NAMA

Apalah arti sebuah nama, begitu pernah diungkapkan seorang pujangga. Nama seseorang diberikan oleh orang tuanya dengan berbagai alasan, dari alasan yang sederhana hingga yang rumit. Nama sebagai suatu doa, harapan dari pemberi nama kepada anak yang baru lahir. Hari ketujuh setelah kelahiran jagoan Ali dan Prilly, ini saatnya pemberian nama untuknya. Dengan acara keagamaan dan berbagai prosesi adat telah dilakukan secara hikmat dan lancar.

"Kami berdua bersepakat memberi nama putra pertama kami yaitu GHAISANI ARNAWAMA KENZIE SYARIF. Kami berharap nama yang diberikan untuknya sesuai dengan harapan," ujar Ali dan menyebut nama anaknya dengan penuh penekanan dan tegas di depan semua yang menghadiri acara tersebut.

"Wah bagus banget, Li. Apa artinya?" tanya Resi antusias.

"Arti dari nama tersebut adalah Raja lautan dan lelaki yang dapat menaklukan samudra. Dan semoga kelak dia bisa menjadi pemimpin yang bijak untuk keluarga Syarif," jelas Ali.

Semua orang terkagum dengan nama bayi tampan tersebut. Apalagi Rizal yang notabennya pelaut. Dia sangat menyetujui nama yang diberikan Ali dan Prilly. Semua memanjatkan doa dan harapan mereka untuk putra pertama Ali dan Prilly.

Setelah acara selesai para undangan meninggalkan rumah Ali. Tinggal para sahabat dan keluarga yang masih berada dirumah Ali.

"Dim, gimana lo sama Gina?" tanya Kevin disela-sela obrolan mereka.

"Alhamdulilah lamaran kemaren lancar," jawab Dimas dan merengkuh pinggang Gina yang duduk di sampingnya.

"Nah begitu dong, kalau begitu Tante kan tinggal tunggu undangannya," ucap Resi sambil menaik turunkan alisnya ke arah Dimas dan Gina.

"Kalau Mila dan Gritte kapan mau nyusul Alya dan Prilly? Biar tambah rame kalau lagi kumpul begini," tanya Uly sambil menimang Zie di pangkuannya.

"Doakan saja Tante. Lagi proses," ucap Arif.

Saat mereka sedang mengobrol terdengar suara derap kaki masuk dari pintu dengan tergesa-gesa. Semua orang menoleh ke arah pintu.

"Maaf Kak terlambat. Raja baru sandar tadi," jelas Raja dengan napas tersengal dan berjalan ke arah Uly yang sedang memangku Zie.

"STOP!" teriak Prilly saat Raja ingin menyentuh Zie.

Semua orang menatap Prilly dengan tatapan sulit diartikan. Ali hanya tersenyum melihat wajah istrinya dibuat sok garang.

"Dasar adik durhaka lo! Gue lahiran nggak pulang! Syukuran anak gue datang terlambat. Mundur lo!" Prilly yang sedari tadi duduk di pangkuan Ali lantas berdiri.

Semua orang yang berada di situ hanya diam, mereka menyadari jika singa betina saat ini sedang marah.

"Maaf Kak, lo tahu kan gue sedang menjalankan kapal ke Thailand. Lo mau minta kado apa? Gue beliin apa pun yang lo minta buat ponaan gue," rayu Raja pada Prilly agar tidak marah lagi dengannya.

"Gue nggak butuh! Suami gue masih mampu beliin yang gue dan anak gue mau. Lo kan bisa pulang duluan naik pesawat dan mengalihkan kapal dengan nahkoda lain," cerocos Prilly yang tidak mempan oleh rayuan Raja.

"Maaf deh Kak, gue janji ambil cuti terus nemenin lo dan ponakan gue di sini," ujar Raja sambil memamerkan mimik muka yang memelas.

Ali menarik lengan Prilly agar dia duduk di pangkuannya kembali. Ali mengelus lembut punggung Prilly.

"Sabar dong Mom, itu kan tanggung jawab Raja. Dia juga sudah minta maaf. Yang penting dia bisa datang dengan selamat dan berkumpul di tengah-tengah kita," ujar Ali lembut menenangkan Prilly.

Prilly menghela napas kesal. "Oke gue maafin lo kali ini. Gue tagih janji lo yang tadi. Lo harus bantu gue dan Ali jagain Zie."

"Iya," jawan Raja lesu dan mengerucutkan bibirnya. Semua orang yang di situ terkekeh melihatnya.

