PERASAAN INI MENYIKSAKU

Beberapa hari setelah kejadian di mobil, Ali dan Prilly berusaha saling menghindari. Ali kembali bersikap dingin seperti dulu, Prilly pun berusaha bersikap biasa saja. Walau sejujurnya dalam hati mereka merasa sakit dan tersiksa.

"Guys, 2 bulan lagi kita akan ujian. Kita belajar bareng aja gimana?" tanya Dimas pada sahabatnya.

Saat ini mereka masih berkumpul di dalam kelas, menunggu jam pelajaran berganti. Ali dan Prilly terlihat canggung, bahkan kini mereka saling menghindar saling bertatapan. Apakah bisa dengan cara seperti itu menghilangkan rasa yang ada?

"Ide bagus tuh, tumben otak lo encer?" cerca Kevin pada Dimas.

Semua terkekeh karena Kevin selalu bisa menggoda Dimas.

"Sialan lo vin!" sahut Dimas sambil menjitak pelan kepala Kevin.

"Gue sih setuju aja, tapi inget ya jangan menyelam sambil minum air," sela Arif membuat teman-temannya mengernyitkan dahinya.

Tatapan mereka menuntut penjelasan dari Arif.

"Maksud lo apaan, Rif?" tanya Mila.

"Sementar ini, kita fokus ujian dulu saja, break dulu pacarannya. Gimana? Setuju nggak?" terang Arif menatap sahabat-sahabat satu per satu.

Semua tampak berpikir, apalagi Mila dan Kevin. Break? Satu kata yang sulit untuk sebuah hubungan. Tapi, mau bagaimana lagi? Demi masa depan bersama.

"Oke, aku setuju sayang usul kamu. Lo gimana Mil, Kev?" tanya Gritte memandang Mila dan Kevin bergantian.

Mila dan Kevin saling memandang dan sejenak berpikir kembali.

"Oke!" Akhirnya Mila dan Kevin menjawab.

Gritte memutar tubuhnya untuk menawari Ali yang sedari tadi anteng duduk di bangkunya. Entah apa yang sedang Ali pikirkan, namun kini dia menjadi lebih pendiam dan murung.

"Li, lo gimana? Mau gabung nggak?" tanya Gritte.

"Iya!" jawab Ali singkat dan datar, terdengar malas untuk berbicara.

Perubahan sikap Ali dan Prilly itu menjadi tanda tanya besar bagi sahabat-sahabat mereka? 'Ada apa dengan mereka?' Begitulah sekiranya yang ada di pikiran mereka.

"Kalau begitu gue juga mau ikut! Yaaa ... biar lebih semangat belajarnya. Apalagi ada Ali juga," sahut Gina riang melirik Ali mencari perhatian.

Ali yang mendengar ucapan Gina hanya menatap sekilas dan menggelengkan kepalanya. Lalu dia beralih memandang gadis yang ada di depan tempat duduknya.

'Kenapa perasaan ini menyiksa gue? Lihat lo yang tidak pernah memandang gue lagi, tak acuh saat gue ada di hadapan lo, bikin perasaan gue makin tersiksa, Pril. Gue harus berbuat apa?' batin Ali saat melihat Prilly sedang mengobrol dengan Gritte. Seolah sedang tak terjadi masalah dengannya.

Prilly sangat pintar menyembunyikan perasaannya, meski hatinya kini sedang terluka dalam, namun dia tetap berusaha cerita dan bahagia di depan teman-temannya. Prilly yang merasa di perhatikan Ali pun hanya melirik dari ekor matanya.

'Maafin gue Li, tapi gue nggak mau ada masalah dengan sahabat gue. Jujur perasaan gue saat ini sakit banget. Melihat lo yang sekarang dingin ke gue, bikin hati makin tersiksa,' teriak Prilly dalam hati.

Mereka sama-sama tersiksa, apakah saling mencintai itu salah? Berkorban perasaan demi kebahagian sahabat, apa itu pilihan yang tepat? Entahlah, namun mereka sudah memutuskannya.

