✨ Bab 22 : Masuk Kantor Polisi ✨

Saat semua orang tercengang Aila, menatap anak-anak sekolah sebelah dengan tatapan meremehkan.

"Siapa lagi? Ayo, maju! Keroco kek kalian gak pantas jadi lawan gue."

Mendengar hal itu anak-anak sekolah sebelah merasa tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh Aila.

Mereka baru tau ada cewek bar-bar di sekolah yang sudah biasa jadi langganan penindasan mereka. Sekarang giliran mereka yang ditindas, mereka tidak mau kalah. 

"Dari pada maju satu-satu mending kita keroyok aja," kata pemimpin grup sekolah sebelah, setelah melihat Bobom yang pingsan karena satu pukulan Aila.

"Oke, Bos!" jawab anggota lain serempak.

Mereka mulai mengeluarkan alat-alat berupa cangkul, pematung dan ancang-ancang untuk menyerang.

"Kak Dan, mereka bawa benda-benda tajam," kata Aila sambil melihat ke arah Danil dan anggota di belakangnya.

Saat melihat ke belakang Aila melihat kelompoknya juga mengeluarkan sejata yang sama dengan pihak yang lawanan.

"Kapan kakak menyiapkan ini semua? Kita hanya memakai dalam keadaan darurat saja," kata Aila sambil menunjukkan kepalan tinjunya.

"Okeh, La! Tapi kalau sekarang kayaknya boleh, kan?" tanya Danil sambil menyerahkan sebuah tongkat beseball yang kuat kepada Aila, menunjuk ke arah lawan.

"Terserah, Kakak! Yang penting jangan ada yang terluka," kata Aila sambil mengayunkan tokat tersebut ke udara.

Orang-orang yang melihat itu pun sedikit merinding ketika melihat Aila mengayunkan tongkat yang ada di tangannya.

"Tanpa basa basi lagi! Ayo serang mereka," kata Aila berjalan menuju anak-anak sekolah sebelah, sambil berlari membawa tongkat di tangannya.

Danil yang lainnya segera mengikuti Aila, berlari menuju anak-anak sekolah sebelah.

"Hati-hati, dengan benda tajam!" teriak Aila memperingatkan teman-temannya.

Mulai dari saat itu, terjadilah tawuran antara sekolahnya dan anak-anak sekolah sebelah. Semuanya saling pukul dan saling baku hantam.

Aila tengah dikepung oleh anak-anak sekolah sebelah yang bisa disebut teman-teman Bombom. Mereka menyerang Aila dari ke empat sisi di tambah dengan senjata tajam, kalau saja Danil tidak memberikan tongkat baseball kepadanya, ia yakin tidak akan bisa mengalahkan anak-anak sekolah sebelah.

Saat Aila fokus dengan lawannya yang berada di depan, lawannya yang berada di samping segera bertindak dengan mengayunkan pisau yang ada di tangannya dan itu mengenai lengan Aila.

Aila merasakan sedikit sakit di lengannya, tak menghiraukan luka tersebut tanpa pandang bulu Aila memukul apa yang berada di dekatnya, tidak menghiraukan lawan atau kawan, bahkan darah yang mengalir dari lengannya.

Hal itu membuat teman-temannya Aila mundur dari perkelahian, takut terkena pukulan brutal Aila. Sedangkan anak-anak sekolah sebelah menderita luka-luka ringan karena pemukulan brutal yang Aila lakukan.

"Itu cewek udah gila ya? Lengannya berdarah gitu dia malah gak berhenti."

"Bukan gila lagi, dia udah seperti monster."

"Mending gue cari lawan yang dari pada dia."

Komentar anak-anak sekolah sebelah saat melihat Aila yang semakin brutal. Saat perkelahian tengah memuncak tiba-tiba terdengar bunyi sirene polisi yang datang mendekat.

Seketika anak-anak yang ikut tawuran panik, mereka segera melarikan diri. Namun, terlambat karena polisi lebih dulu tiba di tempat kejadian dan mengepung mereka dari segala arah.

"Jangan bergerak atau kalian kami tembak," kata polisi saat melihat anak-anak sekolah yang nekat mencoba kabur dari tempat kejadian.

