BEBY BLUES
Prilly POV
Ini bulan ketiga Fina dititipkan di rumah saat Bang Farauq dan Kaiya ke kantor. Awalnya aku senang karena Zie akan mempunyai teman bermain. Namun sekarang usia mereka sudah enam bulan, dan sedang aktif-aktifnya. Usia balita seperti mereka, lagi senang-senangnya bermain.
Pagi sebelum berangkat ke kantor Kaiya menitipkan Fina yang sudah rapi dan akan menjemputnya setelah pulang. Kaiya bekerja lagi membantu Ali dan Bang Farauq karena bisnis yang saat ini sedang melesat tinggi. Ali pun semakin sibuk. Jadi aku yang ekstra sabar mengurus sendiri Zie, sekarang ditambah Fina. Belum kalau Ali pulang dari kantor, ditambah lagi bayi besar itu. Aaaarrrrggghh... Mama bantu Prilly!!!
Zie dan Fina sekarang sudah sama-sama bisa duduk dan merangkak. Sambil duduk, mereka akan mengamati dan meraih apa pun yang bisa digenggam dengan tangan. Setelah bosan, mereka akan merangkak untuk mengeksplorasi apa yang menarik di sekelilingnya.
Pernah suatu hari aku dimarahi Ali gara-gara berkas pekerjaannya tertinggal di meja ruang tengah. Fina dapat menggapainya karena meja yang rendah. Aku tidak begitu memerhatikan Fina karena Zie sedang menangis. Aku sibuk menenangkan Zie, saat aku menghampiri Fina yang duduk tenang dan asyik mengacak-acak kertas lalu aku perhatikan, baru aku menyadari jika itu dokumen milik Ali. Kertas itu sudah kusam dan sobek.
Aku belakangan ini juga kurang tidur karena Zie sekarang tengah malam sering terbangun. Karena hauslah, karena pampresnya yang sudah penuh, karena terganggu dengan suara pintu terbuka saat Ali pulang, dan masih banyak lagi.
Pernah Zie menangis semalaman karena badannya panas, saat dia mulai bisa merangkak. Ali yang saat itu sedang pusing karena pekerjaannya menumpuk, jadi dia tidak bisa membantuku. Aku memahami pekerjaan suamiku itu. Jika aku meminta bantuaannya untuk bergantian menjaga Zie, aku tidak tega. Dia sudah lelah karena bekerja seharian dan masih lembur di rumah. Terkadang pulang sampai larut malam baru pulang. Tapi kadang-kadang dia juga masih membantuku tanpa aku memintanya.
"Pagi Mamaaa...." Aku mendengar suara Kaiya dari pintu utama.
Memang Kaiya dan Bang Farauq membahasakan Fina kepadaku dan Ali agar memanggil papa dan mama. Begitu pula Zie yang memanggil Bang Farauq dan Kaiya, mama dan papa. Karena aku adalah pengasuh Fina jika ia ditinggal bekerja. Kami memang tidak menyewa jasa baby sitter.
Karena banyak alasan yang perlu dipertimbangkan, salah satunya kasih sayang. Aku dan Ali dari awal saat mengetahui kehamilanku, kami bersepakat tidak akan menggunakan jasa baby sitter. Aku ingin mengasuh dan menyalurkan kasih sayang yang tulus pada Zie. Seberat apa pun itu aku akan mengurusnya sendiri.
"Pagi juga Sayang, sudah rapi dan cantik," jawabku sambil menyiapkan sarapan untuk Ali.
Aku melihat Ali turun dari kamar menggendong Zie. Dia sudah rapi dengan pakaian kantornya. Tapi kebiasaan dia dari dulu adalah tidak mau memasang dasinya sendiri. Aku menghampirinya dan memasangkan dasi untuknya. Aku mengambil Zie dari gendongan Ali.
"Pril, nitip Fina ya?" ujar Kaiya menitipkan Fina padaku. "Gue berangkat ke kantor duluan ya, Li?" pamit Kaiya. Sebelum pergi dia menciumi wajah Fina.
"Iya hati-hati, Kak," balasku sambil menerima stroller Fina.
Ali hanya mengangguk dan mengangkat tangannya karena dia sedang mengunyah makanan.
"Mom, aku perhatikan badan kamu lebih kurusan," tanya Ali tiba-tiba saat di sela sarapannya.
"Masa sih Dad, aku nggak ngerasa," sangkalku yang tidak ingin dia terlalu mengkhawatirkanku.
Aku memang belakangan ini kurang tidur dan makan pun terasa tidak enak.
"Apa Mommy kelelahan menjaga Zie sekaligus Fina?"
Inilah yang aku suka dari suamiku. Dia terlihat sibuk namun tetap memerhatikanku.
