HUJAN BADAI, MENGHADANG
Kantor syahbandar pelabuhan Kalbut yang membawahi Pelsus (pelabuhan khusus) PLTU Paiton, melarang kapal-kapal pengangkut batubara untuk beroprasi. Pasalnya, hingga sekarang dikawasan perairan Jawa Timur masih terjadi cuaca ekstrim, dengan angin kencang dan ombak tinggi.
Riky sebagai markonis di kapal TB. Queen Aghata, mendengar berita tersebut, ia langsung melaporkan kepada Prilly selaku nahkoda kapal. Posisi kapal yang masih terikat di dermaga dan akan bergerak ke laut lepas untuk melakukan perjalanan, mengharuskan Prilly untuk segera bertidak. Ia harus menyelamatkan ABK yang ada di atas kapal. Tak memungkinkan untuk saat ini mereka kembali ke Kalimantan, mengambil batubara sesuai yang sudah dijadwalkan.
"Kap, akan ada badai dan gelombang tinggi, hari ini, di perairan Jawa Timur. Saya baru saja mendapat informasi dari syahbandar," ujar Riky saat Prilly dan yang lainnya sedang mempersiapkan diri, untuk memanuver kapal lepas dari dermaga.
Prilly tampak berpikir, tindakan apa yang harus dia ambil? Jika dia menerjang larangan itu, pasti bahaya akan mengancam pelayaran mereka. Padahal dasar dari pelayaran adalah menggerakkan kapal dari satu tempat ke tempat yang lainnya, dengan aman dan selamat hingga sampai tujuan. Banyak nyawa dan keselamatan orang menjadi beban di pundak Prilly, sebagai nahkoda. Ini adalah tanggung jawab yang harus dia jalankan.
"Baiklah, kita lepaskan dulu kapal ini dari dermaga. Setelah itu, kita cari tempat untuk berlindung, sementara waktu menunggu cuaca kembali normal," titah Prilly didengarkan oleh semua perwira yang saat ini berada di anjungan, tak hanya perwira saja, ada seorang juru mudi yang sudah siap duduk di depan kemudi.
"Siap Kap!" sahut mereka semua serentak, lantas membubarkan diri dari anjungan untuk bersiap.
Saat Mila ingin keluar dari anjungan, Prilly menahannya, "Chief Mila, segera persiapkan semua ABK untuk bersiap meninggalkan dermaga," perintahnya kepada Mila yang terdengar tegas dan langsung mendapat tindakan oleh Mila.
"Siap, Kap!"
Mila langsung bergegas memberikan kabar untuk meninggalkan dermaga kepada semua ABK. Waktu untuk membongkar batubara telah usai, ini yang menyebabkan kapal mereka harus segera lepas dari dermaga, untuk bergantian dengan kapal yang lain.
"Kapten, saya sudah mendapat tempat aman untuk kita berlabuh jangkar dan berlindung untuk sementara menghindari badai yang akan datang," ucap Gritte yang memberi laporan kepada Prilly, meski matanya masih fokus memandangi peta.
Prilly mendekati Gritte yang membungkuk di depan meja plot. Ia masih mencari jalan untuk pelayaran mereka, agar dapat berlindung di tempat yang aman.
"Atur jalurnya Second, agar kita terhidar dari perairan dangkal dan kapal kita tidak kandas," perintah Prilly kepada Gritte, sembari melihat sekilas pekerjaan Gritte yang sedang menarik garis dengan penggaris khusus di atas peta.
"Siap Kap!" jawab Gritte singkat dan tegas.
Prilly berjalan menghampiri Markonis Riky, dan sesekali melihat radar dan GPRS untuk mengetahui cuaca yang ada di sekitar mereka.
"Lakukan selalu komunikasi dengan syahbandar, agar kita dapat selalu tahu perkembangannya," seru Prilly pada Riky.
"Siap Kap!" sahut Riky.
Dalam situasi seperti ini, semua diharapkan tetap tenang agar dapat mengendalikan kapal. Apalagi Prilly, dia harus bisa berpikir cepat dan cekatan untuk menyelamatkan seluruh kru yang ada di atas kapal, termasuk nyawa ABK-nya.
