✨ Bab 16 : Maaf ✨
Aila mengingat apa yang dikatakan oleh Alfan membuat dadanya sesak, lagian Alfan juga tidak bisa disalahkan karena tidak ada yang tau bagaimana situasi dan kondisi keluarganya.
"Sudahlah! Sejak kapan perkataan orang mempunyai pengaruh di hati gue," kata Aila sambil memandang langit yang biru.
Angin yang bertiup sepoi-sepoi membuatnya mudah untuk tertidur lagian ia juga tidak bisa tidur nyenyak di rumah. Aila pun tertidur lelap melepas penat yang ada di tubuhnya.
Pukul 15.00, Aila terbangun dari tidurnya dan turun ke bawah untuk mengambil tasnya yang masih ada di dalam kelas.
Setelah mengambil tasnya, Aila memutuskan untuk pulang ke rumah. Saat di perjalanan pulang Aila melihat Alfan di luar gerbang terlihat seperti sedang menunggu seseorang.
Aila dengan muka datarnya melewati Alfan dengan santai, pura-pura tidak melihat Alfan yang berdiri di dekat gerbang.
Alfan yang melihat Aila hanya melewatinya seakan tidak melihat seniornya yang sudah menunggu dirinya untuk waktu yang lama.
"Ini junior memang perlu diajari sopan santun," batin Alfan menjerit.
"Aila! Berhenti di sana!" kata Alfan sedikit berteriak.
Aila mendengar suara itu tidak peduli dan terus melanjutkan langkahnya, bodo amat dengan seniornya yang memanggil-manggil namanya itu siapa suruh bikin ia emosi.
"Bodo amat dah! Gua gak peduli sama tuh senior," kata Aila sambil mempercepat langkahnya, "Mobil jemputannya mana nih?"
Aila biasanya malas ke sekolah untuk membawa mobil kesayangannya, takutnya bakalan dirusak oleh sekelompok siswa yang cemburu dengan dirinya. Biasanya ia berangkat ke sekolah dengan sopir atau pun naik angkutan umum, lebih hemat uang.
Alfan akhirnya bisa menyusul Aila kemudian memegangi tas sekolah Aila sambil berkata, "Gu–Gue mau ngomong sesuatu sama lo."
Aila mengernyitkan dahinya sambil menatap Alfan penuh dengan tanya.
"Senior ada perlu apa dengan siswa yang bermasalah seperti saya," kata Aila sarkas.
"Maaf," kata Alfan langsung tanpa basa basi.
Aila yang mendengar permintaan maaf dari seniornya untuk sementara kaget dan tak percaya.
"Senior bilang apa tadi?" tanya Aila kepada Alfan, meskipun telah mendengar perkataannya dengan jelas.
"Maaf! Maaf, tadi siang gue berkata seenaknya dan gak tau masalah keluarga lo," kata Alfan sambil menundukkan kepalanya.
"Udah gak papa, kakak! Lagian gue juga lupa kok," kata Aila sambil memperlihatkan senyumannya.
"Beneran gak papa?" tanya Alfan untuk memastikannya.
"Beneran, kakak!" kata Aila sambil menunjukkan kedua jarinya.
"Okeh, kalau gitu kita bisa bicarakan tentang hukuman lo yang mencoba cabut dari sekolah," kata Alfan sambil menyeringai.
"Kak, gue, kan, cuma manjat tembok doang! Gak sampe cabut beneran kok malah lo kasih hukuman?" tanya Aila tak menduga bakalan diberi hukum olah Alfan.
"Kalau gue gak liat lo manjat tembok mungkin lo udah cabut dari sekolah," kata Alfan, "Untungnya gue liat."
Alfan berkata penuh dengan wibawa seorang ketua OSIS yang taat peraturan. Walau pun hanya memanjat tembok itu juga sudah termasuk melanggar peraturan sekolah baginya.
"Cih, merepotkan!" kata Aila sambil mendengkus kesal.
"Besok gue tunggu lo di perpustakaan sekolah jam satu siang, jangan sampe lo gak datang," kata Alfan kemudian berbalik pergi sambil tersenyum lega.
Beban yang ada di pundaknya terasa ringan dan ia pun sekarang merasa tenang, tidak ada perasaan bersalah yang ia rasakan.
Keesokan harinya jam satu siang Aila malah tidur siang di rootof sekolah, mengabaikan Alfan yang menunggunya di perpustakaan sekolah.
