BAHAGIA DAN SEDIH DATANG BERIRINGAN

Satu minggu lagi ujian akan dilaksanakan. Ali Cs dan Prilly Cs disibukan dengan kegiatan belajar mereka. Saat ini mereka berkumpul di rumah Mila, untuk belajar kelompok. Seusai belajar semua berpamitan kecuali Kevin, Ali, Prilly dan Dimas.

"Guys, gue boleh bicara sebentar sama Prilly?" pinta Ali saat mereka sedang berada di ruang tengah.

Seketika mereka hanya terbengong dan bertanya dengan diri mereka sendiri. Prilly yang kaget dengan ucapan Ali hanya bisa memandang Ali dengan wajah tak percaya dan heran.

"Yaelah Li, lo mau bicara ya bicara saja. Emang ada ya, larangan atau undang-undangnya yang menyatakan, nggak bolehin lo bicara sama Prilly, hah?!" jawab Mila dibalas Ali senyuman cool.

"Tahu ini anak!" sahut Kevin sambil melepar kacang ke badan Ali.

Ali pun langsung menarik Prilly ke belakang rumah Mila yang terdapat kolam renangnya. Kevin, Mila dan Dimas hanya saling memandang dan hanya mengangkat bahu mereka tanda tak mengerti. Mereka melanjutkan menonton televisi.

Di belakang rumah Mila, tepatnya di samping kolam renang. Prilly yang duduk sambil merendamkan kakinya di dalam kolam dan diikuti Ali duduk di sebelahnya. Prilly pun hanya terdiam menunggu apa yang akan Ali katakan padanya.

"Pril?" panggil Ali lirih sambil meraih tangan Prilly.

"Hemmm," gumam Prilly menyahut panggilan Ali, sambil menoleh tersenyum semanis mungkin.

Meski hubungan mereka tak kunjung ada kepastian, karena masih memikirkan dan menjaga perasaan Gina. Namun bagi mereka, hati keduanya tak dapat dipungkiri lagi, jika mereka berharap untuk bisa lebih dari sekadar teman suatu saat nanti.

"Apa taruhan kita waktu itu masih berlaku?" tanya Ali dengan mata menatap ke dalam manik mata Prilly.

Perasaan Ali tenang dan perasaannya lebih baik saat berada di samping Prilly. Seakan hatinya mendapat pelabuhan terakhir ketika perasaannya sedang terombang-ambing tak tentu.

"Menurut lo?" tanya Prilly balik dan juga menatap mata Ali intens.

Hatinya masih saja berdebar saat bersama Ali. Getaran cinta itu masih ada hingga saat ini.

"Gue masih berharap itu masih berlaku," jawab Ali jujur dan penuh harapan di dalam rongga dadanya.

"Gue juga begitu!"

"Kalau begitu kita siap-siap, siapa yang nilainya lebih unggul di antara kita berdua, janji ya ... cuma satu permintaan?" tegas Ali seraya memberi senyum termanisnya pada Prilly.

"Oke, siapa takut? Jadi lo pikir-pikir dulu deh, yang serius buat meminta sesuatu ke gue, kalau lo yang lebih unggul. Jangan sampe nyesel, karena cuma satu permintaan. Gue juga akan mikirin itu," cibir Prilly percaya diri sambil menunjukan senyum termanisnya.

Suasana menjadi hening, tak ada yang memulai lagi obrolannya. Prilly memainkan air, hingga permukaan kolam renang bergelombang seperti ada alur dari dalam.

"Pril, gue boleh nitip sesuatu nggak ke lo?" tanya Ali yang terdengar serius memecahkan keheningan.

"Nitip apa Li?" Prilly menoleh menatap Ali tak kalah seriusnya.

"Hati gue," jawab Ali sambil mengeluarkan sesuatu dari kantong jaketnya.

Prilly yang terkejut dan tak mengerti maksud kata Ali, memandangnya dengan wajah banyak pertanyaan.

"Maksudnya?"

"Iya Pril, gue mau nitip hati gue ke lo. Apa lo bisa menjaganya?" jelas Ali melepas benda yang menyatu di tangannya.

