TAK DISANGKA

Prilly Pov

Gue seneng banget denger telepon dari Raja. Tanpa pikir panjang gue ambil tas di mobil Gina.

"Eh, Gin bonyok gue pulang nih? Gue disuruh cepet-cepet balik. Gimana dong?" tanya gue gelisah dengan wajah bingung pada Gina.

Jujur saja, gue nggak enak kalau ninggalin mereka begitu aja.

"Terus gimana Pril? Ini juga belum selesa?" jawab Gina yang sama bingungnya dengan gue.

Wajar saja gue sangat bahagia. Karena orangtua gue selalu bekerja di tempat jauh, apalagi Papa yang harus berkeliling untuk memperhatikan bisnis kapal-kapal container yang sudah menyebar diperairan dunia. Alhasil mereka jarang pulang terkadang bisa setahun sekali pulangnya. Disaat gue sedang kebingungan, terdengan nada dering telepon berbunyi. Gue menoleh ke arah sumber suara.

Ali Pov

Saat gue dan Dimas sedang memasang ban barunya, tiba-tiba handphone gue bersuara, tanda panggilan masuk. Gue lihat siapa yang menelepon, ternyata dari Mama. Pasti nunggu gue di rumah nih? Duhhh ... gimana mau gue tinggal, ini aja belum kelar. Nghak enaklah sama Dimas, Gina apalagi Prilly. Entar dia pikir gue laki-laki yang nggak bertanggung jawab ninggalin setengah pekerjaan begini. Akhirnya gue geser tombol hijau untuk menjawab panggilan dari Mama.

"Assalamualaikum Ma, ada apa?" jawab gue hati-hati takut Mama marah.

"Waalaikumsalam, kamu di mana sih Li? Apa kamu lupa, kalau malam ini harus jemput Papa di bandara jam 9?" Tuh kan ... Mama sudah mulai ngomel.

"Iyya Ma, Ali pulang sekarang ya Ma?" jawab gue biar Mama tenang nunggu di rumah.

"Ya sudah kamu hati-hati di jalan
Assalamualaikum."

"Iya Ma, waalaikumsalam."

Telepon pun gue tutup.

"Dim, gimana nie belum kelar. Tinggal masang bautnya aja tapi Mama sudah telepon, gue suruh cepet-cepet pulang," kata gue pada Dimas yang sedari tadi menatap gue saat mengangkat telepon dari Mama.

"Ya sudah Li! Lo duluan aja," ujarnya meminta alat pengencang bautnya, "sekalian aja Pril, Lo bareng Ali. Kasihan kalau lo naik taksi sendiri malem-malam begini," imbuh Dimas yang secara tidak langsung menyuruh gue antar Prilly pulang.

Jujur, kenapa jantung gue jadi deg-degan begini ya? Aneh!

"Lah, terus lo gimana?" sahut Prilly yang justru mengkhawatirkan Dimas.

Entah mengapa ada rasa tidak rela dalam hati gue saat Prilly bicara seperti itu pada Dimas.

"Sudah tidak apa-apa, entar Dimas biar gue antar. Lo balek bareng Ali aja. Maaf ya gue nggak bisa anter lo sampe rumah Pril," ucap Gina sepertinya merasa bersalah pada Prilly.

"Nggak apa-apa Gin, justru gue minta maaf karena harus ninggalin lo di sini," ujar Prilly sambil membelai rambut Gina dan memberi senyuman termanisnya.

Sebenarnya kalau dia sedang tersenyum begitu cantik. Tapi, jarang sekali gue lihat dia tersenyum seperti itu. Kalau pas kebetulan lihat aja dapat senyuman dia.

"Beneran lo Dim, Gin? Nggak apa-apa gue tinggal?" tanya gue merasa tidak enak hati dan memastikan kepada mereka, jika gue tinggal masalah sudah dapat mereka atasi.

"Iya Li, bener nggak apa-apa," sahut Gina sambil tersenyum manis ke arah gue.

Gue balas dengan senyuman sangat tipis, karena gue merasa tidak enak hati meninggalkan mereka dalam kondisi seperti ini.

"Ya udah deh, kami duluan ya?" pamit Prilly saling menempelkan pipi dengan Gina.