"Kap, kamar mesin sudah siap!" laporan Arif yang baru saja masuk ke anjungan.
Prilly mengangguk dan mengambil HT. Dia keluar dari anjungan, memberikan HT kepada Kevin dan Mila. Semua berlari ke posisinya masing-masing. Gritte melepaskan pekerjaannya yang sudah selesai, dia mengambil HT dan berdiri di samping juru mudi.
"Lima menit lagi, tali dilepas," interupsi Prilly dari HT, ia kini berdiri di lambung kanan. Lambung yang menempel dengan dermaga.
Mila berada di haulan dan Kevin berada di butiran, siap untuk memantau keadaan kapal saat menjauh dari dermaga.
***
Kapal telah lepas dari dermaga dan mulai berjalan. Kini kapal tugboat yang memiliki ukuran panjang 16,20 meter, lebar 5,00 meter, dan draf 2,20 dengan Engine Mitsubishi 350 HP x 2. Serta tongkang (barge) 180 feet dengan ukuran panjang 52,67 meter, lebar 15,24 meter, draf 3,66 meter, dengan kapasitas angkut 40.000 - 50.000 ton batubara, telah siap menurunkan jangkar kapal. Terlihat semua sibuk dan berkomunikasi lewat HT yang dipegang oleh setiap perwira kapal.
"Hati-hati dengan tongkang kita. Jangan sampai lepas!!!" peringatan keras Prilly lewat HT, karena posisi tongkang mereka saat ini kosong, sehingga lebih mudah terombang-ambing, apalagi keadaan sekarang sedang hujan deras dan gelombang tinggi. Itu membuat pekerjaan mereka semakin sulit.
Hujan yang deras tidak menghalangi kerja mereka. Prilly terlihat cekatan dan piawai memimpin gerakan dan mengarahkan semua krunya. Juru mudi dengan handal memutar-mutar kemudi kapal, sesuai interupsi yang diberikan perwira jaga yang saat ini sedang bersamanya, yaitu Gritte. Arif yang tetap selalu siap mengontrol keadaan dari control enginer, yang ada di anjungan, tetap terus berkomunikasi dengan perwira yang berada di control room engineer. Mila dan Kevin terlihat bekerja sama dengan beberapa kru untuk peluncuran jangkar di haluan kapal. Hujan yang terus mengguyur tak menyurutkan semangat mereka.
"Awas, tongkangnya jangan sampai lepas dan terhempas ombak!" teriak Prilly yang sudah basah kuyup mengawasi pergerakan kapal dan tongkang yang masih terikat kuat denga tugboat.
Situasi seperti ini, tak jarang beberapa tongkang terlepas dari tugboat, sehingga terdampar di pantai. Itu akan semakin menyulitkan pekerjaan mereka. Jangankan tongkang, kapal besar pun dapat terhempas dan terdampar, jika saat cuaca buruk dan badai seperti ini. Goyangan kapal yang keras, membuat mereka tak dapat berdiri tegak. Semua harus bisa menstabilkan dan menyeimbangkan tubuh mereka agar tetap bisa berdiri kokoh.
Kekompakan mereka, akhirnya dapat menghentikan kapal, yang kini sudah berlabuh jangkar di pulau Sapeken kabupaten Sumenep, Madura. Tempat ini adalah, salah satu pulau yang biasanya untuk berlindung dan bersembunyi kapal-kapal saat cuaca ekstrim di daerah Jawa Timur.
Hujan deras, gelombang tinggi dan petir menyambar di beberapa tempat, terlihat sangat jelas jika kita berada di tengah laut, seperti keadaan mereka saat ini. Begitulah kehidupan pelaut sejati, pelaut tercipta bukan dari air yang tenang dan cuaca normal. Namun, mereka tercipta dari gelombang yang tinggi dan badai yang selalu menghadang.
"Alhamdulillah," ucap Riky lega menghempaskan tubuhnya di sofa.
Setelah semua bekerja keras, berjuang untuk berlabuh jangkar, demi keamanan bersama, kini saatnya, semua kru dapat sedikit bersantai, menghilangkan letih sembari menunggu dan mereka juga dapat beristirahat sejenak, sambil menunggu kabar berikutnya dari syahbandar. Namun, mereka harus tetap waspada dengan bahaya yang sewaktu-waktu akan mengancam keselamatan mereka.
