SELURUH NAPAS INI
Selesai meeting, mereka langsung menuju ke salah satu kafe di sekitar pelabuhan. Mereka memilih rooftop, agar lebih private dan dapat menikmati hamparan pemandangan malam di pelabuhan dan sekitarnya. Hamparan air membentang, meski kini hanya tersinari oleh cahaya rembulan. Terlihat dari kafe itu, kerlap-kerlip lampu berwarna-warni yang ada di pelabuhan. Air laut dan suara ombak membuat suasana di kafe terasa romantis. Apalagi, angin alami menerpa mereka, terkesan menyatu dengan alam.
"Oke Kev, sekarang lo jelasin, waktu itu, setelah pengumuman, pulang dari rumah gue, kalian pada ke mana?" Pertanyaan Dimas yang terdengar menuntut penjelasan dari sahabatnya.
Semua terkekeh mendengar tuturan Dimas. Kembali bertemu di suasana dan keadaan yang berbeda, menjadi sebuah hal yang sangat mengesankan. Dulu, mereka masih remaja, memakai seragam putih abu-abu. Kini, di antara mereka, sudah ada yang memakai dasi dan jas mahal. Suatu kebanggan tersendiri di dalam hati semuanya.
"Maaf Dim, tadi kan gue sudah jelasin. Kita ke Surabaya bertemu dengan Om Rizal. Dan ditawarin, untuk masuk ke akademi BP2IP Surabaya. Kita tertarik untuk masuk ke universitas pelayaran. Ya ... sudah kita bareng-bareng menjalaninya, " jelas Kevin singkat disetujui oleh teman-teman yang lain.
Ali dan Prilly masih sama-sama terdiam. Mereka masih mengontrol perasaan yang mendebarkan bagi keduanya. Perasaan yang sulit untuk dihilangkan hingga bertahun-tahun lamanya.
"Terus ... kalian nggak ada yang hubungin gue? Kalian tega banget ninggalin gue sendiri. Sahabat macam apa kalian?" cibir Dimas merasa sebal dan sedikit kecewa dengan keputusan sahabatnya itu.
"Bukan begitu Dim, di sana itu, pendidikannya sangat ketat dan disiplin. Kita tinggal di asrama. Kita harus mentaati tatatertib di sana. Kegiatan kita sangat banyak. Kita jarang banget melihat HP. Maafin kami ya?" sesal Mila menjelaskan situasi kala itu saat tak dapat memberikan kabar kepada Dimas setelah mereka dinyatakan diterima.
Dimas masih saja diam dan mencebikkan bibirnya. Kesal dan merasa tersisihkan waktu itu. Merasa tak dianggap oleh sahabat-sahabatnya.
"Iya Dim, kami minta maaf ya?" imbuh Gina memegang tangan Dimas, menyesali keputusannya kala itu bersama sahabat-sahabat yang lain.
"Lo juga Dim, kenapa sekarang bisa sama Ali?" selidik Gritte yang sedari tadi menahan ingin menuntut penjelasan dari Ali dan Dimas, mengapa mereka kini bisa bersama?
Ali dan Dimas saling memandang, Ali berdehem dan menegakkan duduknya. Dia merasa gugup dan salah tingkah, bisa bertemu kembali dengan belahan hatinya yang lama terpisah tanpa ada komunikasi sekalipun diantara mereka selama ini.
Dimas menarik napasnya dalam, dan mulai menjelaskan, "Selama gue cari keberadaan kalian, gue sambil kuliah di UI sampai S1. Gue sudah tanya sama temen-temen seangkatan kita, tapi nggak ada yang tahu keberadaan kalian. Gue datang ke rumah kalian, orangtua kalian semua sibuk, sampai gue nggak bisa bertemu mereka." Dimas menyapu pandangannya, menatap satu per satu wajah sahabat-sahabatnya. "Saat ortu gue nawarin untuk kuliah di luar negeri untuk melanjutkan S2. Gue pilih ke Belanda saja, di sana gue ketemu Ali dan selesaiin S2 di kampus dia. Setelah selesai kuliah, gue kerja di perusahaan Om Syarif, sama Ali juga. Dan selama beberapa tahun kita bekerja, Om Syarif buka cabang di Batam ini. Dan dipercayakan sama Ali. Ali CEO-nya dan gue CMO (Chief marketing officer)," imbuh Dimas menjelaskan panjang lebar perjuangannya dulu saat mencari mereka sendiri.