Flashback

Saat beberapa hari lalu di dalam mobil Ali

"Terus gue harus gimana Pril?" tanya Ali tampak frustasi.

Dia mengacak-ngacak rambutnya, sesekali tangannya memukul-mukul setir untuk meluapkan emosinya.

"Apa lo bisa menyayangi Gina Li?" tanya Prilly dengan isakannya.

Dengan berat hati Prilly mengatakan itu, air matanya terjatuh tak tertahankan lagi. Tangis Prilly semakin tak terkendali bahkan semakin terisak menyayat hati.

"Gue nggak bisa Pril, maaf, gue nggak bisa membohongi perasaan gue. Jika gue terima Gina berarti gue menyakiti hati gue sendiri dan secara tak langsung gue juga nyakitin hati Gina. Apa lo tega lihat Gina sakit hati karena gue yang nggak bisa menyayangi dia? Entah apa yang gue rasain sama lo itu beda. Gue nggak pernah rasain hal ini ke cewek lain selain lo. Gue nyaman dengan lo Pril," jelas Ali menekan setiap katanya dengan air mata yang tak tertahankan lagi.

Dada Ali juga terasa sesak mendengar semua beban di hati Prilly selama ini. Tangan Ali menggenggam erat tangan Prilly, seakan dia tak rela jika Prilly melepaskannya. Wajah mereka sama-sama basah air mata, seperti inikah perjalanan kisah cinta mereka? Belum juga memulai, mengapa sudah harus diakhiri?

"Gue tahu Li, tapi gue nggak mau persahabatan gue hancur! Asal lo tahu Li, gue juga nggak pernah rasakan hal ini sama cowok lain, selain sama lo. Gue nyaman deket sama lo!" pekik Prilly semakin deras air mata yang dia tumpahkan.

Prilly menatap mata Ali dalam, dengan lembut ia menghapus air mata Ali. Ali tak bisa berkata-kata lagi. Dengan cepat Ali membawa Prilly ke dalam pelukannya. Prilly menangis sepuasnya di dada Ali. Kemeja Ali yang berwarna putih terlihat bahas oleh air mata Prilly. Mereka berpelukan dan menangis, saling memberikan kekuatan.

"Maaf Prilly, gue nggak bisa mewujudkan permintaan lo yang ini. Gue nggak mau menyakiti perasaan siapa pun. Kalau memang lo tidak mau kehilangan sahabat lo, gue rela jika harus kembali seperti dulu lagi. Agar lo tidak merasa bersalah dan lo masih bisa bersahabat baik dengan Gina," ujar Ali berat hati, terdengar suaranya bergetar dan lirih di telinga Prilly.

Dengan air mata yang terus berlinangan, Ali mengatakan itu walau hatinya perih dan sangat sakit.
Ali tidak sedikit pun melepas pelukan Prilly.

"Maafin gue Li," ucap Prilly yang semakin mengeratkan pelukannya yang sebenarnya ia tak menginginkan hal ini terjadi.

Akankah perasaan cinta mereka hanya dapat tersimpan di dalam hati, tanpa bisa merajutnya menjadi kisah kehidupan yang lebih berwarna?

Flashback off

"Pril, lo gimana dengan tawaran kita semua, mau belajar bareng buat persiapan UAN nggak?" tanya Gritte yang mendapat pandangan dari was-was dari semuanya, menunggu jawaban Prilly.

Prilly sekilas melirik Ali, namun Ali justru memalingkan wajahnya ke arah lain. Sakit, hatinya mendapat perlakuan seperti itu dari Ali. Namun apa daya? Ali tak dapat mengikat Prilly saat ini, karena dia sudah terlanjur mengucap janji kepada seseorang. Janji itu yang membebani Ali untuk mengikat hati Prilly agar tetap bersamanya saat ini.

"Oke gue ikut," keputusan Prilly pada akhirnya.

"Yeeeeaaaa!!!" pekik Mila sembari bertepuk tangan seperti anak kecil yang berhasil mendapatkan kemauannya.