Di sudut ruang anjungan ini, terdapat satu set sofa, yang biasanya untuk bersantai para perwira kapal. Tak perlu khawatir, mereka semua saling bergantian untuk berdinas jaga sesuai aturan pelayaran. Selama berjaga saat kapal berlabuh jangkar, ABK yang bertugas dinas jaga wajib ronda, berkeliling mengawasi keadaan kapal agar tetap aman dan menghindari dari pencurian yang sering dilakukan oleh perahu-perahu kecil.
Seragam mereka yang tadi basah kuyup, kini telah terganti dengan pakaian santai. Para perwira kapal terlihat berkumpul di sofa itu. Lesu dan capek terlihat di wajah mereka.
"Siapa yang dinas jaga sekarang?" tanya Prilly ikut menghempaskan bokongnya di sofa.
"Gue," sahut Kevin dan Gritte.
"Jangan lupa ronda dan pastikan semua aman ya? Soalnya, kawasan ini sering terjadi pencurian. Jangan sampai ada kapal kecil atau perahu mendekati kapal kita. Pastikan juga, semua pintu tertutup rapat," wanti-wanti Prilly yang antisipasi kejadian yang tak diharapkan.
Dalam aturan pelayaran, sudah memiliki tugas dan tanggung jawab berbeda-beda saat melakukan dinas jaga. Semua telah diatur sesuai dengan kebutuhan, bagaimana mereka berdinas jaga saat kapal sandar di dermaga atau saat kapal sedang berjalan, bagaimana saat kapal sedang berlabuh jangkar, bagaimana saat mereka dinas jaga pelabuhan dan lain sebagainya.
"Siap!" sahut Kevin dan Gritte yang sudah memahami tugas dan tanggung jawab mereka.
Prilly menganggukkan kepalanya dan mengacungkan kedua ibu jarinya ke arah Kevin dan Gritte.
"Rik, sampai kapan badainya berlalu?" tanya Arif kepada Riky selaku markonis, yang harus selalu memantau dan berkomunikasi dengan syahbandar.
Goyangan kapal yang cukup kencang membuat semua seperti ditimang-timang. Namun, jika seseorang yang tak biasa akan merasa pusing hingga mual.
"Katanya sih, perkiraan tiga hari ke depan. Informasi yang gue dapat dari BMKB tadi begitu," jawab Riky membuat semua semakin lesu.
"Jadi kita ngapung di sini selama tiga hari dong?" sahut Mila yang kini sedang duduk bersandar di dada Kevin, melepas rasa lelahnya.
"Iyalah Mil!" seru Riky memastikan ucapan Mila.
"Tidak apa-apa, yang penting kita tetap waspada, walaupun perairan di sini terlihat agak aman, tapi tetep gelombang terasa keras di perairan ini. Kita harus berjaga-jaga agar kapal tidak hanyut, apalagi tongkang kita kosong. Dan jangan biarkan kapal kita terlalu keseret keperairan dangkal agar tidak kandas. Selalu pantau GPRS dan radar yang dinas jaga ya?" jelas Prilly yang selalu mengingatkan teman-temannya untuk selalu waspada.
"Iya ... iya," sahut semuanya terdengar lesu dan malas. Hujan di luar membuat suasana dingin, sehingga tubuh mereka yang letih membujuknya untuk beristirahat.
Wajah mereka tampak lesu, rambutnya pun masih setengah basah, karena tadi mereka dan kru yang lainnya, bekerja keras menerjang hujan demi melabuhkan kapal.
"Nanti kita tidurnya gantian ya? Jangan lupa, waktu dinas jaga, 4 jam sekali aplos. Jangan sampai kalian keenakan tidur, jadi kebablasan," peringatan Gritte kepada teman-temannya.
"Dan itu juga, nanti saat aplos anak buah kalian jangan sampai lupa!" timpal Kevin memperingatkan, dengan perasaan sedikit kesal.
