✨ Bab 26 : Merasa Tersentuh ✨
Alfan dengan telaten membalut luka di lengan Aila, seperti ia sudah terbiasa dengan hal itu. Sedangkan Aila merasa tersentuh saat diberi perhatian oleh seseorang, apalagi orang yang berdiri di depannya ada ketua OSIS yang tampan dan sekaligus orang yang perhatian.
Membuat orang yang dekat dengannya merasa nyaman dan aman sekaligus merasa tenang.
Saat ini suasananya sangat canggung antara Alfan dan Aila, tidak satupun yang berniat untuk memulai bicara.
"La, Lo kok bisa dapat luka kek gini?" tanya Alfan memecah kecanggungan yang ada.
"Pas tawuran kemarin gak sengaja tergores, kak!" jawab sambil cengengesan.
Melihat Aila masih bisa menunjukkan cengengesannya, meski luka yang ada di lengannya parah, Aila tidak menangis atau pun mengeluh. Yang Aila lakukan hanya tersenyum menyembunyikan semua emosinya, sehingga tidak mudah terlihat oleh orang lain bahwa ia orang yang mudah rapuh dan hancur.
"La, gue tau ini pasti sakit! Kalau Lo mau nangis, nangis aja! Jangan ditahan apalagi dipendam, keluarkan saja, La!" kata Alfan sambil mengikat perban di lengan Aila dengan raut wajah khawatir.
Alfan sudah lama tau masalah keluarganya Aila, bagaimanapun Bu Beti sudah memberikan tahu segalanya tentang Aila di lingkungan sekolah. Akan tetapi, Alfan tidak tahu bagaimana Aila di lingkungan rumah dan keluarganya.
Itulah sebabnya, Alfan meminta seseorang untuk menyelidiki tentang bagaimana Aila di luar sekolah.
Ternyata laporan yang ia terima adalah Aila seorang anak pengusaha terbaik yang saat ini sedang naik daun. Ayah ibunya yang sibuk bekerja mengabaikan Aila sedari kecil, karena itu Aila tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya.
Makanya ia selalu menarik perhatian orang tuanya dengan cara selalu berbuat ulah seperti pergi ke club malam, merokok bahkan ikutan balapan liar.
"Kak, gue gak papa!" kata Aila sambil tersenyum sendu.
Bagaimana tidak sebenarnya ia ingin sekali menangis karena luka di dadanya, lebih perih dari pada luka yang ada di lengan kirinya.
Namun, Aila menahannya karena ia tidak boleh memperlihatkan kelemahannya di depan orang lain. Lebih baik menyimpannya sendiri dari pada mengatakannya kepada orang lain, yang hanya akan bersimpati tanpa peduli apa yang terjadi.
"Gue tau lo kuat! Tapi jika lo pendam terus itu namanya menyiksa diri lo sendiri, La! Gue pernah denger pepatah yang bilang gini, 'Menangislah jika kamu ingin menangis, tertawalah jika kamu ingin tertawa. Lepaskan semua emosi yang kamu punya, jika itu membuat hatimu lega." kata Alfan sambil mengelus dengan lembut kepalanya Aila.
Aila yang mendengar itu pun mendadak merasa tersentuh dengan apa yang dibilang oleh kakak kelasnya itu. Meskipun begitu, ia tetap tidak mau menunjukkan kelemahannya yang dirinya punya.
"Iyah, Kak," kata Aila sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, menghancurkan suasana melankolis yang tercipta.
Alfan mengerutkan keningnya saat mendengar jawaban cuek dari Aila.
"Lo dengerin, kan, apa yang gue bilang tadi?" tanya Alfan sambil memasang senyum iblis.
Aila yang melihat senyuman itu mendadak merinding seketika.
"I–Iya, Kak! G–Gue dengerin kok!" jawabannya sambil terbata-bata, gugup.
"Bagus, kalau lo dengerin. Satu lagi, kalau lo butuh teman atau tempat untuk curhat semua keluh kesah yang lo punya, gue akan selalu siap sedia buat lo. Jadi, lo jangan segan-segan sama gue," kata Alfan sambil mengacak-acak rambut Aila.
"Kak! Kakak itu malaikat ya?" tanya Aila sambil menatap Alfan dengan mata yang berbinar.