Kevin mengacak rambutnya gemas melihat kekasihnya berlagak seperti anak kecil.

***

Ketika bel pulang sekolah berbunyi, para siswa berhamburab keluar dari kelas. Ali Cs dan Prilly Cs yang masih di tempat parkir mulai berdiskusi.

"Sekarang kita mau belajar di mana dulu nih?" tanya Kevin menatap satu persatu teman-temannya.

Semua saling memandang bingung, menentukan tepat yang nyaman untuk mereka belajar.

"Di rumah lo aja Li, sudah lama banget gue nggak ke rumah lo. Kangen gue sama Tante," sahut Dimas sambil memandang penuh harap kepada Ali.

Ali yang berdiri di samping mobilnya hanya mengangguk sekali, menyetujui usul Dimas.

"Setuju!!!" sahut Arif dan Kevin bersamaan.

"Bagaimana para cewek-cewek?" Dimas menunggu jawaban dari Prilly CS.

Mereka saling memandang, pandangan terakhir kepada Prilly, namun gadis itu justru mengalihkan pandangannya ke arah lain. Mungkin Prilly saat ini masih bingung dan belum bisa memetuskan.

"Oke, kita mah ngikut saja!" Akhirnya Gritte dan Mila memutuskan.

"Gue juga ikut aja. Siapa tahu gue bisa kenal deket sama mamanya Ali," desis Gina sambil tersenyum tidak jelas, mencari perhatian Ali, namun Ali tak sedikit pun meliriknya.

"Apaan sih lo Gin, pikiran lo ke mana-mana, inget ya ... tujuan kita belajar bersama!" tegas Gritte yang membuat Gina hanya menyengir kuda.

Ali memutar bola matanya jengah, merasa malas dengan tingkah Gina.

"Iya sudah, ayo buruan kita jalan, entar keburu kesorean!" ajak Ali pada teman-temannya.

Saat Ali membuka pintu mobilnya, Gina mulai merengek lagi. "Gue nggak bawa mobil. Terus gue bareng siapa?" Suara Gina dibuat manja dan wajahnya tersirat mengiba.

"Bareng Ali aja Gin, gue juga tadi pagi bareng Ali. Kita bisa bareng dia," sahut Dimas seketika membuat wajah Gina berubah sumringah.

Ali menghela napasnya dalam, bukan ini yang dia mau.

"Iya Gin, bener kata Dimas. Soalnya kan tadi pagi gue, Kevin sama Mila dijemput Arif," sahut Gritte menyetujui usulan Dimas. "Ehhhh, lo gimana Pril? Bawa mobil nggak? tanya Gritte mendapat gelengan kepala dari Prilly.

Beginilah Prilly, saat teman-temannya asyik berdebat, dia memilih untuk diam, dan mendengarkan saja.

"Ya sudang bareng semobil sama gue aja sekalian!" sahut Ali ketus namun tersirat rasa harapan dan kepeduliannya, sambil dia masuk ke dalam mobil.

Sikap Ali yang berubah kembali dingin kepada Prilly, membuat sahabat-sahabatnya merasa heran.
Prilly yang tahu alasan perubahan sikap Ali hanya diam dan menarik napasnya dalam, menahan sesak di dalam dadanya.

"Ayo! Kalian mau ke rumah gue atau nggak?" teriak Ali dari dalam mobil.

Gina langsung membuka pintu mobil depan, lansung duduk di samping Ali. Prilly dan Dimas duduk di belakang. Lagi-lagi bukan ini yang Ali harapkan. Dia ingin sekali Prilly yang duduk di sebelahnya. Di sepanjang perjalanan, Gina selalu berusaha mencari perhatian Ali. Namun wajah Ali masih saja datar dan bersikap biasa saja, dia tetap fokus menyetir dan menyibukkan diri pada jalanan daripada mendengar ocehan tak penting Gina.

