KUSADARI

Pelajaran hari ini pun usai, para siswa  berhamburan keluar dari kelas seraya bercengkrama, ada yang berlari tak sabar untuk kembali ke rumah, dan berbagai macam kegiatan lainnya. Tak lupa Ali Cs dan Prilly Cs pun bersiap keluar dari kelas. Ketika mereka hendak melangkah keluar kelas, Kevin yang langsung menggandeng tangan Mila dan Arif yang merangkul bahu Gritte, langsung berpamitan untuk pergi lebih dulu.

"Pril, gue sama Arif duluan ya?" pamit Gritte dengan menenteng tas di bahu kirinya.

Dia tersenyum penuh arti kepada Prilly. Prilly yang sudah biasa memahami hal itu hanya dapat tersenyum lapang dada.

"Ya ... gue ngerti kok Itte, gue kan sahabat yang pengertian!" Dengan percaya diri Prilly menyahut.

Gritte terkekeh, "Tahu aja lo! Ya udah, kami duluan ya? Bye Prilly sayang?" pamit Gritte sambil berlalu dan melambaikan tangan kepada Prilly.

"Yeee ... sono hati-hati ya?" balas Prilly melambaikan tangannya kepada Gritte yang semakin menjauh.

Prilly pun melirik Mila, "Jangan bilang lo juga mau duluan yaaa ... Mil?" tuduh Prilly mengacungkan jari telunjuknya sambil menatap tajam pada Mila.

Mila menyengir kuda ke arah Prilly, "Iya Pril, gue sama Kevin mau ke mall, mau cari kado buat mamanya," jawab Mila yang sudah tahu arti lirikan Prilly.

Prilly menghela napas dalam, beginilah nasib dia yang masih saja sendiri alias menjomblo. Di saat teman-temannya bisa pulang bersama pasangannya, Prilly harus mengelus dada menerima nasib.

"Iya deh, sono, buruan! Keburu sore entar!" ujar Prilly sambil memanyunkan bibirnya sebal.

Sebenarnya Mila merasa tidak enak hati, jika harus selalu meninggalkan Prilly dan memilih pulang bersama kekasihnya. Namun, bagaimana lagi? Dia sudah memiliki janji dengan Kevin.

"Kita duluan ya? Bye," pamit Kevin dan Mila melambaikan tangan.

Mereka segera berlalu dari hadapan Prilly, Gina, Dimas dan Ali. Kini tinggallah mereka berempat, yang masih berdiri di depan kelas.

"Mmm ... Gin! Pril! Kalian mau langsung pulang?" tanya Dimas, sesaat setelah kepergian Kevin dan Mila.

Prilly menoleh kepada Dimas yang berdiri di belakangnya. Dia tampak berpikir, "Mmm ... gimana ya? Soalnya Raja juga belum pulang, katanya ada jam tambahan. Lo gimana Gin?" tanya Prilly menoleh Gina.

Gina selalu tersenyum, seolah-olah dia sedang mencari perhatian seseorang. Dia melirik Ali, namun yang dilirik bersikap cuek dan dingin.

"Gue mau lihat Ali dan Dimas latihan futsal. Lo ikut kita aja?" ajak Gina bersemangat menggenggam tangan Prilly.

"Oke deh," jawab Prilly santai, yang dia pikir akan lebih baik ikut bersama mereka daripada di rumah sendiri tanpa Raja.

"Serius Pril? Lo mau ikut?" tanya Dimas terkejut dan setengah tak percaya. Prilly hanya mengangguk diiringi senyuman terbaiknya. "Waaaahhhhh ... bakalan ada yang semangat nih latihannya kalau ada lo?" sambung Dimas sambil melirikan matanya kepada Ali.

Ali yang sadar akan lirikan Dimas, dia seketika merasa gerogi namun tertutup oleh sikapnya yang datar.

"Apaan sih lo, Dim?!" sangkal Ali memperlihatkan ketidak sukaannya arti lirikan Dimas. Tanpa memperdulikan yang lain, dia langsung berjalan mendahului yang lain.

Dimas hanya mengulum bibirnya, dan akhirnya mereka pun mengikuti Ali menuju ke lapangan futsal.

Sesampainya mereka di lapangan, Prilly yang duduk di bangku terdepan bersama Gina tak luput dari pandangan orang-orang di sana. Pasalnya, dia baru pertama kali terlihat di lapangan untuk melihat latihan futsal.

