✨ Bab 15 : Emosi ✨
"Gue Alfan, ketua OSIS. Sekarang lo udah tau siapa gue, 'kan? Ayo, lo ikut gue ke ruangan OSIS," kata Alfan sambil menarik tangan Aila tanpa menunggunya persetujuan dari orang yang ditarik.
Mendengar hal itu, Aila tidak menyangka bahwa cowok yang sedang menarik tangannya ini adalah ketua OSIS yang kemarin ramai dibicangkan oleh teman sekelasnya.
Akan tetapi, Aila sangat menyanyangkan bahwa ia kepergok ingin cabut dari sekolah oleh ketua OSIS langsung.
"Woi, mau sampai kapan lo narik tangan gue! Lepasin!!" kata Aila sambil mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Alfan.
"Kalau kagak gue tarik, entar lo kabur lagi," kata Alfan sambil terus menarik tangan Aila, meski pun yang punya tangan terus meronta-ronta, ingin di lepaskan.
Aila yang mendengar itu pun cemberut dan terus mencoba melepaskan tangannya. Bahkan ia kini menjadi pusat perhatian karena tangannya ditarik oleh ketua OSIS, yang mengacaukan rencananya.
"Huh, tuh anak pasti bikin masalah lagi."
"Cih, kenapa harus dia yang dipegang tangannya oleh ketua OSIS."
"Wadaw, ketua OSIS baru aja balik udah dapat biang masalah."
Itulah respon para siswa yang tidak terima idolanya dengan dengan Aila.
Alfan yang mendengarkan perkataan siswa lain berfikir apa yang telah dilakukan oleh Aila sepertinya satu sekolah membeci dirinya.
Sesampainya di ruangan OSIS, Alfan menyuruh Aila duduk kemudian memberinya sebotol minuman.
"Minumlah, gue tau lo pasti aus," kata Alfan sambil menyerahkan satu botol fanta ke arah Aila.
Aila menatap minuman dingin di depannya wajahnya berbinar, setelah menghabiskan banyak tenaga untuk memanjat tembok yang ada di belakang sekolah. Ia kekurangan cairan tubuhnya dan sedikit dehidrasi.
"Terima kasih," kata Aila lalu meminum fanta itu sampai tak bersisa.
"Sama-sama," balas Alfan sambil menggelengkan kepalanya menatap Aila minum.
Setelah minum Aila langsung membuang botol bekas minumannya ke tempat sampah dan Alfan takjub melihat hal itu.
"Bisa juga nih cewek menjaga kebersihan," kata Alfan dalam hati.
"Jadi, ngapain lo bawa gue ke sini?" tanya Aila duduk sambil menatap ke arah Alfan.
"Mau nentuin hukuman buat lo karena mencoba cabut dari sekolah dan melanggar peraturan," kata Alfan membuka sebuah buku yang berisi catatan siswa yang bermasalah.
"Hampir di setiap halaman buku ini nama lo semua yang tertulis di sini. Sebenarnya gue pengen tahu alasannya lo ngelakuin ini?" tanya Alfan menatap Aila penuh dengan pertanyaan.
"Lo, gak usah sok tau tentang gue," kata Aila jutek.
"Coba lo kasih tau gue deh, kenapa lo lakuin semua ini. Pasti orang tua lo sedih banget liat kelakuannya elo kayak gini!" kata Alfan yang belum tau mengenai masalah Aila di rumah, bahkan sekolah pun tidak mengetahuinya.
Mendengar Alfan membawa-bawa orang tuanya, emosi Aila yang selama ini ia simpan meledak.
"Lo, kalau gak tau tentang gue mendingan lo diam aja deh! Gak usah sok tau dan peduli sama gue," bentak Aila kemudian keluar dari ruangan OSIS dengan mata yang berkaca-kaca.
Alfan yang dibentak pun merasa bersalah karena apa yang baru saja ia katakan dan Alfan menyadari bahwa Aila paling tidak suka keluarga disebut.
"Brengsek!" umpat Aila kesal kemudian memilih untuk pergi ke rootof sekolah menenangkan diri.
Aila sangat kesal dengan orang yang tidak tahu tentang masalahnya, terkadang kebanyakan orang merasa benar padahal itu salah.
...
Alfan yang merasa bersalah mencari Bu Beti untuk menanyakan kepada beliau tentang Aila.
"Bu, apa ibu tau hubungan Aila dan keluarganya bagaimana?" tanya Alfan sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Kenapa kamu tanya itu?" tanya Bu Beti menatap Alfan heran.