Sesampainya di rumah Ali, Resi dan Alya menyambut hangat teman-temannya. Dimas, Kevin dan Arif yang sudah biasa main ke rumah Ali, langsung mengambil posisi dudu di ruang tamu. Mengajak pasangan mereka masing-masing kecuali Gina, dia begitu saja mengikuti teman-temannya duduk sebelum dipersilakan. Sedangkan Prilly masih merasa sungkan dan hanya berdiri di depan pintu.

"Ini gadis cantik siapa saja namanya?" tanya Resi menunjuk Mila.

"Ini Tan, kenalin, Mila pacar Kevin," jawab Kevin bangga merangkul bahu Mila.

Resi dan Alya hanya tersenyum, mereka sudah terbiasa main ke rumah Ali, jadi Resi sudah menganggap sahabat-sahabat Ali ini seperti anaknya sendiri.

"Kalau ini Gritte Tan, pacar Arif." Tanpa ditanya Arif dengan bangga mengenalkan Gritte, "kalau yang ini Gina Tan," sambungnya mempernelakan Gina juga.

Gina yang terlalu senang karena dapat berjumpa dengan keluarga Ali, langsung salah tingkah mencari perhatian Resi dan Alya. Resi justru merasa agak risih dengan sikap Gina yang berlebihan, dia hanya bisa menyikapi dengan senyuman.

"Gue naik ke kamar dulu ya? Mau ganti baju," pamit Ali sambil berjalan menuju tangga.

Selepas kepergian Ali, Resi pun memperkenalkan Alya kepada teman-teman Ali, yang baru kali ini main ke rumah mereka.

"Kenalin, ini kakaknya Ali, namanya Alya, tapi kalau Ali seringnya memanggil Kaiya," ujar Resi memperkenalkan dengan bangga anak perempuan satu-satunya itu.

"Hay salam kenal ya?" Alya menjabat satu per satu tangan mereka.

Mata Alya tertuju pada gadis yang masih berdiri di ambang pintu. Dia memperhatikan gadis itu dari atas hingga bawah. Resi yang tahu maksud tatapan Alya, langsung menghampiri gadis itu, dan merangkul bahu Prilly mengajaknya masuk ke dalam.

"Terus kalo gadis cantin yang ini namanya siapa?" tanya Resi menarik sedikit dagu Prilly.

"Namanya Prilly Ma." Ali menyahuti pertanyaan Resi, saat dia baru saja datang ke ruang tamu, entah mengapa bibirnya reflek menjawab pertanyaan mamanya.

Resi dan Alya pun saling memandang. Entah ada arti apa antara pandangan mereka. Yang jelas bibir keduanya tersenyum lebar.

"Oh Prilly, cantik! Iya sudah, kalian belajar yang serius ya? Tante dan Kak Alya ke belakang dulu," pamit Resi lalu merengkuh bahu Alya mengajaknya ke dapur sembari berbisik kecil.

Mereka pun mulai mengeluarkan buku dan berdiskusi. Saat dipertengahan belajar, Prilly yang merasa ingin buang air kecil berbisik kepada Dimas.

"Dim, gue mau ke toilet, nggak tahan nih, sudah dari tadi gue nahannya," bisik Prilly tepat di telinga Dimas.

Ali yang melihat hal itu merasa ada sesuatu yang aneh dalam hatinya. Tiba-tiba saja perasaannya memanas.

"Yaelah Pril, kenapa nggak ngomong dari tadi sih? Ayo gue antar ke belakang!" ajak Dimas sambil beranjak dari tempat duduknya, membantu Prilly berdiri.

Saat mereka ingin berjalan, "Mau ke mana lo?" tanya Ali meninggikan suaranya yang menyadari jika Dimas dan Prilly ingin pergi.

Dimas menatap Ali, dia merasakan ada sesuatu yang aneh dalam diri Ali. Melihat wajahnya tak biasa, Dimas dapat menangkap sinyal cemburu darinya.

"Ini Prilly mau numpang ke toilet. Nggak enak katanya mau ngomong langsung sama lo," jelas Dimas pada Ali diiringi senyuman jahil agar sohibnya itu tak salah paham.