Alfan yang mendengar pertanyaan itu tercengang, wajahnya yang tampan menampilkan ekspresi yang menarik untuk dilihat. Sehingga membuat Aila yang berdiri di depannya susah payah menahan tawa.
"Kalau lo mau ketawa, ketawa aja! Jangan ditahan," kata Alfan cemberut.
Akhirnya, Aila pun tertawa terbahak-bahak sampai perutnya sakit.
"Ehem, ketawa aja terus," kata Alfan masih dengan wajah cemberutnya.
Hal itu membuat Aila berhenti tertawa kemudian berkata dengan santai, "Kak, gue cuma bercanda, kenapa muka lo bengong gitu, lucu tau."
"Udah, jangan dibahas lagi! Apa alasan lo pagi-pagi udah bikin ribut?" tanya Alfan mengalihkan topik agar wajahnya yang tampan tidak jadi bahan tertawaan adek kelasnya lagi.
Mendengar pertanyaan Alfan muka Aila yang awalnya bahagia, mendadak jadi cemberut mengingat apa yang terjadi.
Melihat wajah Aila yang cemberut, Alfan merasakan ada sesuatu yang salah.
"Lo, punya salah sama mereka?" tanya Alfan menatap Aila penuh dengan selidik.
"Gue gak punya salah apa-apa sama mereka, kak!" kata Aila dengan wajah datarnya.
"Trus ngapain mereka bikin masalah buat Lo?" tanya Alfan dengan bingung.
"Ya, mana gue tau, Kak," kata Aila menatap Alfan sambil mengangkat bahunya, "Mungkin mereka iri sama gue."
Renata yang saat itu juga berada di atas ranjang ruangan UKS mengepalkan tangannya sambil berkata dalam hati.
'Iya, gue iri sama lo! Lo walaupun gak cantik tapi bisa dekat dengan kak Alfan.'
'Lo juga bisa berbuat yang lo mau tanpa takut kena marah.'
'Sedangkan kami selalu ragu-ragu dalam bertindak dan takut kena marah, karena itulah gue benci sama lo.'
Renata yang sibuk bergelut dengan batinnya, sedangkan Alfan yang mendengar jawaban Aila memukul kepala Aila.
"Adow, kepala gue!" pekik Aila saat kepalanya dipukul.
"Mana mungkin mereka iri sama Lo," kata Alfan menatap Aila datar, padahal itu benar adanya, bahwa Renata dan Cantika selalu iri kepada Aila.
"Iyah tapi jangan main pukul juga dong, Kak! Kepala gue sakit nih," kata Aila sambil mengelus kepalanya yang dipukul oleh Alfan.
Entah kenapa sejak Alfan membantu, Aila menukar perbannya, membuat citra Alfan di mata Aila meningkatkan.
Saat mereka tengah berbincang-bincang, Tiara datang ke ruangan UKS dengan wajah panik. Tetapi, sampai di pintu UKS, ia mengepalkan tangannya saat melihat Aila berbicara dengan Alfan dengan senyum bahagianya.
Dengan senyum yang ia paksakan, Tiara masuk ke UKS.
"La, lo gak papa? Kenapa bisa tangan lo terluka gitu?" tanya Tiara saat sampai di samping Aila, ia pura-pura tidak tahu apa yang terjadi dengan Aila.
"Gue gak papa kok, Ra! Biasa lo kayak gak tau gue aja," kata Aila sambil menatap Tiara dengan tersenyum.
Entah kenapa Aila merasa ada jarak yang tidak terlihat antara dirinya dengan sahabat baiknya itu. Sering kali Aila merasa Tiara menjauhkan diri dari persahabatan mereka.
"Iyah, lo itu suka cari masalah yang gak perlu dan selalu bikin repot orang lain," kata Tiara sambil menatap ke arah Alfan.
Aila yang mendengar itu merasa ada yang salah dengan kata-katanya sahabatnya itu, saat menatap ke arah Alfan seperti mengatakan bahwa ia sering membuat Alfan repot dengan tingkahnya.
Alfan pun mengerti apa yang dikatakan oleh Tiara menatapnya dengan tatapan tidak suka, entah kenapa ia tidak menyukai orang yang mengaku sahabatnya Aila ini.
_______________✨✨✨______________
Update: Sabtu, 4 Juni 2022
Pengawas: Ahzanysta
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top