"Hai ganteng, ponaan Uncle." Raja berusaha menyentuh Zie namun sebelum tersentuh Prilly kembali mencegahnya.

"STOP!" teriak Prilly keras.

"Apa lagi sih Kak? Gue kan juga pengen lihat ponakan gue!" ucap Raja kesal pada Prilly.

"Tangan lo kotor. Gue nggak izinin lo nyentuh Zie sebelum lo sterilin tangan lo!" jelas Prilly sambil melototkan matanya pada Raja.

Raja beranjak ke belakang dengan perasaan sebal dan menggerutu tak jelas. Rizal dan Syarif hanya terkeker melihat tingkah anak-anak mereka.

***

Malam pun tiba, rumah Ali terlihat sudah tidak seramai tadi. Tinggal Rizal, Uly dan Raja yang tetap menemani Prilly dan Ali. Sedangkan Resi dan Syarif menemani Alya dan Farauq.

"Dad, bisa bantuin?" Prilly berusaha menggapai pemompa ASI di nakas sedangkan ia sedang memangku Zie yang tertidur.

"Apa, Mom?" Ali menghampiri Prilly dan dia mengerti yang dimaksud istrinya.

Segera ia mengambilkan alat penyedot ASI yang diinginkan Prilly.

"Ini Mom." Ali menyodorkan alat itu.

"Makasih ya?" ucap Prilly dan tersenyum manis.

Ali mengangguk dan membalas dengan senyuman terbaiknya.

"Dad, bisa pindahkan Zie ke box baby-nya?" pinta Prilly setelah Zie terlelap tidur dan dia akan menyedot payudaranya yang terasa penuh dengan ASI.

Ali dengan sangat hati-hati mengangkat Zie dan ditidurkannya di box khusus yang mereka siapkan jauh hari di dalam kamar yang diletakan persis di samping ranjang mereka.

"Pulas banget sih tidurnya jagoan Daddy," ujar Ali memerhatikan dan mengelus lembut pipi bayinya yang masih sangat halus itu.

Prilly yang sedang sibuk memeras ASI-nya hanya tersenyum melihat Ali tidak pernah mau jauh dari Zie.

"Mommy sini deh," pinta Ali membantu Prilly untuk berdiri bersamanya di depan box baby-nya. "Mommy lihat deh, kenapa wajah Zie dominan mirip kamu ya? Yang mirip aku cuma alisnya yang tebal dan bulu matanya yang lentik. Hidung, bibir, mata, pipi dan bentuk face mirip kamu."

Prilly terkekeh melihat suaminya yang membandingkan wajah mereka dengan Zie.

"Ya wajarlah Dad, kan aku yang ngantongin dia 9 bulan dan yang kesakitan saat melahirkan," jawab Prilly asal menanggapi ucapan Ali.

"Kan Daddy yang berusaha setiap malam bikin dia. Mommy enak cuma nerima aja. Daddy yang bekerja keras," protes Ali tidak terima.

"Terserah Daddy ajalah! Mommy mau turun dulu." Prilly mengambil botol kaca khusus yang berisi ASI di dalamnya.

"Itu ASI-nya mau dibuat apa, Mom?" tanya Ali saat Prilly mengambil botol yang berisi ASI di atas meja kecil di samping tempat tidur.

"Mau disimpan dalam freezer, Dad. sayang kan kalau ASI-nya dibuang. Nanti kalau Zie bangun dan haus, bisa kita panasin dan diminumkan kedia. Tapi ada caranya saat manasin. Nanti Mommy ajari ya?" jelas Prilly tersenyum ke arah Ali.

Memang Ali dan Prilly sudah jauh-jauh hari mempelajari semua hal yang bersangkutan dengan anak. Dari saat awal usia kandungan Prilly, Ali sudah sibuk membaca buku, artikel, dan browsing untuk mempelajari semuanya agar dia lebih siap dan berusaha menjadi orang tua yang baik untuk anaknya.

"Daddy, kok belum tidur?" tanya Prilly saat masuk ke dalam kamar.

"Nungguin Mommy. Sini!" Ali menepuk ruang kosong di sampingnya.

Prilly menghampiri Ali yang sudah berbaring dan menyusul merebahkan tubuh di sampingnya. Dia tersenyum manis dan mengusap rambut Prilly sayang.

"Terima kasih ya, Sayang? Kamu sudah melahirkan anugerah yang terindah untuk keluarga kecil kita. Dengan segenap kemampuanku hingga napas terakhirku, aku janji akan melindungi kalian," ucap Ali tulus dari hatinya yang terdalam.