Satu persatu siswa sekolah mendapatkan borgol di tangannya. Aila yang sudah pucat karena lengannya banyak mengeluarkan darah menatap polisi dengan tatapan santai. Tidak ada rasa panik atau pun rasa takut sedikit pun.

"Ada apa dengan anak satu ini," batin polisi sambil memborgol tangan Aila, tidak memperhatikan luka yang ada di lengan Aila karena tutup oleh baju, yang terlihat hanya bercak darah yang sedikit menakutkan.

Setelah itu, polisi langsung membawa anak-anak itu ke kantor polisi, sekaligus menghubungi pihak sekolah, anak-anak yang terlibat tawuran.

Pak Gatot yang mendapat telepon dari kantor polisi bawah anak-anak didiknya ada di sana karena terlibat tawuran, ia dengan panik segera pergi ke kantor polisi.

Sesampainya di kantor polisi, pak Gatot kaget tidak hanya anak didiknya saja yang ada di sana, anak semata wajahnya juga ikutan, malah dia yang menjadi provokator tawuran dan yang lebih mengejutkan lagi Aila juga ada di sana dengan wajah yang terlihat pucat duduk di sudut ruangan.

"Aila? Nak, kamu ngapain di sini?" tanya Pak Gatot menatap wajah Aila yang pucat tidak menyadari luka yang ada di lengan Aila.

Aila tidak menjawab pertanyaan Pak Gatot, ia sibuk menahan rasa sakit yang ada di lengan kirinya. Yang Aila ikat dengan sobekan roknya, agar darah berhenti mengalir.

Pak Gatot tidak menyadari keanehan dari wajah Aila, memilih bertanya kepada polisi yang ada di dekatnya.

"Pak, kenapa gadis yang di sana juga ikut di bawa ke sini?" tanya Pak Gatot sambil menunjuk ke arah Aila.

"Dia juga salah satu siswa yang ikut dalam tawuran," jawab polisi tersebut sambil menggelengkan kepalanya tak habis pikir gadis sekarang suka main kekerasan.

Mendengar hal itu Pak Gatot tidak terkejut lagi karena Aila pernah memukul anaknya sampai babak belur.

Selain kepala sekolah masing-masing sekolah di panggil, orang tua dari siswa yang ikut tawuran juga ikut dipanggil ke kantor polisi.

Ibu dan ayah Aila yang mendapat telepon dari pihak polisi segera mengirimkan perwakilannya untuk mengurus Aila yang berbuat ulah, Aila hanya menatap iri anak-anak yang lain saat orang tua mereka menjemput dan memarahi mereka. Sedangkan orang tuanya hanya mengirimkan perwakilannya untuk mengurus masalah yang berkaitan dengan dirinya.

"Non Aila, sekarang kita kembali ke rumah," kata pengawal tersebut sambil membukakan pintu untuk Aila.

Aila dengan pasrah masuk ke dalam mobil dan menatap keluar dengan perasaan sedih. Masalah tawuran hari ini tidak akan masuk berita karena ayahnya sudah menyuap polisi, agar tidak buka mulut tentang tawuran yang terjadi. Ia tidak mau citranya sebagai pengusaha sukses, hancur karena perbuatan anaknya.

Luka di lengan Aila terasa semakin sakit, tapi ia tidak peduli dengan itu. Sesampainya di rumah Bi Inah yang melihat Aila pulang berantakan dan wajahnya yang pucat, bertanya dengan perasaan cemas dan khawatir,   "Non Aila, habis ngapain kenapa bajunya kotor dan muka pucat begitu? Ada yang sakit, Non? Bilang sama, Bibi!"

Bi Inah hanya memperhatikan wajah Aila yang pucat dan Aila tidak punya niat untuk mengatakan bahwa lengan kirinya terkena sayatan yang cukup dalam.

Aila hanya menatap Bi Inah sendu sambil menjawab pertanyaannya, "Gak papa kok, Bi. Aila cuma capek aja!"

"Oke, Non! Bibi, siapin air hangat buat mandi ya," kata Bi Inah kemudian ia ke dapur untuk mempersiapkan air hangat untuk Aila mandi.

________________✨✨✨______________

Update: Selasa, 31 Mei 2022
Pengawas:Ahzanysta

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top