"Sudah kewajiban Mommy kan Dad, jika lelah itu hal biasa." Aku menjawab sambil menyuapi Zie dan Fina.
"Mommy jaga kesehatan, makan yang teratur," nasihat Ali menghangatkan hatiku.
"Daddy tenang saja, ada Bik Inah dan Bik Anik yang membantu menjaga Zie dan Fina," kataku agar dia tidak terlalu kepikiran.
Ali sudah menyelesaikan sarapannya, lantas dia memakai jasnya.
"Baiklah. Kalau ada apa-apa telepon aku ya? Daddy berangkat dulu." Ali mencium keningku dan beralih pada Zie. "Sayang, Daddy berangkat kerja dulu ya? Jagain Mommy di rumah. Jangan nakal dan jangan bandel ya?" pamit Ali mengelus pipi Zie dan menciumi wajahnya.
Zie hanya tertawa dan menggapai-gapai tangannya untuk meminta digendong Ali.
"Daddy mau kerja Sayang, di rumah sama Mommy dulu ya?" tukasku pada Zie.
Namun Zie justru menangis dan Ali pun menghela napas dalam lalu menghembuskan perlahan. Dia paling tidak tega melihat Zie menangis lantas dia menggendongnya.
"Cup cup cup, Daddy janji akan pulang cepet. Oke jagoan Daddy? Tapi Zie di rumah jagain Mommy dulu ya?" Ali berusaha menenangkan Zie.
Belum juga Zie berhenti menangis, Fina justru ikut menangis. Ini yang terkadang membuatku pusing, jika Zie dan Fina menangis bersamaan. Terkadang Bik Inah dan Bik Anik sering membantuku. Tapi Zie dan Fina tidak bisa diam jika ikut mereka. Hanya bersamaku mereka bisa tenang dan berhenti menangis.
"Cup cup cup, Sayang." Aku menggendong Fina dan berusaha menenangkannya.
Namun saat Zie melihatku menggendong Fina sepertinya dia tidak menyukainya. Tangisannya semakin kencang dan tangannya menggapai-gapai ingin meminta gendong padaku. Ali mengalihkan perhatian Zie ke tempat lain dan aku membuatkan susu untuk Fina.
Kaiya selalu meninggalkan ASI untuk Fina yang disimpan dalam Freezer. Tinggal aku mengetimnya saat Fina membutuhkan. Aku selalu meminta bantuan Bik Inah atau Bik Anik untuk mengetimnya.
Saat Fina sudah tenang dan berhenti menangis, aku membuka ruang khusus untuk bermain anak. Aku lihat Ali yang sedang menemani Zie bermain. Aku masuk ke dalam dan menurunkan Fina agar bermain dengan Zie.
"Mom...," panggil Ali menatapku lekat.
"Ada apa, Dad?" tanyaku saat merapikan beberapa mainan yang tergeletak di lantai.
"Apa mereka selalu begitu?" tanya Ali membuatku berhenti merapikan mainan anak-anak.
"Maksud Daddy apa?" tanyaku dan aku menoleh ke arah Ali sambil mengerutkan dahiku.
"Apa Zie dan Fina sering menangis bersamaan seperti tadi?" terang Ali dengan nada mengintimidasi.
Memang baru kali ini Ali melihat mereka menangis bersama. Biasanya hanya Zie saja yang menangis saat Ali berpamitan ketika ingin berangkat kerja. Aku hanya tersenyum dan menghampirinya. Aku merapikan dasinya yang sudah melonggar.
"Itu hal biasa Dad, sering sekali Zie tidak rela jika aku menggendong Fina. Sebaliknya, Fina pun juga begitu. Aku tidak ingin membedakan mereka. Aku ingin memberikan mereka kasih sayang dan perhatian yang sama," jelasku perlahan agar dia mengerti maksudku.
"Baiklah hari ini aku libur ngantor. Aku bantu kamu menjaga mereka." Aku terkejut dengan ucapannya lalu menatap Ali tak percaya.
Apa yang dia katakan tadi? Membantuku menjaga Zie dan Fina?
"Aku tidak apa-apa Daddy, aku tidak mau mengganggu pekerjaanmu," ujarku tidak ingin merepotkannya dan mengganggu pekerjaannya.
Ali menarik pinggangku dan mencium bibirku singkat.
"Aku hari ini tidak terlalu banyak pekerjaan. Siapa yang akan memarahi big boss jika membolos hanya sehari saja untuk menemani anak dan istrinya?" katanya menyombongkan diri sambil menarik hidungku pelan.
"Aw sakit. Iya, iya." Akhirnya aku mengalah dan mengusap-usap hidungku yang kupastikan sudah memerah.