"Gue nggak bisa janjiin apa pun ke lo Li, tapi gue akan berusaha menjaga hati lo, asal lo juga bisa menjaga hati gue." Dengan mata yang berkaca-kaca Prilly berusaha menahan tangis bahagia dan haru menjadi satu.

Ali melingkarkan sesuatu di leheh jenjang Prilly dan sontak membuat Prilly tak bisa lagi menahan air mata bahagianya.

"Pril, ini kalung dan cincin yang terpasang di leher lo, bukti gue ingin lo selalu jaga hati lo buat gue, ini kalung dan cincin yang ada di gue akan selalu mengingatkan gue untuk selalu menjaga hati gue buat lo," ujar Ali tulus dari lubuk hatinya.

Dua kalung dan dua cincin mas putih itu telah tergantung di leher Ali dan Prilly. Satu kalung yang di kenakan Prilly pas, terlihat cantik di leher jenjangnya, untuk yang satunya lagi dikenakan Ali, terlihat agak panjang menjuntai hingga di dada Ali.

"Lo lihat ini, kalo cincin disatukan, akan berbentuk hati, dan lo lihat di balik cincin lo."

Prilly memperhatikan cincin yang ada di lehernya. Dia melihat di dalam cicin itu.

"My Boy Ali.A.S," eja Prilly membaca tulisan yang ada di dalam kalung itu.

Prilly menatap Ali sambil mengerutkan dahinya.

"Iya! Sedangkan punya gue My Girl Prilly.P.A," timpal Ali tersenyum pada Prilly.

Ali pun memeluk erat Prilly, dan mengecup kening Prilly lama untuk menyalurkan perasaan yang ada di hatinya untuknya. Berbohong dengan hati sendiri, itu artinya berbohong pada diri sendiri.

"Maaf, lo harus menunggu."

***

Ujian berjalan dengan lancar. Kini Ali Cs dan Prilly Cs berada di salah satu cafe, tempat biasa mereka nongkrong selepas sekolah.

"Waaaahhh lega!" pekik Dimas menghempaskan pantatnya pada sofa di cafe itu.

Semua mengambil tempat duduknya masing-masing. Bagaikan magnet, Ali dan Prilly tak dapat berjauhan. Di mana ada Prilly, di situlah Ali ada. Mereka duduk bersebelahan.

"Setelah ini, rencana selanjutnya apa?" tanya Kevin menyusul Dimas duduk di sebelahnya.

"Gue mau nerusin kuliah!" sahut Arif.

"Gue juga, tapi di mana ya?" tanya Kevin yang belum dapat memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di mana.

"Besok kalau cari kampus bareng-bareng ya? Biar kita bisa bersama lagi," sahut Gritte sambil menulis pesanan pada kertas.

"Iya Ite, gue setuju! Tapi saat ini kita nikmatin aja liburan. Gimana?" usul Gina kepada teman-temannya.

"Setuju! tapi ke mana ya?" tanya Mila menyapu pandangannya. Semuanya tampak berpikir.

"Sorry sebelumnya, kalau liburan kayaknya gue nggak bisa ikut deh. Soalnya gue harus nyusul Bokap ke Surabaya," sela Prilly, dengan perasaan tidak enak hati karena harus meninggalkan teman-temannya dan membiarkan mereka untuk berlibur tanpa dirinya.

"Ahhh Prilly, nggak asyik kalau nggak ada lo," rengek Gina manja.

"Gue juga nggak tahu kenapa Bokap nyuruh gue ke Surabaya. Ya mau gimana lagi, tapi tenang ... kita kan masih ada waktu seminggu ke depan sampe pengumuman. Kan ada clasmeeting, jadi kita bisa kumpul-kumpul di sekolahan kan?" kata Prilly menenangkan hati teman-temannya.

Setidaknya, waktu itu dapat mereka manfaatkan untuk berkumpul, sebelum mereka menentukan masa depannya masing-masing.

"Yups! Betul kata Prilly! Kita nikmatin dulu kegiatan di sekolahan!" sahut Dimas menyetujui usulan Prilly.

Ali hanya diam sedari tadi, entah apa yang ia pikirkan. Namun Prilly yang menyadari sedari tadi Ali diam, ia langsung menyenggol lengannya.
Ali tersentak terkejut, akhirnya ia menoleh ke Prilly.