"Iya, aku juga berterima kasih sama kamu. Kamu itu suami yang benar-benar hebat dan bertanggung jawab. Aku beruntung dapatin suami yang mencintaiku tulus dan menjadikanku wanita yang sempurna." Prilly memeluk Ali erat.

Ali mencium aroma lavendel dari tubuh Prilly. Ia hirup dalam-dalam aroma yang membuatnya nyaman. Dengan mata yang sayu dia menatap bibir tipis Prilly dan menciumnya mesra. Tak hanya menciumnya, Ali juga melumatnya lembut. Dia mulai merasa aliran listrik menyeruak di dalam tubuhnya. Tangannya menarik pantat Prilly agar merapat pada tubuhnya. Ia meremas pantatnya, malah membuat Prilly mendesah dalam ciumannya. Ali menurunkan ciumannya pada leher Prilly. Saat Prilly menyadari maksud sentuhan Ali, dengan perlahan dia menahan kepala Ali yang sedang asyik mencumbu leher jenjangnya.

"Maaf Honey, kamu harus puasa dulu sampai masa nifasku selesai," ucap Prilly tak enak pada suaminya yang sudah bergairah itu.

Ali menghentikan penjelajahannya di leher Prilly. Ia mendongak menatap wajah istrinya yang sungkan. Ada rasa kecewa terlihat dari sorot matanya. Namun bagaimana lagi, ia harus menahannya hingga darah nifas istrinya berhenti.

"Maaf sayang. Aku lupa, habis aroma lavendel kamu menggodaku," ucap Ali tersenyum malu dan menggigit bibir bawahnya.

"Ihs kamu ya...." Prilly menekan pipi Ali dengan jari telunjuknya.

"Ya sudah kita tidur. Nanti malam kalau Zie terbangun bisa gantian menjaganya," ajak Ali dan menarik Prilly dalam dekapannya. Akhirnya mereka pun tidur bersama.

Ketika mereka sudah tertidur lelap, Zie tiba-tiba terbangun dan menangis. Ali yang mendengar tangisan anaknya itu langsung membuka matanya dan menghampiri box Zie.

"Ssssttttt... cup cup sayang, kamu haus ya, Nak?" tanya Ali sudah berhasil mengangkat Zie dari box-nya.

"Mom, bangun. Anak kita haus nih," ucap Ali pelan membangunkan Prilly.

Prilly mengejapkan matanya dan melihat ke samping, sudah ada Zie yang ditidurkan di sampingnya, dia masih menangis. Dengan sigap Prilly mengeluarkan payudaranya dan mengarahkannya ke mulut mungil Zie. Ali menatap dua orang yang sangat berharga dalam hidupnya itu, dia hanya tersenyum.

Dengan sabar Prilly menyusui Zie, dan setianya Ali menemani Prilly bergadang. Mereka bersama-sama menjaga Zie. Setelah merasa kenyang, akhirnya Zie tertidur kembali. Ali memindahkannya ke dalam box. Ali memeluk Prilly dan mengusap lembut rambutnya agar tertidur lagi. Tak butuh waktu lama akhirnya mereka pun kembali tertidur.

Mereka rasanya baru sebentar tertidur, namun Zie sudah terdengar menangis kembali. Ali segera mengangkat dan memindahkannya ke tempat tidur. Prilly segera mengecek pampres yang Zie pakai. Ternyata sudah penuh, dengan sigap mereka saling membantu untuk menggantinya.

"Daddy, tolong ambilin bedongan Zie," pinta Prilly setelah selesai mengganti pampresnya.

Meskipun mata mereka sepet dan berat, namun mereka rela terjaga demi menjaga sang buah hati. Ali segera mengambilkannya. Dengan hati-hati dan penuh kesabaran Prilly membedong Zie agar tertidur tenang. Prilly melihat jam menunjukan pukul 4.30 WIB.

"Daddy mandi gih! Salat Subuh sekalian," titah Prilly.

Ali segera mengerjakan apa yang diperintah Prilly. Sedangkan Prilly masih sibuk menidurkan Zie kembali.

***

Matahari mulai menyinari bumi. Ali menggendong Zie yang hanya mengenakan pampres di taman belakang untuk menjemur badan bayinya. Terlihat Alya baru keluar dari pintu belakang rumahnya, menggendong Fina yang ingin juga berjemur.

"Loh, Prilly mana, Li?" tanya Alya menghampirinya.