Alfan pun menceritakan bagaimana Aila mencoba bolos sekolah dengan memanjat tembok belakang sekolah dan tak lupa ia juga mengatakan bagaimana reaksinya Aila, setelah ia mengatakan bahwa keluarga Aila akan sedih kalau dia terus membuat masalah.
"Ibu lupa ngasih tau kamu, Aila itu anak tunggal yang orang tuanya sibuk bekerja," kata Bu Beti menjelaskan alasan kenapa Aila marah mendengar kata-kata dari Alfan.
Sekarang Alfan tahu bahwa Aila membuat banyak masalah untuk dirinya, hanya untuk diperhatikan oleh orang tuanya yang sibuk bekerja.
"Makasih telah memberi tahu, Bu," kata Alfan kemudian pamit undur diri.
Saat menuju ke kelasnya Alfan memikirkan, bagaimana cara untuk minta maaf kepada Aila.
"Woi, Fan! Lo, ngapain bengong di pintu?" tanya Alvin sambil menepuk pundak Alfan yang kekar, saat melihat temanya bengong seperti memikirkan sesuatu.
"Lo udah kayak profesor aja, yang punya beban pikiran banyak!" celetuk Alan sambil memakan permennya.
Mendengar suara Alvin dan Alan membuat lamunan Alfan buyar.
"Gue merasa gak enak sama dia," gumam Alfan.
"Eeh? Gak enak sama siapa?" tanya Alvin penasaran.
"Ketua OSIS kita yang baik hati ada dalam masalah ya," kata Alan bergaya seperti banci minta disliding.
Alfan yang melihat Alan seperti itu dengan gerakan santai, ia memukul kepala Alan sambil memelototi sahabatnya itu dengan kejam.
Sedangkan yang punya kepala protes mengaduh kesakitan sambil mengelus kepalanya yang dipukul.
"Aah, lo gitu banget sama gue, Fan! Gue kan bercanda," kata Alan cengengesan menujukan senyum ala pepsodentnya.
"Gue serius malah kalian ajak bercanda," kata Alfan jengkel kemudian berjalan menuju kursinya.
"Iyah ada apa? Lo cerita aja sama gue mana tau gue bisa bantu," kata Alan menepuk dadanya penuh dengan percaya diri.
"Fan, kalau Lo percaya sama dia berarti rukun imam lo nambah satu," kata Alvin memukul kepalanya Alan.
Alan yang kepalanya dipukul cemberut sambil berkata, "Kalian berdua hobi banget mukul pala gue. Emangnya salah kepala gue apa?"
"Bukan pala lo yang salah tapi elonya," kata Alfan dan Alvin serempak.
"Mak, anakmu terbully oleh dua setan terkutuk ini," kata Alan memulai drama.
"Astaghfirullah, gue makan apa bisa berteman orang kayak gini," kata Alvin menggelengkan kepalanya tak habis pikir.
Sedangkan Alfan hanya diam memikirkannya cara meminta maaf kepada Aila. Alvin menatap Alfan yang terlihat sedikit bermasalah mencubit tangannya Alan menyuruhya diam.
"Fan, dia yang lo maksud tadi itu siapa?" tanya Alvin dengan serius.
"Aila," jawab Alfan jujur.
"Lo, diapain sama cewek bar-bar itu sini bilang sama gue, biar gue pukul dia," kata Alan sambil menyingsingkan lengan bajunya, sok berani.
Alvin yang greget sama tingkanya Alan memukul kepalanya sekali lagi dan menyuruhnya untuk diam.
"Emang ada masalah apa Lo sama Aila?" tanya Alvin setelah selesai membuat Alan duduk dengan diam di kursinya.
Alfan pun menceritakan kronologi kejadian yang membuatnya merasa bersalah kepada Aila.
"Gue merasa bersalah aja sama dia, gue dengan PD-nya ngomong kek gitu, wajar aja dia emosi," kata Alfan sambil menundukkan kepalanya.
"Udahlah, Fan. Apa yang terjadi sekarang gak perlu disesali, lagian kamu juga gak tau, kan," kata Alvin menghibur Alfan.
"Bener kata Alvin, Fan! Lo, kan gak tau dan maksud Lo juga baik ngomong gitu sama dia," timpal Alan yang duduk di kursinya.
_______________✨✨✨_____________
Update: Selasa, 24 Mei 2022
Pengawas: Ahzanysta
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top