyum miring. Tahu kalau adik laki-lakinya itu sedang berbohong. Sudah jelas-jelas terlihat di wajah Adrian kalau dirinya masih sangat sakit hati dengan pengkhianatan Mia. Fakta bahwa kepala editor majalah terkemuka itu mendatanginya sepulang kerja adalah bukti.
Sikap Adrian yang susah bersosialisasi membuatnya tak memiliki banyak teman. Karena itu terkadang Dika harus rela menjadikan dirinya sebagai tempat sampah untuk kekesalan adiknya.
Dika mengeluarkan rokok dari saku celana, mengeluarkan satu batang lalu menyelipkan di sela bibirnya. Menyulut ujungnya dengan korek api kemudian menghisap pelan. Seketika aroma rokok memenuhi indra penciuman Adrian.
"Gini ya jadi duda, bisa bebas ngerokok di rumah sendiri," sindir Adrian. Karena dulu sewaktu masih memiliki istri, Dika sama sekali tak menyentuh rokok. Alasannya jelas karena dia dilarang oleh mantan istrinya.
"Dari pada duda, gue bakalan lebih seneng lo sebut single."
Dika membentuk huruf O dengan mulutnya, memberikan jalan keluar untuk asap rokok yang membuat Adrian langsung batuk-batuk.
"Wah gila lo," kesal Adrian. Dia meraih bantal sofa sebelahnya lalu melemparkannya pada kakak gilanya itu.
Mereka sedang berada di rumah Dika yang jaraknya hanya sepuluh menit dari rumah orang tua mereka. Adrian sengaja mampir lebih dulu untuk mendapatkan solusi, tapi sepertinya dia salah waktu. Kakaknya itu sama sekali tak memberikan solusi apapun meski dia sudah disini selama satu jam lebih.
"Sudah sana pergi dari sini, cari cewek yang sexy untuk lo bawa ke pernikahan Mia minggu depan," usir Dika. Kakinya terangkat mendorong lutut adiknya.
Adrian menyandarkan tubuh pada punggung sofa. Menengadahkan kepala sehingga matanya bisa melihat langit-langit ruang tengah rumah Dika. Kalau dipikir-pikir, semenjak menikah kehidupan Dika sebagai dokter tetap berjalan dengan baik-baik saja. Dika juga jadi lebih sering mengunjungi orang tuanya dibanding dulu sewaktu masih memiliki istri.
Adrian pun juga merasa demikian. Saat masih bersama Mia, dia menjadi jarang menghabiskan waktu dengan keluarga.
"Kalau gue pikir-pikir apa enaknya punya pasangan, ya? Liat, kita aja yang udah tulus malah disakiti dengan perselingkuhan."
"Diem goblok, lo buka luka lama gue," seru Dika kesal.
Adrian terkekeh. "Sorry."
"Eh, tapi seriusan gue harus nyari cewek sexy di mana? Gak ada teman gue," kata Adrian kebingungan sendiri. "Cewek di sekitar gue ya cuma ada si Elsa doang sekarang."
"Elsa?" tanya Dika dan Adrian mengangguk. "Kalau begitu bawa aja dia. Cantik gitu anaknya nggak bakalan malu-maluin. Kasih aja baju bagus pasti bakalan lebih cantik dari Mia."
***
Mengikuti saran dari kakaknya, keesokan harinya Adrian langsung datang ke Kafe Leo tanpa mengatakan apapun pada Elsa.
"Di mana Elsa?" tanya Adrian pada Leo yang berdiri di meja kasir.
Yang ditanya menunjuk pada pintu masuk dengan dagunya. Adrian langsung berbalik dan menemukan Elsa yang baru saja memasuki Kafe.
"Heh, sini lo. Gue perlu ngomong sama lo," kata Adrian tanpa basa-basi. Ia bahkan langsung menyeret Elsa untuk menaiki tangga menuju lantai dua.
"Ada apa, sih? Lo nggak bilang bakalan dateng kesini hari ini," seru Elsa bingung.