"Aku ganti baju dulu ya?" ujar Ali melepas pinggangku. Aku mengganggukkan kepala menjawabnya.
Saat Ali ingin melangkahkan kaki, Zie menahan kakinya. Wajah polos Zie mengenadah menatap Ali, seakan dari tatapannya ingin bertanya 'Daddy mau kemana?'.
"Ya ampun anak Daddy. Ada apa, Nak? Kok kaki Daddy ditahan sih? Daddy cuma mau ganti baju," ucap Ali mengangkat Zie.
Aku melihat Zie merancau tidak jelas. Seakan dia ingin berkomunikasi dengan Ali. Aku hanya terkekeh kecil melihat komunikasi antara anak dan ayah itu. Ali mengajak Zie ke kamar untuk mengganti pakaiannya, setelah itu, mereka kembali ke ruang bermain.
Saat kami bermain bersama, tiba-tiba Zie dan Fina berebut mainan. Zie tidak mau mengalah dan terus menarik mainan Fina.
"Sayang, ini mainan Kak Fina. Zie masih ada mainan yang lain Sayang." Dengan hati-hati aku melerai mereka.
Zie berbalik merangkak menghampiri Ali dan menggapai meminta digendong dan menangis. Seoalah-olah ia mengadu pada daddynya. Fina pun ikut menangis dan langsung memelukku.
Ali POV
Aku melihat Prilly sedang menenangkan Fina. Ternyata selama ini dia kerepotan mengurus Zie dan Fina. Belum saat mereka menangis bersamaan seperti saat ini. Makanya aku perhatikan tubuhnya semakin kurus. Aku jadi tidak tega melihatnya. Aku juga sering mendengarnya menangis sendiri saat Zie bangun tengah malam. Dan sepertinya Prilly juga tidak tega jika membangunkanku. Saat itu dengan mata yang masih perih aku bangun membantunya walau dia tidak memintanya.
Aku tenangkan Zie saat dia menangis histeris. Dia merancau tidak jelas di sela menangisnya. Sepertinya dia haus dan ingin menyusu. Aku mendekati Prilly.
"Mom, sepertinya Zie haus." Prilly menolehku ternyata dia sedang memberi Fina susu dari botol dot.
"Oh Sayang, sini Nak!" Aku berusaha memberikan Zie yang masih menangis dan mengambil Fina darinya.
Baru aku ingin mengangkatnya, Fina kembali menangis. Prilly duduk menggendong dua balita itu, dia menyibakan kausnya dan membuka bra agar Zie meminum ASI di sebelah kanan. Fina masih anteng menghabiskan susu di dotnya di sebelah tangan kiri Prilly.
"Daddy kenapa melihatku seperti itu?" tanya Prilly menyadarkanku saat aku melamun memerhatikannya yang sedang kerepotan.
Aku membayangkan hari-harinya yang seperti ini. Belum lagi jika dia menyiapkan keperluanku. Dan belum saat aku memintanya melayaniku tiap malam. Aku tidak tega melihatnya seperti itu.
"Nggak apa-apa Mom, sedang membayangkan hari-hari Mommy saat menjaga mereka sendiri. Gimana ya repotnya orang-orang yang punya anak kembar? Mommy saja sudah begini repotnya." Aku mengusap pipi Prilly lembut. Kulihat dia memejamkan mata menikmati sentuhanku.
"Daddy bisa bantu memindahkan Fina ke dalam box-nya?" pinta Prilly saat melihat Fina sudah tertidur lelap.
Aku mengangkat Fina dan menidurkannya di dalam box baby yang ada di ruangan ini. Sebenarnya ini adalah kamar tamu, hanya saja Prilly menunggunakannya sebagai area bermain mereka. Prilly mengangkat Zie pindah ke atas ranjang tanpa melepas ASI yang masih dihisapnya. Aku merangkak menghampiri mereka yang sudar berbaring di ranjang. Kuelus lembut rambut Zie dan menciumnya sayang. Prilly tersenyum manis dan aku ikut berbaring seperti mereka.
***
"Dad, tolong ambilkan handuk untuk Fina," teriak Prilly dari kamar mandi.
Sekarang ini Prilly sedang memandikan Zie dan Fina.
"Iyaa," jawabku dan segera menghampirinya ke kamar mandi.
"Daddy angkat Fina, Mommy angkat Zie ya?" pintanya sambil menahan badan Zie.
Aku pun mengangkat Fina dari bak mandi sedangkan Prilly mengangkat Zie. Aku membantu Prilly membedaki Fina dan Zie. Mereka tidak mau diam, merangkak ke sana ke mari hingga aku kualahan. Aku mendengar sesekali Prilly mendengus kesal dan menarik Zie untuk dipakaikan baju. Namun Zie meronta, aku melihat Prilly meneteskan air mata. Apa dia menangis?