"Lo kenapa Li?" tanya Prilly setengah berbisik dengan suara kecil, mungkin hanya mereka yang mendengarnya.
Ali hanya menjawab dengan menggelengkan kepala, terlihat lemas.

***

Seminggu dijalani mereka dengan menghabiskan waktu di sekolah. Namun ada yang membuat hati Prilly merasa mengganjal. Setelah terakhir pertemuannya dengan Ali di cafe waktu itu, Prilly tidak pernah melihatnya lagi. Prilly hanya diam dan tidak berusaha menanyakan ke teman-temannya.

Saat pengumuman datang, semua siswa bersuka ria. Mereka mencurahkan kebahagiannya dengan mencoret-coret seragam putih abu-abunya dengan pilox berbagai macam warna, tak lupa Prilly pun melakukan hal yang sama. Namun di sisi lain, saat ia bahagia, ada yang kurang, dia tidak melihat Ali seminggu terakhir ini, dan itu membuatnya semakin gusar tak tenang. Ia berjalan ke ruang guru berniat menanyakan hasil nilai ujian Ali. Prilly bertemu dengan Pak Abadi.

"Pak! Pak!!!" seru Prilly memanggil dengan suara keras agar Pak Abadi mendengarnya.

Prilly berhenti di depan Pak Abadi, napasnya sedikit tersengal, karena dia baru saja berlari mendekati Pak Abadi.

"Iya. Ada apa Prilly? Ohhh ya selamat ya atas kelulusannya?" ucap Pak Abadi menjabat tangan Prilly.

"Terima kasih Pak. Tapi saya mau tanya soal hasil ujian Ali. Dan saya sampe sekarang belum melihatnya?" tanya Prilly dengan wajah riang dan mata berbinar.

"Hasil nilai UAN Ali di atas kamu. Ya ... cuma beda sedikit. Di atas kamu 2 point saja. Memang ada apa kamu menanyakan Ali? Bukankah Ali sudah berangkat ke Belanda seminggu yang lalu? Memang dia tidak pamit sama kamu, Pril?" tanya Pak Abadi bingung, karena setahu dia, Prilly adalah teman dekat Ali.

Bagai disambar petir di siang bolong. Kaki Prilly terasa ngilu senyum yang tadinya menghiasi wajah cantiknya seketika berubah menjadi garis lurus tanpa ekspresi. Mata indah yang tadinya berbinar ceria, kini berubah nanar dan digenangi air. Prilly yang mendengar ucapan Pak Abadi tak bisa lagi berkata-kata. Kakinya terasa lemas, hatinya seperti tertusuk ribuan jarum. Air matanya tak lagi terbendung. Ia pergi begitu saja, berlari menjauh dari Pak Abadi tanpa terucap satu patah kata pun. Ia berlari sekuat tenaganya, tidak mempedulikan orang yang tertabrak tubuhnya. Sahabat-sahabatnya yang melihat Prilly berlari sambil menangis, langsung bergegas menyusul.

Prilly yang ingin memastikan ucapan Pak Abadi, langsung menancap gas mobilnya untuk ke rumah Ali. Sahabatnya terlihat kebingungan melihat sikap Prilly yang gelisah, dan tanpa pikir panjang, mereka pun mengikutinya.

"Pakai mobil gue aja!" pekik Dimas menyiapkan kuncinya, yang kebetulan juga, mobilnya mudah mereka jangkau. Semua masuk ke dalam mobil Dimas, dan mengejar Prilly.

Hujan yang sangat deras, tidak Prilly pedulikan, yang ada dipikirannya saat ini, dia ingin bertemu dengan Ali. Mobil Prilly melaju sangat kencang, Dimas yang mengejarnya sedikit kualahan.

"Dimas, hati-hati!" peringatan Gina yang duduk di sampingnya.

Semua mata selalu fokus memperhatikan laju mobil Prilly. Perasaan khawatir menjalar dalam hati mereka.

"Ada apa sih sama Prilly? Kenapa jadi kayak orang kesetanan begitu nyetir mobilnya?" gumam Gritte heran dan terlihat sangat cemas.

"Gue nggak tahu Te," sahut Mila tak kalah cemasnya dengan Gritte.

