✨ Bab 27 : Nyaman ✨

Aila menatap langit-langit kamarnya berwarna biru yang merupakan warna favoritnya, ia memikirkan kejadian tadi pagi yang membuat dirinya bertanya-tanya ada dengan sahabatnya, Tiara.

Semakin hari, Aila merasa sikap sahabat baiknya tersebut semakin aneh atau hanya perasaannya saja. Lagian mereka akhir-akhir ini jarang pergi ke kantin untuk makan bersama, sejak Aila di dalam pengawasan Alfan.

Berbicara soal kakak seniornya itu Aila teringat apa yang dikatakan oleh Alfan sewaktu di UKS. 'Menangislah jika kamu ingin menangis, tertawalah jika kamu ingin tertawa. Lepaskan semua emosi yang kamu punya, jika itu membuat hatimu lega'.

Mengingat hal itu saja sudah membuat Aila senyum-senyum sendiri, walau hanya kata-kata itu sangatlah berarti baginya, ia merasa tidak sendiri lagi. 

Entah kenapa Aila merasa nyaman setiap kali berada di dekat Alfan, akan tetapi di saat yang sama ia juga takut, jika Alfan mengetahui perilaku buruknya apakah Alfan akan menjauh darinya atau yang lebih buruknya lagi melihatnya dengan pandangan mengganggu atau menjijikkan, Aila tidak sanggup jika diperlakukan seperti itu.

Aila tengah dilema dengan pikirannya sedangkan Alfan, sedang bermain video game sambil sesekali tertawa terbahak-bahak.

"Woi, Fan! Lo curang pasti," kata Alan dengan wajah tampak cemberut.  Bibirnya mengerucut lucu sehingga membuat Alvin tidak berhenti tertawa dan Alfan menatap datar kedua temannya itu. 

"Lah? Kok curang, lo aja tuh yang gak terima kekalahan," balas Alfan tidak terima dituduh curang.

"Btw, pas pelajaran pertama lo kemana, Fan? Gue gak liat lo masuk ke dalam kelas, padahal lo udah datang pagi," tanya Alvin penasaran.

"Hmm, jam pertama gue di UKS!" jawab Alfan.  

"Ngapain lo di UKS? Mojok ya?" tanya Alan ngasal, sambil menaik turunkan kedua alisnya, mengoda Alfan.

Alfan menatap Alan dengan wajah datarnya kemudian menjitak kepala sahabatnya itu, sehingga yang punya kepala mengaduh kesakitan.

"Adow, Fan! Udah berapa kali gue bilang, jangan pukul kepala gue yang berharga, entar kepintaran gue berkurang," kata Alan mendelik sebal sambil mengelus kepalanya yang sakit.

Alfan hanya memutar matanya tanpa memperdulikan protes dari Alan.

"Vin, lo kenapa cuma diam aja liat gue dipukul," kata Alan sambil menatap Alvin cemberut.

"Emangnya gue harus ngelakuin apa?" tanya Alvin sambil menatap Alan penuh tanda tanya.

"Belain kek!" kata Alan ngegas.

"Ogah!" kata Alvin menatap Alan dengan muka datarnya.

Alan menyentuh dadanya sambil berlagak seperti orang teraniaya oleh kedua temannya kemudian berkata dengan dramatis, "Apa salahku tuhan kenapa engkau mengirimkan dua teman lucknut kepadaku?"

Alfan dan Alvin yang mendengar itu pun hanya bisa mengelus dada dan menggelengkan kepalanya, pasrah. Punya teman kok modelnya begitu.

"Eehh, lo belum jawan pertanyaan gue, ngapain lo di UKS? Setau gue ketua OSIS gak ada kaitannya sama ruang UKS deh," kata Alan sambil meletakkan satu tangan di dagunya, bergaya seperti detektif yang ada di film-film.

"Gue nemenin Aila," jawab Alfan santai.

"Apa?" tanya Alan dan Alvin berbarengan.

"Cih, lo berdua kompak amat," dengkus Alfan kesal.

Setelah itu ia menceritakan bagaimana Aila ikut tawuran dan mendapatkan luka yang mengerikan di lengan kirinya. Tak lupa ia juga menceritakan bagaimana Cantika dan Renata, pagi tadi mencari masalah dengan Aila, sehingga luka Aila terbuka dan kembali berdarah lagi. Makanya, Alfan menemani Aila di UKS sekaligus membantunya menganti perban.

"Wahh, gue salut sama tuh cewek! Baru kelas satu udah berani ikut tawuran," kata Alan sambil menggelengkan kepalanya tak habis pikir.