Elsa nemekik pelan ketika tubuhnya tiba-tiba di dorong ke railing pembatas. Matanya melirik kecil ke ke lantai bawah yang cukup banyak motor terparkir di sana. "Lo nggak ada niatan buat bunuh gue kan, Kak?"
"Jadi pacar gue, El."
Deg!
Jantung Elsa rasanya seperti dipukul dengan keras. Kakinya melemas sampai Elsa hampir saja jatuh terduduk kalau saja Adrian tidak memegangi lengannya dengan kuat. Apa-apaan si Adrian ini?
Datang tanpa kabar lalu mengajak menjadi pacar. Kenapa? Apakah dia tahu kalau Elsa selama ini diam-diam menyukainya? Jadi, Adrian yang sadar langsung mengajaknya pacaran?
Tidak. Jangan berspekulasi.
"Maksud lo apaan sih?"
"Jadi pacar gue, pura-pura jadi pacar gue lebih tepatnya," jelas Adrian.
Pundak Elsa yang tegang langsung meluruh lemas. Beruntung dia tidak terlalu berharap sebelumnya. Jadi, sakit hatinya tidak begitu perih.
"Pacar pura-pura?"
Adrian mengangguk. "Iya, lo harus dateng ke pernikahan Mia sebagai pacar gue minggu depan."
Elsa memutar bola matanya malas. Ternyata dirinya sedang dimanfaatkan. "Kenapa harus gue?"
"Karena lo cantik," jawab Adrian cepat.
Mulut mungil Elsa terbuka sedikit. Kalau ingin meminta bantuan padanya langsung lakukan saja, tidak perlu mengatakan sesuatu yang membuat Elsa baper. Karena baper sendirian itu tidak enak, rasanya tidak nyaman.
Elsa mendorong bahu Adrian sampai lelaki itu mundur dua langkah. "Cari yang lain aja deh, yang lebih cantik dari gue banyak kok."
Elsa tidak mau terlibat dengan urusan percintaan Adrian, dia tidak mau merasakan rasa sakit yang lebih besar dibandingkan memendam perasaannya sendiri. Namun, Adrian sepertinya memang tipe lelaki yang tidak peka. Pria itu masih kekeh dengan kehendaknya sendiri.
"Jangan gitu, bantuin gue lah. Lo kan tahu cuma lo doang yang selama ini ada di sebelah gue," ujar Adrian dengan wajah memelas. "Gue udah ngorbanin waktu makan siang demi bisa ketemu lo, ya kali lo nolak bantuin gue."
Elsa menatap wajah Adrian cukup lama. Kemudian menggeleng dengan tegas. "Gue nggak mau."
Gadis dengan kaos putih tulang itu berniat melangkah menuju lantai satu. Dia sudah terlambat sepuluh menit dan juga sudah ditahan selama beberapa menit lagi oleh Adrian. Entah hukuman apa yang akan diberikan Leo padanya setelah ini.
"Gue bakalan bayarin uang kos lo selama satu tahun," kata Adrian cepat.
Elsa yang sudah akan menginjak tangga berhenti. Meneguk ludah dengan susah payah. Dibayarin uang kos selama satu tahun penuh itu sama saja dengan sebuah keberuntungan bagi Elsa.
Merasa tawarannya kurang, Adrian kembali berkata, "Hutang biaya UKT lo selama ini juga bakalan gue anggap lunas."
Mata Elsa melebar. Tentu tak akan menolak kalau tawarannya sudah sebegitu besar. Persetan dengan sakit hatinya ketika nanti Adrian akan mengobrol atau memberikan tatapan penuh cinta pada Mia. Dia bisa menahan itu semua, lagipula cuma satu hari saja.
Jadi, sepertinya memang tidak masalah.
Elsa memutar tubuh, berjalan menghampiri Adrian yang masih menunggu jawabannya dengan tak sabar.
"Tolongin gue, ya? Sekali ini doang," mohon Adrian dengan wajah melas.
Elsa bergumam pelan, pura-pura berpikir.
"Gue harus pakai baju apa ke pernikahan mantan lo nanti?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top