"Oh!" jawab Ali singkat lalu melanjutkan belajarnya.

Dimas mengedikkan bahunya, lantas mengantar Prilly ke toilet yang dekat dengan dapur.

"Ini Pril, lo beranikan sendiri? Gue balik ya?" tunjuk Dimas tepat di depan pintu kamar mandi.

"Iya, makasih Dim?" ucap Prilly, lalu dia masuk ke kamar mandi itu, sedangkan Dimas meninggalkan Prilly kembali ke ruang tamu.

Setelah merasa lega, Prilly keluar dari toilet. Tak sengaja ia menabrak Alya, hingga tubuhnya oleng dan hampir terjatuh, namun dengan sigap Ali yang kebetulan ada di samping Alya menangkapnya. Mata mereka saling memandang, hazel keduanya terkunci, Prilly menangkap manik mata Ali yang tajam namun meneduhkan, mereka terbawa suasana.

'Memandangmu mengalihkan duniaku, senyumanmu menyegarkan jiwaku, kata-katamu menyemangati hidupku,' batin Prilly seakan berkombinasi dengan Ali melalui tatapan mata mereka.

Saling melempar senyum dan pandangan melupakan sejenak konflik yang terjadi di antara mereka. Nyaman! Yaaaa itulah yang saat ini mereka rasakan. Hingga sesuatu menyadarkan mereka.

"Alya, ini kuenya disusun, kasihkan ke-" kata-kata Resi pun terpotong saat melihat adegan yang ada di depan matanya.

Alya yang sudah sedari tadi mendiamkan mereka dengan posisi seperi itu, langsung menepuk jidatnya pelan.

"Haduhhh ... Mama ganggu aja sih, lagi asyik lihat live nih," desis Alya sambil melangkah ke arah Resi.

Ali dan Prilly pun bergegas merapikan posisinya. Dengan wajah memerahnya Prilly hanya bisa tersenyum malu. Ali menggaruk tengkuknya yang tak gatal langsung berjalan ke ruang tamu. Resi dan Alya pun hanya bisa tersenyum dan menggeleng melihat sikap Ali.

"Maaf Tante, Kak," ucap Prilly sungkan, "apa ada yang bisa saya bantu?" sambungnya mencairkan rasa sungkan, lalu berjalan menghampiri Resi dan Alya.

Resi dan Alya saling memandang dan tersenyum penuh arti. Rasanya ingin menggodanya, tapi takut jika nanti Prilly akan semakin malu.

"Ini aja, bantuin nyusun kue ke piring dan aku mau nuangin jus ke gelas," tungkas Alya memperlihatkan kuenya pada Prilly.

Dengan sedikit bercanda, Prilly semakin akrab dengan Alya dan Resi. Setelah siap mereka pun membawa nampan berisi jus jeruk dan Prilly membawa piring berisi kue, jalan ke ruang tamu.

"Ini diminum dulu," seru Resi sambil meletakan nampannya di atas meja yang bebas dari buku-buku berserakan.

Dengan hitungan detik, mereka menyerbu kue dan jus jeruknya.
Hari semakin sore, Kevin, Mila, Gritte dan Arif berpamitan untuk lebih dulu pulang.

"Li, antar gue balik yuk?" pinta Dimas merengek manja pada Ali.

"Gue sekalian ya Li, kan tadi gue ke sini bareng sama lo," timpal Gina manja.

Ali menghela napas dalam dan hanya mengangguk lemas.

"Lo gimana Pril?" tanya Dimas penuh perhatian mendapat lirikan tajam dari Ali, namun Dimas tak mempedulikannya.

"Gue nunggu Raja, katanya dia mau jemput gue ke sini, sekalian dia dari mall, tadi dia sudah sms gue," jawab Prilly.

"Lo nunggu aja di sini dulu, gue mau antar Dimas sama Gina dulu," sahut Ali yang sebenarnya penuh perhatian, namun tertutup oleh keadaan dan janjinya saat itu.