Kalau gue perhatikan selama ini, Prilly itu teman yang baik dan care sama sahabat-sahabatnya. Di saat teman-temannya sibuk dengan pasangan mereka, dia bisa mengerti dan memberikan waktu untuk mereka bersama.

"Iya, kalian hati-hati ya?" pesan Dimas menepuk bahu gue dan gue pun membalas menepuk bahunya.

"Gue tinggal ya?" pamit gue.

Akhirnya Prilly pun pulang bareng gue, entah haruskah gue bahagia atau bagaimana? Gue sendiri bingung harus bersikap, tapi jantung gue makin deg-degan nggak karuan. Gue bukain pintu mobil buat dia. Tapi, kenapa perasaan gue jadi gugup kaya gini sih? Gue bersikap dingin dan cuek. Gue diem karena gue bingung juga mau ngobrol apa. Karena baru kali ini, gue berdua saja dan bisa deket sama dia. Walau kita satu kelas dan gue duduk di belakang dia, gue jarang banget ngobrol sama dia, hanya hal-hal penting dan sekadarnya saja gue bicara sama dia.

***

Author Pov

Di sepanjang perjalanan menuju ke rumah Prilly, tidak ada perbincangan di antara mereka. Hanya sekali-kali Prilly menunjukan arah rumahnya kepada Ali. Tak butuh waktu lama akhirnya mobil Ali sudah terparkir di halaman rumah Prilly. Di depan pintu rumah Prilly terlihat mama dan papanya yang sudah menanti bahkan menyambutnya dengan senyuman bahagia penuh kerinduan. Prilly begitu saja turun dari mobil tanpa berkata apa-apa kepada Ali. Mungkin dia terlalu bahagia melihat orangtuanya sekarang sudah di hadapannya, dia pun berhamburan ke pelukan papanya, dan bergantian ke pelukan mamanya.

Rizal yang menyadari bahwa anaknya tidak pulang sendiri, lalu menghampiri mobil BMW merah milik Ali. Ali menyadari papa Prilly berjalan ke arahnya, ia langsung ke luar dan menghampirinya. Ali mengulurkan tangannya, untuk berjabat tangan Rizal. Namun Rizal mengerutkan keningnya dan seakan-akan di dalam benaknya banyak pertanyaan. Ali yang salah tingkah saat diperhatikan seperti itu, hanya dapat melemparkan senyuman termanisnya. Rizal pun akhirnya menjabat tangan Ali, dengan sekejap Ali langsung mencium punggung tangan Rizal.

"Siapa namamu, Nak?" tanya Rizal yang masih penasaran kepada Ali.

Ternyata selama dia jauh dari putrinya, banyak hal yang ia lewatkan.

"Maaf Om, nama saya Ali. Teman sekolah Prilly, maaf tadi di jalan Prilly ada sedikit masalah. Ban mobil temannya bocor dan tidak sengaja saya lewat, akhirnya sekarang Prilly pulang bersama saya," jelas Ali panjang lebar tanpa Rizal memintanya, hingga membuat Rizal terkekeh kecil.

"Tidak apa-apa, yang penting anak Om pulang dengan keadaan baik-baik saja dan selamat. Ya sudah, ayo masuk dulu," ajak Rizal merangkul bahu Ali, berniat mengajaknya masuk ke dalam rumah.

Ketika Rizal hampir melangkahkan kakinya, Ali menahannya, "Maaf Om, bukannya saya tidak mau. Hanya saya harus langsung pulang saja. Soalnya Mama sudah menunggu saya di rumah. Saya tidak mau membuat Mama khawatir. Tapi lain kali Insya Allah saya akan main ke sini Om," jelas Ali hati-hati agar tidak menyinggung perasaan Rizal.

Rizal melepaskan tangannya dari bahu Ali, dia tersenyum dan menepuk-nepuk bahu Ali pelan.

"Oke, kalau begitu alasannya kali ini Om lepaskan kamu. Tapi lain kali, kamu tidak boleh menolaknya," ucap Rizal menepuk pudak Ali, seperti temannya sendiri.

"Iya Om, Insya Allah." Ali sedikit membungkukkan badannya sungkan karena telah mengecewakan orang tua saat ini. Namun bagaimana lagi? Mamanya sudah menunggu, bahkan dia juga harus menjemput sang papa.