"Sebenarnya ada apa sama dia kenapa tingkahnya yang bar-bar gitu? Membuat para guru angkat tangan sama tingkahnya, bahkan meminta ketua OSIS untuk mengawasi dengan ketat," kata Alvin penuh dengan tanda tanya di kepalanya.

"Sebenarnya dia cuma mau perhatian orang kedua orangtuanya," jawab Alfan menceritakan tentang apa yang ia ketahui tentang Aila.

"Cari perhatian sih boleh tapi cara dia melakukannya sepertinya tidak benar deh," kata Alvin terlihat bijak.

"Huum, sepertinya gue harus kasih nasehat sebagai kakak kelasnya," kata Alfan sambil menghela nafas.

Alan dan Alvin memegang bahu Alfan sambil berkata,"Semangat, Bro!"
...

Pagi hari di sekolah.

Aila datang ke sekolah pagi-pagi sekali. Entah setan apa yang merasukinya hingga datang ke sekolah lebih awal.

Ia duduk di bangkunya sambil merebahkan kepala ke atas meja seperti yang biasa ia lakukan.

"Wah, tumben lo datang pagi sekali, La?" tanya Bagus yang kebetulan melihat Aila duduk di bangkunya, saat setelah menanyakan hal itu, ia membulatkan matanya takut-takut melihat ke arah Aila, takut Aila tersinggung dengan pertanyaan yang baru saja ia lontarkan.

"Mati gue keceplosan. Tuhan, tolong bikin Aila gak dengar pertanyaan yang tadi," jerit batinnya.

Percuma saja berdoa karena Aila sudah mengdengar pertanyaannya, ia menegakkan kepalanya kemudian melihat ke arah Bagus sambil mengerutkan keningnya.

"Gak boleh kalau gue mau datangnya pagi?" tanya Aila sambil mengangkat satu alisnya, heran.

"Bo–Boleh, kok!" kata Bagus sedikit tergagap, sambil menyentuh lehernya terlihat grogi.

"Ya, udah kalo gitu lo diam aja, urus aja urusan lo sendiri jangan ganggu gue, oke!" kata Aila sambil tersenyum manis, kemudian kembali meletakkan kepalanya di atas meja.

"O–Oke!" kata Bagus sambil mengelap keringat yang ada di dahinya.

Tak lama kemudian bel masuk pun berbunyi dan guru yang mengajar pun masuk ke kelas dan mengumumkan bahwa sebentar lagi sekolah akan mengadakan pekan olahraga. Jadi, guru tersebut meminta sekertaris kelas menulis nama perwakilan yang mengikuti lomba kemudian di kumpulkan kepada anggota OSIS.

Setelah itu guru tersebut keluar dari kelas meninggalkan siswanya, untuk berdiskusi siapa-siapa saja yang ikut dalam lomba.

"Oke! Gue sebagai sekertaris kelas bakal nyata di papan tulis. Daftar nama-nama yang ikut lomba," kata Aila sambil berjalan menuju papan tulis kemudian semua siswa mendaftarkan nama-namanya sekaligus menyebutkan lomba apa yang mereka ikuti.

Setelah mencatat siapa-siapa saja yang akan mengikuti lomba untuk pesta olahraga, Aila berjalan menuju ruang OSIS sambil memegang kertas daftar nama-nama yang ikut lomba.

Sesampainya di depan pintu ruangan OSIS, Aila mengetuk pintu.

"Masuk," kata suara yang familiar bagi Aila, siapa lagi kalau bukan Alfan.

"Ada apa?" tanya Alfan sambil melirik kertas yang ada ditangannya Aila.

"Ini, Kak! Gue mau ngasih daftar nama-nama teman gue yang ikut lomba di pesta olahraga," kata Aila sambil menyerahkan kertas tersebut kepada Alfan.

Alfan melihat daftar nama-nama yang ikut dan tidak melihat ada nama Aila di dalamnya.

"Lo gak ikut?" tanya Alfan sambil menatap ke arah Aila.

"Enggak, Kak!" jawab Aila sambil menggelengkan kepalanya.

"Kenapa?" tanya Alfan mengerutkan kening.

"Kakak tau, kan, luka di lengan gue masih basah! Takutnya kalau gue ikut bakalan berdarah lagi," kata Aila sambil cengengesan.

"Kalau gitu lo bantu gue," kata Alfan sambil tersenyum cerah.

Aila merasakan firasat buruk saat melihat senyuman Alfan, yang terlihat secerah mentari, bikin silau.

________________✨✨✨______________

Update: Minggu, 5 Juni 2022
Pengawas: Ahzanysta

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top