Ali Pov

Kenapa gue jadi nggak konsen begini sih latihannya. Mata gue nggak bisa lepas memandangi gadis yang sedang duduk di antara penonton yang lain. Dia asyik memainkan ganged-nya. Hingga latihan pun selesai, gue masih suka curi-curi pandang kepadanya. Gue lihat Gina yang menarik tangan Prilly langsung menghampiri kami yang sedang beristirahat di pinggir lapangan. Gue melihat Gina lari kecil menuju ke arah kami yang sedang melepas lelah, seketika gue menghindar, langsung berdiri di belakag Dimas dan bersikap cuek.

"Hay Li ... Dim? Nih minum buat kalian," ujarnya yang sok manis membuat gue risih.

Bukannya respek kedia, rapi justru gue ngerasa ilfeel. Dia menyodorkan botol air mineral buat gue dan Dimas.

"Weessss ... Makasih ya Gin? Perhatian banget sih lo Gin? Sering-sering aja lo begini?" goda Dimas sambil cengengesan pada Gina.

Hal itu justru membuat Gina semakin meliuk-liukkan badannya sok malu-malu kucing, padahal gue yakin, di dalam hatinya sudah bersorak.

"Ahhh biasa aja lo Dim ...," sahut Gina sambil memukul bahu Dimas.

Gue sengaja nggak membuka botol air minum yang diberi Gina tadi. Kalau dia tahu gue meminumnya, makin besar kepala dan makin gencar entar buat ngejar gue. Gue nggak mau buat dia berharap lebih dari gue. Gina melihat gue yang tidak segera membuka botol air mineralnya, langsung mendekat dan membukakan botolnya.

"Nih Li ...," serunya dibuat semanis mungkin, untuk menarik perhatian gue. Tapi gue sama sekali nggak tertarik sama dia.

"Makasih," jawab gue datar dan dengan sikap dingin.

Prilly yang melihat sikap Gina hanya bisa menggelengkan kepala dan tersenyum malu. Mungkin dia baru tahu sikap temannya yang satu ini.

"Gin balik yuk!" Gue denger ajakan Prilly pada Gina.

Jujur, ada perasaan nggak rela di sudut hati gue, tapi gue bisa lega karena Gina akan pergi dari hadapan gue sekarang. Tapi kenapa hati gue ada rasa kecewa karena Prilly juga mau pulang duluan? Entahlah, jadi bingung sama perasaan aneh gue ini.

"Oke," sahut Gina sambil mengacungkan kedua jempolnya ke arah Prilly.

Prilly tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Senyumnya itu sangat manis, bisa membuat jantung gue berdebar-debar.

"Ehh Li .... Dim ... kita duluan ya?" pamit Gina dengan sikap centilnya.

Gue sih nggak peduli sama Gina, gue malah sibuk curi-curi pandang sama Prilly. Tapi, dia sepertinya cuek banget. Nyatanya, dia nggak peka sama lirikan gue.

"Iya hati-hati. Makasih ya, sudah lihat kita latihan?" ucap Dimas pada Gina dan Prilly.

"Iya Dim, santai aja. Gue bakalan setia kok lihat kalian latihan," sahut Gina yang membuat hati gue semakin nggak simpati sama dia.

Entah mengapa seperti itu, tapi yang namanya hati itu tidak bisa dipungkiri dan dihianati.

"Gue duluan ya?" Pamit Prilly singkat sambil berlalu melambaikan tangannya.

Dimas membalas lambaiannya, tapi gue? Nggak!!! Gengsi gue masih terlalu tinggi saat ini. Setelah mereka pergi, gue masih melihat punggung Prilly hingga dia menghilang di balik pintu gedung futsal.

Author Pov

Saat di jalan, tiba-tiba saja mobil Gina terasa tidak nyaman dan akhirnya mereka menepikan mobil di pinggir jalan. Gina dan Prilly pun turun dan melihat, ternyata ban mobil Gina kempes.

"Ya apunnnn Pril ... bannya kempes. Gimana ini?" teriak Gina dengan kepanikan dan ala lebay-nya.

"Lo ada ban serep nggak Gin?" tanya Prilly yang terlihat santai dan tenang.

"Ada sih Pril, tapi di bagasi. Masa sih kita yang mau ganti?" rengek Gina manja.

"Ya terus siapa lagi Gin? Ini sudah jam 7 malam dan daerah sini setahu gue nggak ada bengkel dan tambal ban. Lo mau di sini sampai pagi?" tanya Prilly berkacak pinggang menatap Gina yang mengerucutkan bibirnya.

Gina dan Prilly pun mulai membuka bagasi dan mencari alat-alat yang mereka butuhkan dan mengeluarkannya. Saat mereka sudah mengeluarkan bannya, ada mobil yang menepi di depan mobil Gina.
Seorang laki-laki keluar dari mobil itu.

"Gin ... Pril, kalian ngapain?" tanya lelaki itu setelah menghampiri mereka yang sedang berjongkok di samping ban mobil.