"Aaaahhhh ... Dimas, so sweet. Gue jadi terharu," sahut Gina merasa tersanjung dengan usaha Dimas yang berusaha mencari keberadaan mereka.
"Ya sudahlah, itu kan cerita masa lalu kita, saat kita semua mocar-macir. Tapi, sekarang kan, kita sudah ketemu, dan semoga, kita akan selalu begini ya?" Harapan besar terucap tulus dari Dimas, mengharukan bagi semua.
"Aaaaaaahhhh ... Dimas, gue makin kangen sama lo." Mila melempar senyum terbaiknya, tersanjung oleh harapan besar Dimas.
Ali yang duduk di samping Dimas, kebetulan berhadapan dengan Prilly, hanya tersenyum tipis. Kebahagiaannya tak dapat terucap dan tergambarkan dengan kata-kata. Usahanya mencari keberadaan Prilly, berujung pertemuan yang tak terduga. Mata mereka tak terlepas sedikitpun dari saling mencuri pandang. Hati ingin berucap, namun ego masih enggan karena malu.
"Prilly hebat ya lo, bisa jadi nahkoda. Lo bisa naklukin lautan. Tapi-" kata Dimas tergantung.
"Tapi apa?" sahut Prilly penasaran menatap Dimas dengan kerutan di dahinya.
"Tapi, bisa nggak naklukin cinta Ali!" sambung Dimas membuat semua tertawa lepas.
Pipi Prilly memerah dan Ali pun semakin salah tingkah. Hingga duduknya pun gusar tak tenang.
"Kurang asem lo Dim!" sahut Ali hingga Dimas mendapat hadiai jitakan oleh Ali.
Semua semakin tertawa terbahak, meramaikan tempat itu. Situasi yang sangat dirindukan mereka setelah sekian tahun berpisah.
"Sudah-sudah, jangan lagi menggoda. Siapa tahu dengan ini, mereka bisa CLBK, Cinta Lama Belum Kelar," sela Gritte menyenggol bahu Prilly, namun justru membuat tawa mereka semakin pecah menggelegar di rooftop itu.
Ali dan Prilly semakin salah tingkah dan mereka juga bingung untuk bersikap. Benar-benar, kali ini teman-temannya membuat Ali dan Prilly mati kutu.
"Hay guys, gima kalau kita beri mereka waktu berdua. Biar mereka lebih luasa ngobrolnya," usul Gina kepada sahabatnya.
Gina tersenyum penuh arti kepada Prilly dan juga Ali. Tak ada lagi hasrat untuk memiliki Ali, perasaannya kepada Ali sudah pudar dan hilang.
"Oke, kita ke sana aja yuk?" ajak Arif sambil menunjuk panggung kecil yang berada di depan mereka.
Panggung kecil itu sudah dilengkapi alat musik, yang biasanya dipakai untuk live music di kafe tersebut. Mereka pun melangkah meninggalkan Ali dan Prilly. Kini hanya tinggal mereka berdua saja yang ada di meja makan itu.
Teman-teman mereka memposisikan diri pada alat musik yang sudah dapat mereka mainkan. Gina dan Gritte hanya melihat mereka dari bangku depan panggung. Sebelum naik ke panggung kecil itu dan ingin menggunakan alat musik, mereka telah meminta izin kepada pengelola kafe, dan mereka pun di izinkan.
Kelvin duduk di sebuah bangku tinggi, memangku gitar dan menjadi vokalisnya. Begitupun Mila menjadi vokalis dadakan yang diminta kekasihnya untuk mendampinginya bernyanyi. Dimas menabuh drum, yang memang itu keahliannya semenjak duduk di bangku SMA, hingga sekarang menjadi hobi di waktu senggangnya. Sedangkan Arif pemegang gitar bass.