"Masak di dalam. Bang Farauq di mana, Kak?" tanya Ali sambil menepuk pantat Zie yang mulus dengan posisi Zie digendong di dada bidang menghadapnya. Disandarkannya kepala Zie dibahunya.

"Masih tidur. Tadi malem kurang tidur. Fina rewel, nangis terus," jelas Alya sambil mengikuti posisi seperti Ali menggendong Zie.

"Ooooh! Yang masak Mama, Kak?" tanya Ali.

"Iya. Dibantu sama Bi Anik. Gue yang suruh dia bantu Mama. Nggak apa-apa kan, Li?"

"Iya, nggak apa-apa, Kak," jawab Ali singkat dan melihat Fina memasukan jarinya ke mulut.

"Halo Zie, kamu rewel nggak semalam, Nak?" tanya Alya menatap Zie anteng di pelukan Ali.

"Nggak dong Auntie, kan Zie pinter," jawab Ali seolah menjadi Zie.

"Eh, ada si cantik Fina, halo cantik," sapa Uly menghampiri Ali dan Alya di taman belakang.

"Iya, Oma Uly," jawab Alya seolah menggantikan Fina menjawab sapaannya.

"Li, bawa masuk gih. Waktunya mandi. Prilly sudah siapin airnya di kamar," titah Uly.

"Iya, Ma."

Ali pun menggendong Zie masuk ke kamar yang ia tempati dengan Prilly sementara ini. Prilly sudah menyiapkan air hangat untuk Zie. Lantas dia melucuti pakaiannya dan masuk ke kamar mandi.

"Anak Mommy mau mandi ya? Habis berjemur sama Daddy ya, Nak?" tanya Prilly mulai memasukan Zie dalam bak mandi khusus bayi.

Dengan telaten Ali menyiapkan keperluan Zie di atas kasur yang sudah dilapisi perlak khusus. Disusunnya bedak tabur dan minyak telon khusus bayi. Diambilkannya baju ganti untuk Zie. Prilly sudah selesai memandikan Zie, segera ia balut Zie dengan handuk yang lembut, ia menutupi seluruh badan Zie hanya terlihat wajah gembilnya saja. Mereka saling membantu memakaikan pakaian pada Zie.

"Hmmm... haruuummm," ucap Ali setelah melihat jagoannya rapi.

"Iya dong Daddy, harus wangi setiap saat. Kan Zie cowok ganteng! Nggak mau kalah dong sama Deddy," sahut Prilly lalu menggendong Zie.

"Keluar yuk, Honey? Sarapan. Mama, Papa dan Raja pasti sudah menunggu," ajak Prilly.

Prilly beranjak dari ranjangnya sambil menggendong Zie. Mereka pun keluar dari kamar bersama Zie yang sudah tampan dan wangi di gendongan Prilly. Benar saja kata Prilly, mereka sudah ditunggu di ruang makan.

"Halo ponaan ganteng Uncle? Hmm... udah harum," sapa Raja menghirup aroma minyak telon dan bedak bayi saat Ali menarikan kursi untuk Prilly di sampingnya.

"Iya dong. Pagi-pagi harus sudah harum. Nggak kaya Uncle, masih bau acem," ucap Prilly sambil melirik Raja.

"Ish enak aja. Gue udah mandi tahu, Kak! Nih cium!" Raja mendekatkan tubuhnya agar Prilly mencium bajunya.

"Awas sana lo! Halangin anak gue tahu," usir Prilly galak agar Raja kembali duduk.

"Sudah-sudah. Mana Zie ... Mama gendongin. Kamu makam dulu. Mama nanti saja, selesai kamu makan. Gantian," ujar Uly sambil mengangkat Zie dari gendongan Prilly.

Prilly melayani Rizal dan Ali mengambilkan sarapan untuk mereka.

"Gue, Kak?" Raja menyodorkan piringnya ke arah Prilly.

"Lo kan punya tangan. Ambil saja sendiri," cerca Prilly ketus.

Ali dan Rizal hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya, melihat pertengkaran kecil antara adik dan kakak itu. Raja mendengus sebal dan mengambil sarapannya sendiri.

"Dasar Kakak durhaka!" gerutu Raja pada Prilly.

Prilly yang mendengar hanya memutar bola matanya jengah dan menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.

#########

Aku sampai lupa punya hutang cerita ini. Wkwkkwkwkwk lol
Maaf ya? Keasyikan fokus ke cerita yang lain.

Terima kasih untuk vote dan komentarnya.😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top