"Please sayangnya Mommy, pakai dulu bajunya habis itu main lagi dengan Kak Fina," ucap Prilly dengan suaranya bergetar dan parau.
Dia terus menundukan kepalanya, mungkin agar aku tidak melihatnya menangis.
"Fina sini Nak, sama Papa. Pakai dulu bajunya. Tuh lihat Adik Zie sudah rapi dan ganteng," bujukku pada Fina, namun Fina justru menghampiri Prilly dan menarik-narik baju Zie.
"Sebentar ya, Sayang. Mama selesaikan Adik Zie dulu ya? Habis itu Kak Fina," ucap Prilly sudah menyeka air matanya namun masih terlihat matanya yang memerah.
"Sini sama Papa saja, Sayang." Aku masih membujuk Fina agar mau bersamaku.
"Yupz sudah siap! Zie udah ganteng. Zie sama Daddy dulu ya?" ujar Prilly tersenyum dan mengangkat Zie.
Aku mengulurkan tangan untuk menggendong Zie. Prilly segera memakaikan pakaian untuk Fina. Setelah mereka sudah rapi, aku dan Prilly bergantian untuk membersihkan diri.
"Ke taman yuk Dad, jalan-jalan sore sambil menyuapi Zie dan Fina," ajak Prilly saat kita keluar dari kamar.
"Oke, aku siapkan stroller Fina dulu." Aku segera mengambil stroller Fina, lalu aku masukan ke dalam mobil.
Lantas aku masuk ke dalam rumah meminta Zie dari gendongan Prilly. Punya anak satu berasa punya anak kembar. Kami pun masuk ke dalam mobil, Prilly memangku mereka.
Aku melajukan mobil ke taman komplek perumahan. Di taman sudah banyak orang-orang yang melakukan kegiatan. Sambil jalan-jalan sore dengan telaten Prilly menyuapi Zie dan Fina bergantian.
***
"Mommy cape?" tanyaku ketika kami ingin beranjak tidur. Prilly hanya tersenyum dan mengelus pipiku lembut.
Aku melirik box di samping ranjang kami, ternyata Zie sudah tertidur pulas. Sepulang dari taman tadi, Kaiya langsung mengambil Fina. Seharian membantu Prilly mengurus Zie dan Fina rasanya badanku pegal-pegal, lebih lelah mengurus anak daripada bekerja di kantor.
Hebatnya istriku dan para ibu rumah tangga yang tangguh serta bisa mengurus anak dan keluarga. Ternyata menjaga anak lebih menguras tenaga dan ekstra kesabaran. Baru sehari aku menemani Prilly menjaga mereka tapi badan sudah merasa seperti dipukuli. Apalagi istriku? Tak heran jika tubuhnya semakin kurus.
"Sini!" aku tarik tubuhnya untuk aku peluk dalam tidurku.
Aku usap-usap lembut punggungnya penuh kasih sayang. Kukecup keningnya lama menyalurkan cintaku padanya. Aku rasakan napasnya sudah teratur. Lalu aku menyusulnya ke dalam mimpi.
Dalam tidurku aku mendengar samar-samar isak tangisan. Aku membuka mataku, melihat di sebelahku, Prilly tidak ada. Aku menyapu pandanganku keseluruh ruang kamar. Samar-samar aku melihat seseorang duduk di sofa panjang dan kulihat bahunya bergerak naik turun. Aku berjalan menyalakan lampu kamar. Aku lihat Prilly menggendong Zie dan memeluknya. Tapi kenapa dia menangis? Aku hampiri dia dan duduk di sebelahnya.
"Sayang, kamu kenapa?" tanyaku lembut dan cemas, lalu aku merengkuh bahunya agar menghadapku.
Aku ambil Zie dalam pelukannya, aku mengangkat dia dan kutidurkan di box baby. Aku tepuk-tepuk samping pantat mulusnya pelan agar dia tertidur pulas. Setelah aku pastikan Zie sudah tertidur pulas, kuhampiri Prilly yang masih duduk di sofa dengan pandangan kosong ke depan.
"Sayang...."
Kusadarkan lamunannya dan dia memelukku erat. Tangannya melingkar di tengkukku erat. Dia terisak di bahuku. Leherku terasa basah karena air matanya. Kuusap punggungnya memberinya ketenangan.
"Aku lelah Honey."
Apa istriku terkena beby blues saat ini?
#########
Bisa membayangkan bagaimana repotnya menjadi IRT kan?😊
Terima kasih untuk vote dan komentarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top