"Mohon perhatiannya." Suara Mila menginterupsi pengunjung yang duduk di rooftop. "Kami akan mempersembahkan sebuah lagu, untuk sahabat kami yang duduk di sebelah sana." Jari telunjuk Mila menujuk ke kursi yang di tempati Ali dan Prilly.
Semua mata pengunjung menoleh ke arah Ali dan Prilly. Mereka hanya melempar senyum dan menganggukkan kepala memberikan hormat kepada semua mata yang memperhatikan.
"Cinta tahu di mana dia akan pulang. Tanpa paksaan, takdir juga yang menuntunnya pulang. Tuhan mengambil tulang rusuk Adam untuk menciptakan Hawa. Dipisahkannya Adam dan Hawa, namun takdir Tuhan pula, yang mempertemukan mereka kembali" sambung Kevin yang mendadak menjadi puitis.
Semua orang terperangah memperhatikan sejoli yang merangkai bait puisi dadakan di atas panggung.
"Seperti saat ini yang terjadi kepada kedua sahabat kami. Tuhan mempertemukan mereka, namun Tuhan juga menguji cinta mereka dengan perpisahan. Kini, takdir Tuhan, telah kembali mempertemukan mereka. We love you ... Ali ... Prilly," sambung Mila mengisyaratkan cium jauh dengan kedua tangannya ke pada Prilly dan Ali.
Prilly membalas dengan senyuman termanisnya. Ali yang memperhatikan Prilly, hanya bisa ikut tersenyum. Musik mulai dilantunkan, suara duet Mila dan Kevin mengiringi obrolan Ali dan Prilly.
Lihatlah ... luka ini yang sakitnya abadi
Yang terbalut hangatnya bekas pelukmu
Aku tak akan lupa tak akan pernah bisa
Tentang apa yang harus memisahkan kita
Di saat kutertatih ... tanpa kau di sini
Kau tetap kunanti demi keyakinan ini
Jika memang dirimulah tulang rusukku
Kau akan kembali pada tubuh ini
Kuakan tua dan mati dalam pelukmu
Untukmu seluruh nafas ini
Kita telah lewati rasa yang pernah mati
Bukan hal baru bila kau tinggalkan aku
Tanpa kita mencari jalan untuk kembali
Takdir cinta yang menuntunmu kembali padaku
Di saat kutertatih tanpa kau di sini
Kau tetap ku nanti demi keyakinan ini
Jika memang kau terlahir hanya untukku
Bawalah hatiku dan lekas kembali
Kunikmati rindu yang datang membunuhku
Untukmu seluruh nafas ini
Dan ini yang terakhir
(aku menyakitimu)
Ini yang terakhir
(aku meninggalkanmu hooo ....)
Tak kan kusia-siakan hidupmu lagi
Ini yang terakhir, dan ini yang terakhir
Tak kan kusia-siakan hidupmu lagi
Jika memang dirimulah tulang rusukku
(terlahiruntukku)
Kau akan kembali pada tubuh ini (bawa hatiku kembali)
Kuakan tua dan mati dalam pelukmu
Untukmu seluruh nafas ini
Jika memang kau terlahir hanya untukku
Bawalah hatiku dan lekas kembali
Kunikmati rindu yang datang membunuhku
Untukmu seluruh nafas ini
"Pril, kamu hebat bisa menjadi pemimpin di kapal. Kamu wanita tegar dan tangguh. Tapi tetap terpancar kecantikanmu," pujian Ali mengawali obrolan mereka, membuat pipi Prilly merona dan menunduk menyembunyikan pipinya yang memerah seperi buah tomat yang sudah matang.
Ali terkekeh dan merasa canggung, apakah itu sebuah pujian, ataukah rayuan? Entahlah, hanya kalimat itu yang dapat Ali katakan untuk mengawali obrolan mereka.
