SAPA
Prilly sudah siap dengan seragam sekolahnya dan menuruni tangga untuk menuju ke ruang makan, di sana ternyata ia sudah ditunggu Raja, adik satu-satunya, untuk sarapan bersama.
"Selamat pagi adek gue yang ganteng," sapa Prilly sambil mencium pipi Raja.
Prilly menarik kursi di sebelah Raja dan mengambil roti tawar, tak lupa ia mengoleskan selai coklat kesukaannya.
"Pagi juga kakak gue yang bawel," jawab Raja sambil mengunyah roti dalam mulutnya.
Beginilah keseharian mereka berdua, meskipun tanpa ditunggui kedua orangtuanya karena kesibukan mereka, tak membuat anak ini nakal dan mereka pun tetap disiplin menjalankan kewajibannya dengan baik.
"Cepetan makannya, kita bisa kesiangan berangkat sekolah," bujuk Prilly pada Raja.
Meski usianya masih remaja, Prilly sudah terlihat keibuan, mungkin karena ia sudah terlatih sejak dini, sendiri mengurus Raja dan mengajarkan adik satu-satunya itu banyak hal. Dari hal yang terkecil saja, misalnya belajar, hingga dirinya sendiri menjadi contoh yang baik untuk Raja dari bersikap dan kepribadiannya.
"Iya-iya, bawel banget sih," cibir Raja segera menghabiskan sarapannya.
Setelah menghabiskan sarapannya, tak lupa mereka meminum segelas susu yang telah dibuatkan oleh ART. Ada beberapa ART yang membantu mereka merawat rumah bahkan melayani mereka saat kedua orangtuanya tak berada di rumah. Tak luput seorang penjaga rumah pun, dikerahkan oleh orangtua mereka untuk melindungi dan menjaga harta benda.
"Ayo!" ajak Prilly mengambil tasnya dan berjalan mendahului Raja menuju ke garasi.
Mesin mobil sudah dipanasi sebelumnya oleh Prilly. Kebiasaannya bangun pagi setelah beribadah, dia memanaskan mesin mobilnya. Meskipun dia seorang perempuan, namun tak menghalangi Prilly untuk melakukan tugas seorang pria. Bagi Prilly, apa yang dapat ia kerjakan sendiri, lebih baik mengerjakan tanpa meminta bantuan orang lain.
"Kak, entar gue pulang sendiri aja ya? Soalnya gue mau main basket dulu," izin Raja setelah ia masuk ke dalam mobil, memperlihatkan bola basketnya, meyakinkan Prilly.
Raja sadar, jika tidak ada orangtuanya, Prilly lah pengganti mereka, makanya segala apa pun yang akan Raja lakukan, ia selalu meminta izin kepada kakak satu-satunya itu. Prilly mengerti jika adiknya ini sangat mencintai olahraga basket, tak hanya itu saja, Raja juga aktif mengikuti kegiatan sosial di sekolahannya. Dengan menyibukkan diri di sekolah, membuat mereka terlupa jika sesungguhnya mereka merasa kesepian jika berada di dalam rumah. Sekolah adalah tempat yang tepat bagi Raja dan Prilly, untuk menyibukkan diri, daripada mereka sibuk dengan kegiatan yang tidak jelas.
"Iya, tapi pulangnya jangan malam-malam ya?" sahut Prilly mewanti-wanti.
"Siap Kak, sebelum jam 5 sore, gue sudah ada di dalam rumah. Tenang saja." Prilly menganggukkan kepalanya, memberi kepercayaan kepada Raja.
Selama ini, Raja tidak pernah sekali pun mengecewakan kepercayaan Prilly. Raja menyadari, jika seharusnya dialah yang menjaga kakaknya, sebagai seorang anak lelaki satu-satunya yang dimiliki keluarganya.
"Ya sudah, ayo berangkat! Nunggu apa lagi!" sergah Raja menyadari jika Prilly belum menjalankan mobilnya.
"Eh iya, lupa. Kapan sampainya ya ... kalau begini?" Prilly menyengir memamerkan barisan giginya yang rapi.
Dia segera mengeluarkan mobilnya dari garasi dan melanju untuk menuju ke sekolahan. Beginilah, hidup mereka, terlatih mandiri dan menjaga diri. Meski tanpa pengawasan orangtua dari dekat, mereka bisa menjalankan kewajibannya sebagai seorang anak. Mereka memiliki prinsip yang kuat, untuk tidak mengecewakan kepercayaan orangtua mereka.
***
Di sebuah rumah yang besar dan luas seorang lelaki yang baru saja beranjak remaja sudah lengkap dengan seragam putih abu-abu. Dia dengan riang menuruni anak tangga dan menyapa dua wanita yang saat ini mengisi hatinya.
"Pagi Ma ... Kak ...," sapa Ali mencium pipi Resi dan Alya bergantian.
"Pagi juga Li," jawab mereka bersamaan yang sudah siap untuk menyantap sarapan.
Ali menarik kursinya dan duduk, ia membalikkan piring bersiap untuk sarapan.
"Buruan sarapan, gue mau nebeng ke kampus," titah Alya sambil mengolesi rotinya dengan selai.