Sesampainya di depan rumah Ali, Prilly terlihat tergesa-gesa turun dari mobil, ia bergegas menuju ke gerbang rumah Ali. Ternyata gerbang itu tergembok rapat, rumah tampak sepi tak berpenghuni. Ia meronta-ronta sambil menangis dan memanggil nama Ali. Sekecang-kencangnya ia berterian di tengah derasnya hujan. Prilly tak memperdulikan lagi jika dirinya basah kuyup.

"ALIIIIIII!!!! KELUAR!!! LO DI DALAM KAN LI??!!! GUE DATANG LI, GUE MAU NEPATIN JANJI KESEPAKATAN YANG SUDAH KITA BUAT!!! LIIIIIII ... GUE MOHON KE LUAR LO!! GUE TUNGGU LO DI SINI, LI!!!! SAMPE LO KE LUAR, GUE AKAN TETAP BERDIRI DI SINI!!!" teriak Prilly keras ke arah rumah Ali.

Saat Prilly menangis dan berteriak,
Gritte dan Mila turun dari mobil begitu saja, mereka langsung berlari memeluk Prilly yang sudah lemas duduk di depan gerbang rumah Ali.

"Ayo kita pulang Prill, lo harus tenang," ucap Mila sembari memeluk dan menenangkan Prilly yang sudah menangis tidak terkendali.

Merasa iba kepada Prilly, mereka pun ikut menangis. Meski tak tahu apa permasalahannya, tapi mereka tetap dapat merasakan kesedihan Prilly. Sepertinya Prilly sangat terpukul atas kepergian Ali yang tanpa pesan itu.

"Prill kalau lo begini, nanti lo bisa sakit!" bujuk Gritte sambil menangis. Ia tak tega melihat sahabatnya seperti itu.

"GUE NGGAK PEDULI TE! KALAU GUE HARUS SAKIT!!! GUE CUMA MAU KETEMU ALI!!! GUE MAU NEPATIN JANJI KE DIA, TE!!!" teriak Prilly beradu dengan suara gemercik air hujan yang sangat deras.

Prilly terus meronta-ronta dan berteriak. Hujan yang sangat lebat, tak membuatnya gentar. Dia masih terus berusaha ingin Ali ke luar, menemuinya.

"ALIIIII!!! LO DI MANA?? GUE DI SINI NUNGGUIN LO, LI!" teriak Prilly terus-menerus tidak putus asa memanggil nama Ali, ke arah rumah yang sudah ditinggalkan penghuninya itu.

Kevin dan Arif yang melihat kekasihnya seperti itu, merasa tak tega, mereka berlari dan menolong Gritte serta Mila untuk berdiri. Dimas dan Gina yang melihat mereka dari dalam mobil, hanya terdiam, terpaku melihat kenyataan, bahwa selama ini Ali dan Prilly saling mencintai. Gina yang melihat itu semakin merasa bersalah atas perasaannya.

Flashback

Saat pulang dari belajar kelompok di rumah Ali kala itu, Ali yang mengantar Gina pulang, menerima kejujuran dari Gina dengan apa yang dia rasakan selama ini kepadanya.

"Li, gue mau ngomong sesuatu sama lo?" ujar Gina lirih namun masih dapat terdengar oleh Ali secara jelas.

"Ngomong aja Gin," sahut Ali dengan mata masih tetap fokus pada jalanan.

Gina meremas-remas ujung bajunya, dia merasa gugup dan menggigit bibir bawahnya.

"Li, gue ... mmm ... gue dari dulu udah suka sama lo," ungkap Gina akhirnya memberanikan diri berkata jujur pada Ali.

Ali tidak terkejut dengan pernyataan Gina itu, karena jauh hari, dia sudah mempersiapkan jawaban atas ungkapan perasaan Gina padanya.
Gina yang tegang dan was-was hanya bisa menunduk menunggu jawaban Ali. Ali menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Dengan pandangan tetap ke arah depan.