Setelah satu jam menunggu akhirnya Alfan masuk ke kelasnya dengan wajah cemberut.
"Adik kelas gue bener-bener mencari masalah tapi gue harus sabar," jerit batinnya kesal.
"Fan, muka lo kenapa cemberut gitu?" tanya Alan penasaran saat melihat wajah sahabatnya yang cemberut terlihat menggemaskan.
Alfan sosok yang Alan kenal adalah seorang ketua OSIS yang hangat dan selalu dapat dijadikan sarana tempat curhat yang baik, karena orangnya ramah, baik terlebih lagi bisa memberikan motivasi yang bermanfaat kepada orang yang membutuhkannya.
Alan bahkan jarang sekali melihat wajah Alfan yang cemberut apalagi marah. Jangan membuat seorang Alfan marah, kalau tidak siap dengan ceramah panjangnya yang membuat kita bosan mendengarkannya atau juga hukuman yang dia berikan tidaklah tanggung-tanggung. Berani melawan ketua OSIS berarti berani menghadapi resikonya.
Terkadang para anggota OSIS yang lain kagum dengan cara Alfan mengatasi masalah dengan metode yang simple, ia mampu membuat siswa yang bermasalah langsung tobat setelah diberi hukuman olehnya, itulah sebabnya banyak siswa yang takut membuat masalah saat Alfan yang menjadi ketua OSIS.
Orang yang membuat Alfan cemberut pastilah adik kelasnya yang suka bikin masalah itu. Meski pun begitu Alan tetap saja penasaran bagimana adik kelasnya yang bernama Aila itu membuat Alfan cemberut.
"Oii, Fan? Lo masih hidup, kan?" tanya Alan sambil berteriak di samping telinga Alfan, saat tidak ada respon dari Alfan.
"Masihlah bego!" kata Alfan refleks memukul kepalanya Alan.
"Lagi-lagi kepala gue yang kena pukul," gerutu Alan sebal.
"Rasaiin! Makan tuh pukulan," kata Alvin mengejek Alan.
Diantara mereka bertiga hanya Alan yang tingkatannya aneh bin ajaib, sering terkena pukulan refleks dari Alfan dan Alvin.
Kadang bisa juga menjadi ngeselin kalau ngomongin sesuatu yang sepele seperti berdebat tentang apakah bumi itu bulat? Datar? Atau lonjong? Gak penting banget.
Kepercayaan dirinya selangit, kerjaannya selalu tebar-tebar pesona kepada setiap kaum hawa tapi melihat perilakunya yang waras namun mirip orang gila. Cewek-cewek lebih memilih untuk menjauhi makluk yang berasal dari dunia antah berantah ini.
Slogan yang selalu Alan pakai adalah 'Aku makhluk ciptaan tuhan yang tampan rupawan sekaligus kece maksimal' sambil tersenyum bangga. Alfan dan Alvin sering sakit kepala melihat kelakuan sahabatnya yang satu ini.
Walau pun Alan sifatnya begitu tetapi ia tidak memilih-milih teman, sekaligus memiliki rasa persahabatan dan solidaritas yang tinggi terhadap teman atau sahabatnya.
Sedangkan Alvin adalah seorang yang tak banyak bicara, lebih tepatnya ia adalah orang yang pendiam. Ia hanya akan bicara ketika diperlukan saja, kalau tidak ia akan memilih tetap diam.
Alvin mempunyai banyak pengemar cewek yang bermimpi untuk menjadi pacarnya. Tidak seperti Alan yang membuat cewek-cewek memilih menjauh atau menjaga jarak darinya. Alvin malah sebaliknya walau mukanya datar dan terlihat dingin, akan tetapi hatinya baik dan lembut, cewek-cewek pun menyukainya. Hanya di depan para sahabatnya Alvin menujukan sifat aslinya yang sebenarnya suka ngajak ribut kalau ketemu lawan yang seimbang, Alan contohnya.
Alan dan Alvin terkadang terlihat seperti Tom and Jerry. Kadang akur, kadang saling mengejek dan yang menjadi penengahnya adalah Alfan yang memberikan bogem mentah sekaligus ceramahnya yang super duper panjang.
_____________✨✨✨______________
Update: Rabu, 25 Mei 2022
Pengawas: Ahzanysta
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top