Yang dimaksud 'anak buah' oleh Kevin adalah juru mudi dan kelasi yang berdinas jaga bersama dengan perwira sesuai dengan waktu yang sudah ditetapkan. Arif terkekeh mendengar tuturan Kevin yang kesal, karena pernah kejadian oleh sahabatnya kala itu, Kevin berdinas jaga sendiri, sedangkan anak buahnya yang seharusnya jaga bersamanya, justru keenakan tidur, sehingga lupa dengan tanggung jawabnya. Semua yang mengingat hal itu ikut tertawa kecil.
"Kalau kru mesin, bagaimana Rif?" sela Prilly di tengah tawa mereka.
Arif menghentikan tawanya, "Semua aman, tidak ada masalah. Perwira dan oliman bekerja sama, sesuai dengan tugas dan tanggung jawab mereka masing-masing," jelas Arif dapat dipahami oleh Prilly.
"Eh iya Pril, lo sudah hubungi Ali belum? Entar kalau dia tahu kabar cuaca di sini, lagi seperti ini, khawatir dan kelimpungan," tanya Gritte mengingatkan Prilly.
Prilly menepuk dahinya pelan, "Ya apun ... bener Te! Sampai lupa!"
Dia yang tersadar belum sempat menghubungi Ali, langsung beranjak dari sofa dan berlari ke kamar untuk mencari handphone-nya. Namun setelah didapatkannya handphone itu, raut wajahnya terlihat lesu, bibirnya mengerucut sambil berjalan menuju ke sofa tempat sahabatnya duduk.
"Kenapa Pril?" tanya Kevin yang terlihat khawatir.
Prilly kembali duduk di sofa, yang ia tinggalkan tadi. Belum ia menjawab, datang salah seorang koki, membawakan teh panas untuk mereka. Memang setiap kapal selalu ada koki khusus memasak untuk semua kru. Para kru kapal sudah mendapat bagian dan tugasnya masing-masing, sesuai ijazah dan jabatan yang diberikan oleh pihak kantor.
"Silakan tehnya," ucap koki itu, sambil menaruh nampan berisi 6 cangkir teh panas di atas meja kaca di depan sofa yang mengelilingi meja itu.
"Makasih Kok," ucap Arif mewakili teman-temannya.
Koki itu hanya menganggukkan kepala dan terus menurunkan cangkir tehnya di atas meja. Mereka yang sudah mendapat bagiannya, langsung menyecapnya, untuk menghangatkan badan, karena di luar masih hujan deras disertai badai. Kapal pun sedari tadi bergoyang, jika tak biasa, mungkin akan mabok dan muntah.
"Kapten, apakah mau disiapkan makan malam untuk perwira sekarang?" tanya koki kepada Prilly, setelah selesai menurunkan tehnya.
Prilly yang sedari tadi sedang memperhatikan handphone-nya, lantas mendongak menatap Koki.
"Iya, siapkan saja Kok!" jawab Prilly lesu, lantas mengangkat cangkir berisi tehnya yang terlihat masih mengepul.
Di kapal ini, tempat makan perwira dan kru biasa di bedakan. Koki itu berlalu pergi ke dapur untuk menyiapkan makanannya.
"Di sini nggak ada sinyal. Pasti dia khawatir banget sekarang," sahut Prilly menjawab pertanyaan Kevin, setelah koki keluar dari anjungan.
Semua sangat menyayangkan hal tersebut. Pasti Ali saat ini sedang mengkhawatirkan keadaan Prilly, seperti hari-hari yang lalu.
"Tenang Pril, besok, kalau kita sudah bisa sandar lagi di dermaga, lo langsung hubungi dia," tukas Kevin berusaha menenangkan hati Prilly yang saat ini resah memikirkan Ali.
"Iya betul Pril, lo tenang aja ya?" timpal Mila berusaha memberi ketenangan dan mengusap lengan Prilly dengan lembut.
Prilly menghela napasnya dalam dan menghempaskannya perlahan. "Iya," sahutnya lesu.
***
Ali terlihat khawatir setelah mendengar berita dari Gina. Sejak tadi di kantor, dia tidak dapat berkonsentrasi bekerja. Dia selalu berusaha menghubungi Prilly, namun handphone Prilly tidak aktif. Dia semakin gusar dan tidak tenang. Saat ini, dia berada di sebuah rumah dinas bersama Dimas. Memang mereka tinggal di rumah dinas sebagai fasilitas dari kantor.