"Lo nggak lihat kita lagi ngapain?" jawab Prilly jutek karena merasa capek, habis mengangkat ban dari bagasi. Dia sibuk memasang dongkrak di bawah mobil.

"Yaelah Pril jutek banget sih, jadi cewek, nggak ada manis-manisnya!" cibir lelaki tadi dengan nada bercanda.

"Gue bukan gula!" jawab Prilly cuek membuat lelaki itu mendengus sebal menerima jawaban Prilly.

Gina yang sedari tadi hanya berdiri memperhatikan Prilly bekerja, akhirnya angkat bicara.

"Begini Dim ... ban mobil gue kempes. Lo bantuin kita dong, ganti ban," rengek Gina sambil terlihat lemas dan memperlihatkan pupy eyes-nya.

"Ooohhhhh .... bentar ya?" kata Dimas berlari ke arah mobil yang ada di depan.

Prilly yang melihat Dimas berlari ke depan hanya mengerutkan dahinya dan bergumam, "Dasar cowok aneh! Dimintai tolong bukannya bantuin malah kabur."

Dimas membuka pintu mobil, tanpa masuk, dia sedikit menundukkan kepala dan membungkukkan tubuhnya.

"Bro, turun lo! Kita bantu Gina dulu, noh bannya kempes," pinta Dimas pada seorang cowok yang ada di dalam mobil bersama Dimas tadi.

"Haduuuh lo tahu kan gue disuruh Nyokap pulang cepet, mau jemput Bokap," tolak lelaki itu nampak kesal.

"Masa lo tega sih, cewek-cewek ganti ban sendiri," bujuk Dimas.

Dan akhirnya dengan rasa terpaksa Ali turun dan menuju ke mobil Gina.
Saat Ali melihat Prilly sedang berjongkok memasang dongkrak di bawah mobil Gina, dia langsung saja mengambil posisi untuk membantu Prilly. Tidak sengaja Ali menyentuh tangan Prilly saat ingin mengambil alih dongkraknya, Prilly pun kaget dan menoleh. Ternyata Ali sudah ada di sampingnya. Wajah Ali yang pas di depan wajah Prilly, membuat mereka saling menatap intens, entah apa yang sedang mereka pikirkan dan yang ada di dalam hati mereka. Namun jantung mereka terasa berdetak lebih cepat dari degupan jantung orang normal. Seperti orang habis berlari berkilo-kili meter

"Ehem!!! Udah kali tatapannya. Sekarang gimana tuh urusan ganti bannya, kalau cuma tatapan begitu! Bisa-bisa tahun depan kelarnya," cela Dimas sotak mengagetkan dan menyadarkan mereka.

"Awas sana lo!" tungkas Ali sedikit menyentak Prilly karena menutupi rasa gugupnya, sambil dia melanjutkan mendongkrak. "Lo duduk aja di sana sama Gina. Biar gue yang selesain sama Dimas," perintah Ali pada Prilly, yang terdengar menurunkan nada suaranya.

"Iissshhhh!!" desis Prilly sebal seraya beranjak dan berlalu meninggalkan Ali.

Prilly dan Gina pun duduk di bangku bawah pohon yang ada di trotoar. Tiba-tiba handphone Prilly berdering, dia menatap iphone-nya lalu menggeser tombol hijau.

"Hallo ... kenapa Ja?" sahut Prilly cepat setelah menerima panggilan di handphone-nya tadi.

"Lo di mana sih Kak?" tanya Raja dari sebrang sana terdengar khawatir.

"Gue ada di jalan, ini mobil Gina bannya bocor, lagi diganti. Kenapa?" jelas Prilly sesekali melirik Ali yang sudah penuh keringat, sedang melepas bannya.

"Buruan lo pulang deh, Mama sama Papa sudah pulang nih?" titah Raja seketika rindu yang menggunung di hati Prilly meluap-luap mendengar bahwa orangtuanya sudah kembali.

"Apa?!!! Serius lo, Ja?" seru Prilly memastikan meninggikan suaranya, membuat yang lain menatapnya penuh tanda tanya.

"Iyaaa ... lo disuruh cepet pulang!" imbuh Raja memastikan jika ucapannya tadi benar.

"Oke, gue pulang sekarang," ucap Prilly girang dan tak sabar.

Telepon pun ditutup Prilly sepihak. Hatinya sudah tak sabar ingin segera pulang dan bertemu kedua orangtuanya.

#########

Nah kan, si Ali sukanya ninggiin gengsi. Entar kalau sudah pergi, baru tahu rasa. Awas Li, hati-hati. Hihihih

Terimakasih untuk vote dan komennya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top