"Gin, gue sebelumnya minta maaf sama lo. Sebenernya gue juga nggak tahu apa yang gue rasain ini. Tapi setiap gue dekat dengannya, gue merasa nyaman. Dia pun merasakan hal yang sama ke gue. Tapi, kita sama-sama belum tahu harus berbuat apa dengan perasaan kami. Dia nggak mau nyakitin lo Gin, dia lebih memilih menjaga persahabatan kalian. Dia lebih menghargai perasaan lo. Gue nggak mau ada pihak yang tersakiti, termasuk lo. Gue nggak bisa membohongi perasaan gue. Gue nggak mau lo bersama gue karena adanya keterpaksaan. Karena nanti akan menyakiti hati lo Gin, maaf," jelas Ali panjang lebar yang belum dapat dimengerti oleh Gina.

"Maksud lo siapa Li, sahabat gue?" tanya Gina menunjuk dirinya sendiri. Dia masih bingung mendengar penjelasan Ali itu, Gina pun tak bisa menahan tangisannya.

"Suatu saat lo bakal tahu siapa orang yang sudah mengorbankan perasaannya buat lo Gin, gue minta maaf, gue minta lo mengerti, karena perasaan tidak bisa dibohongi dan dipaksakan," jelas Ali menoleh ke samping, melihat Gina sudah menangis sesenggukan.

Mungkin ini adalah jawaban yang tepat untuk Gina, karena sudah cukup Ali menahan perasaannya dan menjaga perasaan orang lain. Ali tidak ingin, Gina terlalu jauh menaruh harapan kepadanya.

"Oke Li, gue mengerti, maafin gue Li." Gina berusaha legowo menerima kenyataan, bahwa cintanya kepada Ali bertepuk sebelah tangan. Gina masih saja menunduk dan menangis.

"Gin, walaupun begitu, kita kan masih bisa berteman. Lo nggak kehilangan sahabat dan gue masih bisa jadi temen lo kok," jelas Ali secara halus dan mengusap punggung Gina agar perasaannya bisa lebih tenang.

Flashback off

Dimas mengingat sesuatu, ia langsung turun dari mobil, menghampiri Prilly yang masih tersungkur menangis di depan gerbang besi yang menjulang tinggi itu. Ia berusaha membantu Prilly berdiri, Gritte yang ada di pelukan Arif hanya dapat menangis melihat Prilly terlihat sangat rapuh, begitupun Mila yang ada di pelukan Kevin. Dimas memegang kedua bahu Prilly, dan meminta Prilly agar tenang.

"Pril, lo harus dengerin gue. Ali cinta sama lo. Dia nggak sepenuhnya pergi. Dia pasti kembali Pril, dia berbuat seperti ini buat lo, buat nunjukin, kalau dia pantas buat berada di samping lo. Gue yakin dia pasti balik ke lo, Pril. Lo harus tunjukin ke Ali, kalau lo nggak lemah, lo kuat Pril. Ayo lo ikut gue! Gue ada sesuatu buat lo!" seru Dimas berteriak agar Prilly mendengar ucapannya, karena suaranya beradu dengan derasnya guyuran air hujan.

Dimas membantu Prilly berjalan, memapahnya menuju ke mobil. Dimas membukakan pintu belakang untuk Prilly. Mila dan Gritte pun ikut ke dalam mobilnya. Dimas melajukan mobilnya. Arif dan Kevin mengikut mobil Dimas dari belakang dengan mobil Prilly. Mobil mereka berhenti di sebuah rumah yang luas dan terkesan mewah, mobil mereka terparkir di halamannya.

"Masuk guys!" ajak Dimas pada teman-temannya, sambil membuka pintu rumah itu.

Mereka pun semua masuk dan duduk di kursi yang ada di ruang tamu.
Prilly masih saja menangis di pelukan Mila, belum juga bisa berhenti. Dimas yang terlihat ke luar dari suatu ruangan pun, membawakan mereka baju kering dan menyuruh semua berganti terlebih dahulu. Kecuali Gina yang memang tidak basah. Selesai mereka mengganti pakaian dengan yang kering, Dimas mengajak mereka masuk ke dalam kamarnya. Iya! Ini adalah rumah Dimas.

Setelah mereka berada di kamar, Dimas membuka laci di meja belajarnya. Dia mengambil sesuatu dari sana dan memeberikannya kepada Prilly.

"Ini Pril, buat lo."

#########

Ali pergi, tanpa pamit. Sabar Pril, dia pasti kembali, suatu saat nanti. Di suasana yang berbeda. Percayalah. Hehehe

Terima kasih vote dan komentarnya ya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top