"Kamu juga hebat kok Li, bisa jadi CEO. Kamu sekarang jadi pengusaha muda, yang mengelola perusahaan besar dan ternama, meskipun itu milik papa kamu." Prilly tak kalah, ia memuji kehebatan Ali.
Sejenak mereka kembali terdiam, bingung untuk berbicara apa lagi. Sekian tahun tanpa ada komunikasi diantara mereka, membuat keduanya canggung untuk berbicara bahkan mengobrol pun bibir mereka kelu. Pandangan yang tadinya menatap wajah Prilly, kini dia beralih menatap kalung yang ada di leher Prilly.
"Pril, kamu masih pakai itu?" tanya Ali terkejut menunjuk kalung Prilly.
Prilly meraba lehernya dan melihat cincin yang berpasangan dengan cincin Ali waktu itu saat, Ali memberikannya di kolam renang belakang rumah Mila.
"Iya ... kenapa?" tanya Prilly menatap Ali, sambil memegang cincin yang tergantung di lehernya.
Ali menbuka satu kancing kemejanya. Ia mengeluarkan benda yang sama seperti milik Prilly. Prilly yang melihat kalung Ali, terlihat kaget dan seketika bibirnya tersenyum. Bahagia terpancar pada wajah mereka
"jadi???" tanya Ali yang membuat Prilly mengerutkan dahinya.
"Jadi apa?" sahut Prilly tak mengerti.
"Kamu menungguku? Dan menjaga hatimu untukku?" seru Ali bahagia tak menyangka Prilly telah menunggunya selama ini.
Prilly mengulum bibirnya, malu-malu untuk menjawab, "Iya, setelah kamu pergi dan Dimas memberi suratmu itu, tengah malam aku membacanya. Dari situ aku memutuskan untuk menunggumu. Dan menjaga hatiku untukmu." Jawaban Prilly membuat Ali bahagia dan ia langsung berdiri mendekatinya.
Prilly pun ikut berdiri dari duduknya dan menghadap kepada Ali yang sudah berdiri di sampingnya. Ali langsung saja memeluk Prilly erat, tanpa memberikan celah di antara mereka.
"I love you my Girl and i miss you so much ...," ucapan Ali terdengar lirih di telinga Prilly.
Ucapannya menyiratkan kerinduan yang mendalam kepada Prilly. Ali sedikit mengangkat tubuh Prilly di dalam pelukannya. Prilly pun membalas pelukan Ali yang tak kalah eratnya.
"I love You to my boy ... i miss you to ...," jawab Prilly masih memeluk Ali sangat erat. Menumpahkan rindunya yang sudah menggunung.
Malam itu membuat mereka bahagia, kenyataan yang sudah lama terpendam, akhirnya tercurahkan. Kesibukan keduanya menghalangi pertemuan mereka selama ini. Tepuk tangan meriah menyadarkan Ali dan Prilly, akhirnya mereka pun melepaskan pelukannya. Prilly sangat malu, saking rindunya, mereka tak menyadari bahwa ini tempat umum, banyak mata yang akan melihat mereka melepas rindu. Bahagia juga terpancar dari wajah sahabat mereka.
Kita dapat merencanakan segala hal dan membayangkan perjalanan rencana kita akan mulus tanpa hambatan. Namun, Tuhan memiliki rencana lain, hingga Dia menguji setiap perjalanan yang sudah kita rencanakan sebelumnya sebelum sampai di garis finish. Rencana Tuhan memang sedikit jahat, namun dengan itu, Dia mengajarkan banyak hal dan pelajaran yang tak dapat kita dapat dari sekolah manapun. Pelajaran hidup lebih berarti untuk mendewasakan diri.
###########
Aaaaaahhhh ... happy!!! Jingkrak-jingkrak kan kalian? Siapa yang senyum-senyum sendiri? Angkat kaki!!! Eh, maksudnya, angkat tangan. Hahaha
Makasih ya, atas vote dan komentarnya. Kalau ada yang sudah pernah membaca, kalian sadar nggak, ada sedikit perubahan dalam cerita? Hehehehe
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top