"Kamu bisa main catur?" tanya Rizal menahan Ali sebelum pergi dari hadapannya.

"Insya Allah bisa Om, tapi tidak jago juga sih Om," jawab Ali seraya tersenyum kecil dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Baiklah lain kali kita main bersama," tantang Rizal dan tersenyum simpul ke arah Ali.

"Baik Om, kalau begitu saya pulang dulu. Assalamualaikum," pamit Ali mencium tangan Rizal.

Rizal mengantar Ali sampai dia berdiri di samping mobil Ali. "Waalaikumsalam. Hati-hati nyetirnya ya?" pesan Rizal setelah Ali masuk ke dalam mobil.

Ali pun berlalu meninggalkan pelataran rumah Prilly. Rizal memperhatikan BMW merah Ali berjalan keluar melewati gerbang. Setelah mobil Ali tak terlihat lagi, Rizal masuk ke dalam rumah.

***

Assalamualaikum Ma, Kak, Ali pulang."

Ali masuk ke dalam rumah dan langsung mencari mama dan kakaknya. Namun dia melihat rumah sepi. Ali pun masuk dan berjalan keruang tamu. Dia menghempaskan bokongnya di sofa dan melepas sepatunya.

"Waalaikumsalam, haduh anak Mama kenapa sampai malam begini sih ... pulangnya?" tanya Resi berjalan menghampiri Ali dan duduk di sampingnya.

"Iya, tadi latihan futsal dulu Ma, dan antar Prilly ... ops!" Ali membekap mulutnya sendiri, dia sadar keceplosan telah menyebut nama seorang gadis.

Resi mengernyitkan dahinya, menatap Ali intens, sedangkan Ali menutup mulutnya rapat dengan kedua tangannya.

"Siapa tuhhh Prilly, Li?" tanya Alya menyelidiki yang baru saja datang menghampiri Ali dan dia duduk di kursi depan Ali dengan membawa jus jeruk.

Ali tampak kebingungan untuk menjawab pertanyaan Alya. Dia menjadi salah tingkah dan langsung menyabar jus jeruk yang dibawa Alya, lalu tanpa seizin pemiliknya, Ali pun meminumnya.

"Makasih Kak," ucap Ali tergesa-gesa merapikan sepatunya.

Tanpa Ali menjawab pertanyaan Alya dan Resi, ia pun langsung berjalan ke lantai atas menuju ke kamarnya. Resi dan Alya yang melihat tingkah Ali hanya tersenyum dan saling memandang mengedikkan bahu, tanda tidak mengerti dengan tingkah Ali saat ini.

Ali terlihat sibuk membersihkan diri di dalam kamar, setelah selesai dan siap untuk ke bandara, ia pun ke luar, siap menjemput papanya di bandara.

***

Saat sedang makan malam, tiba-tiba Rizal menanyakan tentang Ali kepada Prilly yang sekarang masih menikmati makan malamnya.

"Mmm ... yang tadi teman kamu Pril?" tanya Rizal perlahan, sambil tangannya sibuk mengupas buah jeruk.

Prilly meletakkan sendok dan garpunya, dia meminum air putihnya sebelum menjawab pertanyaan Rizal.

"Mmm ... yang mana sih pa?" tanya Prilly balik, seolah dia tak mengerti siapa yang Rizal maksud. Rizal terus menatapnya jahil tak sabar ingin menggoda putrinya itu. Prilly pun mengunyah makanannya sambil mengingat-ingat.

"Yang antar kamu pulang tadi," terang Rizal sambil menaik turunkan alisnya menggoda Prilly.

"Ya Allah Pa, Ily lupa belum bilang makasih sama Ali. Saking senengnya ketemu Mama sama Papa, sampai lupa kalau Ily diantar Ali," pekik Prilly mengibas-ibaskan tangannya di depan dada, seperti orang yang sedang gugup, membuat Uly, Rizal dan Raja terkekeh menertawakan tingkah Prilly yang aneh itu.

#######

Cieeeee ... uhuk ... uhuk ... uhuk. Udah kenalan sama camer aja nih. Wkwkkwkwkwk lol

Terima kasih ya, untuk vote dan komentarnya. Semoga setelah di revisi, semakin enak dibaca ceritanya. Makin mudah berimajinasi. Hihihih

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top