Ali menyentongkan nasi untuknya sendiri. Menjadi anak bontot dan anak laki-laki satu-satunya di keluarga, tak membuatnya manja, dia justru lebih berpikir dewasa daripada Alya, kakaknya.
"Lah! Emang ke mana mobil lo Kak?" tanya Ali menoleh Alya sekilas, lantas menyendokkan nasi ke dalam mulutnya.
"Di bengkel," jawab Alya singkat dan meneruskan sarapannya.
Resi yang melihat pembicaraan kedua anaknya hanya tersenyum bahagia. Meski mereka selalu ribut dan berdebat, namun Ali sangat menjaga kakaknya, mereka pun saling menyayangi dan melindungi.
Akhirnya mereka pun selesai sarapan dan berpamitan dengan mencium pipi Resi.
"Ma, kami berangkat dulu ya?" pamit Ali dari dalam mobil, saat Resi mengantar mereka sampai di teras rumah.
"Iya, kamu hari-hati nyetirnya," pesan Resi penuh perhatian.
"Siap Ma," sahut Ali mulai memutar kemudi.
"Daaaaa ... Ma." Alya melambaikan tangan, mencium jauh Resi.
"Hati-hati!!!" pesan Resi mengiringi mobil Ali berjalan sembari melambaikan tangan.
Resi terus memperhatikan mobil Ali, hingga mobil itu hilang keluar dari gerbang putih yang menjulang tinggi pembatas rumah mewah mereka. Setelah mobil tak terlihat, Resi pun masuk ke dalam rumah, melanjutkan kegiatannya sebagai seorang ibu rumah tangga.
***
Ali berjalan menuju ke kelasnya, sikapnya di rumah dan di sekolahan terbalik. Jika di rumah Ali selalu memperlihatkan senyuman terbaiknya, saat di sekolahan senyumannya menjadi mahal, hanya teman-teman dekatnya saja yang dapat melihat senyuman itu. Di sana sudah terlihat sahabat-sahabatnya, ada Arif, Kevin dan Dimas yang sedang bercanda gurau sambil menunggu bel masuk.
"Pagi Bro!" sapa Ali sambil menepun pundak Kevin yang sedang asyik bercanda bersama Arif dan Dimas.
Kevin membalikkan badannya, menyapa Ali, "Pagi juga Bro."
Mereka saling menyapa, lalu bertos ala anak lelaki remaja gaul pada umumnya.
"Kok tumben lo baru sampai?" tanya Kevin memperhatikan Ali yang duduk melepas tasnya.
"Tadi nganterin Kaiya dulu ke kampus dia. Mobil dia di bengkel," jawab Ali sembari membuka tasnya. Wajah Ali berubah cemas, seperti sedang mencari sesuatu.
Dia lantas berdiri dan melihat-lihat hingga di bawah meja. Ali yang sedang mencari sesuatu, dikagetkan dengan suara wanita dari arah belakangnya.
"Selamat pagi Ali?" sapa Gina dengan senyum termanisnya.
Ali menghentikan mencari, dia membalikkan badan, "Pagi juga Gin," balas Ali dengan wajah datar dan stay cool.
Memang Ali terkenal seperti itu saat bersama lawan jenis, dia juga lebih populer di sekolahan, dibandingkan ketiga sahabatnya. Dengan ketampanan dan keahliannya bermain musik, membuat wanita terpesona setiap melihatnya. Sifat yang tertutup soal pribadinya dan selalu stay cool, membuat wanita-wanita semakin penasaran dibuatnya. Namun Ali tidak pernah memperdulikan itu.
Saat itu juga terlihat wanita mungil bersama kedua sahabatnya sedang berjalan memasuki ruang kelas. Mereka bercanda gurau sambil berjalan menuju ke tempat duduk masing-masing.
"Hay! Selamat pagi?" sapa Gina kepada ketiga sahabatnya, yang baru saja duduk di kursinya masing-masing.
"Selamat pagi juga Gina?" jawab mereka bersamaan sambil melambaikan tangan kepadanya.
Ali kembali duduk di tepatnya, dia tidak jadi mencari pulpennya yang hilang. Entah kebetulan atau memang sudah di rencanakan oleh Tuhan, tempat duduk dia tepat di belakang Prilly, Gritte duduk di samping kiri Prilly dan di belakang Gritte tempat duduk Arif. Sebelah kanan Prilly ada Mila dan di belakang Mila ada Kevin. Sedangkan Gina yang ada di belakang Ali dan sebelah kirinya ada bangku Dimas. Setelah guru masuk ke dalam kelas, mereka pun bersiap untuk memulai pelajaran.
#######
Hai aku kembali dengan cerita ini, mungkin baru beberapa yang sudah pernah membaca cerita ini. Aku merevisi cerita ini, yang dulu aku rasa masih banyak kekurangan, mungkin dengan merevisi, akan lebih baik dan enak untuk dibaca. Hihihihi
Cerita ini adalah, cerita pertama aku di wattpad. Hehehe
Makasih ya untuk vote dan komentarnya. Semoga kalian terhibur dengan kembalinya cerita ini yang lebih fresh. Hehehe
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top