Ali beranjak pergi mengambil kunci mobilnya.

"Lo nggak apa-apa Pril, gue tinggal?" tanya Gina memastikan.

"Iya nggak apa-apa Gin, sudah sana duluan, mungkin bentar lagi Raja datang," jawab Prilly tersenyum manis pada Gina.

Meskipun Prilly mengorbankan perasaannya demi Gina, sepertinya percuma, karena Ali tak juga memperlihatkan perubahannya terhadap Gina. Namun, dengan ini mungkin lebih baik, karena Ali tak memiliki keduanya, bahkan mereka masih dapat berteman baik, walau harus menahan perasaan yang semakin hari, semakin tumbuh besar.

"Kita duluan ya Pril?" pamit Dimas lalu menenteng tasnya.

Dimas, Gina dan Ali ke luar rumah meninggalkan Prilly sendiri di ruang tamu. Dia menunggu sambil memainkan iphone-nya.

Alya yang tidak sengaja lewat di depan ruang tamu melihat Prilly sedang duduk sendiri, lalu menghampirinya.

"Kamu kok sendirian, Pril?" tanya Alya mengejutkan Prilly.

Prilly yang mendengar suara Alya langsung mendongakan kepalanya dan menegakkan duduknya.

"Iya Kak, lagi nunggu adek. Katanya mau jemput tapi kok belum datang," jawab Prilly masih terlihat sungkan, meskipun tadi mereka sempat bercanda sebentar di dapur.

"Terus Ali ke mana?"

"Ali ngantar pulang Gina sama Dimas Kak."

"Lo nunggunya di dalam saja sama gue dan Mama, biar gak BT sendirian di sini," ajak Alya menggandeng tangan Prilly.

Prilly pun mengikuti Alya menuju ke dapur. Di dapur terlihat Resi sedang sibuk memotong sayuran untuk makan malam.

"Ma, mau masak apa?" tanya Alya menghampiri Resi di dapur bersama Prilly.

"Masak sayur sop jagung, sama ayam goreng sayang," jawab Resi masih sibuk memotongi sayurannya.

"Boleh Prilly bantu Tante?" tawar Prilly yang kini berdiri di samping Resi.

Resi sangat bahagia menyambut keberadaan Prilly di rumahnya.

"Boleh sayang, tapi kamu ganti baju dulu ya? Biar tidak kotor seragamnya," sahut Resi lembut sambil tersenyum sangat manis pada Prilly.

"Kak, pinjami baju kamu dulu sana!" suruh Resi pada Alya.

"Siap Ma, ayo Pril!" Alya menarik tangan Prilly berlalu dari dapur masuk ke dalam kamarnya.

Setelah Prilly mengganti bajunya ia dan Alya langsung membantu Resi di dapur. 3 wanita itu sangat menikmati kebersamaan mereka. Dengan bercanda dan kejahilan Alya menimbulkan gelak tawa mereka. Saat itu ada satu pasang mata yang memperhatiakan dari belakang mereka. Matanya tak lepas dari memandang Prilly yang sedang terlihat senyum dan sesekali tertawa lepas.

'Allah mempertemukan kita untuk suatu alasan. Entah hanya untuk sesaat atau selamanya. Entah akan menjadi bagian terpenting atau hanya sekedarnya. Akan tetapi tetaplah menjadi yang terbaik di waktu tersebut. Lakukan dengan tulus. Meski tidak menjadi seperti apa yang diinginkan. Tidak ada yang sia-sia karena Allah yang mempertemukan kita Pril,' batin Ali yang berdiri di ambang pintu dapur.

#########

Ya Allah, ngedit part ini bener-bener rasanya gimana gitu. Bayangin mereka berdua, sepertinya tersiksa banget ya? Saling mencintai tapo demi sahabat, mereka rela menahan perasaannya. Hihihihi
Jadi judulnya, nggak nikung temen. Hehehehehe

Terima kasih vote dan komennya. Semoga saja masih ada yang berkenan membaca cerita ini. Hihihih

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top