"Lo kenapa sih Li? Mondar-mandir kaya setrikaan. Gue pusing lihat lo!" tegur Dimas yang sedang bersantai merebahkan diri di sofa panjang.
Mereka saat ini berada di ruang tengah, menonton berita perkembangan cuaca di perairan Jawa Timur. Ali yang tidak bisa tenang, selalu mondar-mandir di depan Dimas.
"Gue nggak tenang Dim, gue selalu kepikiran Prilly. Kenapa dia nggak hubungi gue ya? Terakhir dia hubungi gue, saat kapal sudah sampai di Paiton. Sampai sekarang justru handphone-nya nggak aktif," jelas kegundahan hati Ali kepada Dimas yang terlihat tidak dapat tenang.
Ali masih terus mondar-mandir sambil mencoba menghubungi Prilly. Namun percuma saja, saat ini Prilly tidak mendapatkan sinyal. Dimas semakin pusing melihat Ali mondar-mandir di depannya. Ia bangun dan duduk, ia menghela napas dalam, memperhatikan Ali yang terus mengeluh dan mencemaskan keadaan Prilly.
"Lo coba hubungi Gina aja deh, Li. Siapa tahu, dia sudah mengetahui kondisi dan keberadaan kapalnya Prilly sekarang," usul cemerlang Dimas.
Ali menghentikan tubuhnya, "Oh iya, kenapa nggak dari tadi begitu!" Ali pun langsung menghubungi Gina. Dimas menggelengkan kepala, saking khawatirnya, membuat Ali tak dapat berpikir jernih.
Setelah Ali menghubungi Gina, hatinya sedikit merasa lega. Pasalnya, kapal Prilly sudah di daerah aman. Ali kini dapat duduk dengan tenang di samping Dimas.
"Dim, kalau gue larang Prilly buat ninggalin pekerjaannya, gimana ya? Sumpah, itu bener-beber pekerjaan yang nggak mudah dan berisiko tinggi. Bisa-bisa kalau setiap keadaan seperti ini, gue dibikin dia stres dan mati perlahan karena mengkhawatirkannya," keluh Ali kesal meninggikan suaranya, dan wajahnya pun terlihat tegang.
Setelah mereka berkomitmen untuk menjalin kasih saat itu, Ali selalu mengkhawatirkan keberadaan Prilly. Saat dia menjalankan tugasnya berhari-hari di atas air. Melawan ombak, menerjang hujan dan badai, saat di tengah laut, menghindari gelombang yang tinggi. Cerita dari teman-teman dan sahabatnya yang bekerja di atas kapal bersama Prilly, membuat Ali selalu saja memikirkannya. Itu membuat Ali semakin takut, jika sesuatu hal terjadi pada Prilly.
"Kalau soal itu, entar bisa lo bicarakan baik-baik, kalau dia sudah sampai di sini. Lo bicarain, dengan kedua orangtuanya juga. Bagaimana pun, lo belum berhak menahan Prilly, karena lo hanya sebagai pacar, belum suami," nasehat Dimas membuat Ali berpikir sesuatu.
"Kalau begitu, gue mau nikahin dia. Biar kita bisa setiap saat ketemu. Gue juga sudah siap. Gue akan membicarakan ini kepada Mama dan Papa," ujar Ali yang sudah tak bisa bersabar terlalu lama lagi.
Ali merasa, waktu 7 tahun lebih, sudah cukup untuk menunggu Prilly, dan dia sudah membuktikan kepada papa dan mamanya, bahwa sekarang dia lebih siap untuk mendampingi Prilly.
"Terus, apa yang sekarang akan lo lakukan?" tanya Dimas menatap Ali serius.
Ali mengusap tengkuknya gusar, dia terus berpikir, bagaimana caranya untuk membicarakan ini kepada kedua orangtuanya?
#######
Hehehehehe
Aku kasih gambaran kecil aja, bagaimana kehidupan pelaut saat hujan dan badai di lautan. Itu saja nggak detail, cuma sekilas doang. Kalau detail, takutnya, malah entar kalian bingung dan tidak bisa membayangkan keadaannya. Ini aku kasih gambar, anjungan dan ruang kontrol mesin. Semoga dapat bayangan ya?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top