≧ I'll Forgive You Even If You Die - Kikuo
(a)part
.
君が死んでも許してあげる (I'll forgive you even if you die) – Kikuo
.
Story by himuluci
Dan Hiroki x OC
Trace: Recollection of a Forensic Researcher © Koga Kei
.
!! Implied Suicide !!
.
.
.
Sedari awal, apa yang Maaya inginkan adalah hal yang egois. Dia ingin terus hidup bersama Dan sampai akhir hayatnya, ia ingin terus mencintai dan melakukan hal yang selalu mereka lakukan selama ini.
Namun, Maaya juga sadar bahwa tidak ada yang selamanya di dunia ini. Mimpi buruk pun, suatu saat nanti akan berakhir, walau dia sendiri tidak terlalu benci juga dalam menghadapinya.
Di saat itu tiba Maaya akan…
Ah, tidak, bukan.
“Saat itu” sudah tiba.
Buktinya saja Maaya berdiri di depan pagar pembatas gedung.
Hari ini hujan, jadi tidak akan ada orang yang menghentikannya sekarang.
***
Di dalam mimpi buruk itu, Maaya selalu sendiri. Tidak ada orang, suara, maupun cahaya di dalamnya.
Kemudian, suatu hari ia menemukan cahaya di dalamnya, Dan Hiroki namanya.
Menghabiskan mimpi buruknya bersamanya kelihatannya tidak begitu buruk. Lagipula dia tidak mempunyai harapan lain, jadi tidak ada yang harus dipadamkan di dalamnya.
Ah, mungkin Maaya akan lebih bahagia lagi jika Dan dapat memantik api lain dalam dirinya. Tidak peduli mau itu kebahagiaan atau kesengsaraan, Maaya akan secara suka rela akan terus menjaga agar api itu tetap menyala.
Namun Dan tidak memberikannya satu pun. Lagipula Dan memang tidak memiliki kewajiban untuk memberikan Maaya hal tersebut. Ini tidak lebih dari salah satu keinginan egois yang ada di dalam dirinya.
Api yang berasal dari diri Dan sendiri memang tidak pernah padam, tapi untuk penggunanya tentu akan kalang kabut jika apinya akan mulai redup.
Dalam hal ini, apinya memang tidak akan mati.
Maaya hanya berpikir betapa indahnya jika api itu dapat terus berpijar dalam kondisi apapun, sehingga akhirnya ia sampai pada suatu kesimpulan.
Mungkin terlalu lama tinggal bersama Dan membuatnya menjadi paham akan pola pikir yang dilakukan oleh pria tersebut—atau, Maaya hanya gila dan mengalami sebuah delusi.
Yang mana pun itu, Maaya tidak masalah, yang terpenting baginya adalah bahwa Dan akan terus bahagia, dan rencananya berjalan sesuai dengan apa yang Dan harapkan.
Untuk permasalahan lainnya, mungkin bisa ia pikirkan nanti—memangnya ada nanti?
Lagipula dia tidak masalah kalau Dan tidak akan pernah memaafkannya—walau Maaya mati sekalipun.
Ah, akhirnya akan tiba sebentar lagi.
“Bagaimana?” sebuah suara bertanya kepada Maaya.
Entahlah, Maaya tidak yakin untuk apa yang terjadi setelahnya, yang ia tahu, bahwa ia cukup bahagia untuk sampai di kesimpulan ini.
Dan juga, dia pasti akan bahagia dengan apa yang sudah ia lakukan.
***
Hari ini hujan. Rasa-rasanya sama seperti kejadian beberapa tahun lalu, kalau tidak salah ada seorang wanita yang melompat dari pagar pembatas gedung kemudian meninggal.
Ah, benar, Maaya.
Rasa-rasanya baru kemarin Dan berteduh di jalan pulangnya saat kemudian ia melihat sesosok figur yang familiar meloncat dari atas gedung.
Maaya meninggal hari itu.
Dan pikir semuanya hanya ilusi belaka, jadi begitu hujan sudah agak sedikit reda, ia cepat-cepat pulang untuk memeriksa.
Ia berharap itu semua hanya mimpi.
Maaya akan menyambutnya dari dapur dengan hangat sementara Juuna akan duduk di belakangnya sambil berceloteh kesal.
Tetapi tidak, semua itu bukan mimpi.
Fakta tentang kematian Maaya, itu semua nyata.
Seharusnya, perpisahannya dengan Maaya tidak akan menjadi begitu menyedihkan. Semuanya hanya akan kembali normal, tepat ketika sebelum Maaya tiba, atau hari-hari ketika Maaya sedang tidak ada di rumahnya.
Seharusnya begitu, tapi, ada apa dengan rasa sakit yang ada di dadanya ini?
Rasa sakit ini tidak sama seperti ketika ia tahu bahwa Yoshikazu sudah meninggal.
Ini bukan perasaan kecewanya karena tidak dapat membunuh Maaya dengan tangannya sendiri.
Ini adalah perasaannya, tentang dirinya yang tidak akan pernah bertemu dengan Maaya lagi.
Tapi apa Dan akan dengan mudah menerimanya begitu saja? Tentu tidak.
Ia menolak dengan keras perasaan itu, ia tidak akan mengakuinya.
Lagipula, jika ia mengakuinya pun, semuanya sudah terlambat.
***
“…pada akhirnya kamu membuang seluruh perasaan yang kau punya pada Maaya?” Gadis berambut hitam itu duduk di depan kaca pembatas yang berhadapan langsung dengan Dan.
“Tidak juga, aku terkadang masih suka memikirkannya. Aku kadang berpikir tentang bagaimana kalau Maaya sedang berada di sini sekarang,” Dan terkekeh.
“Omong-omong, ucapan Maaya itu kamu dapat dari mana? Seingatku dia tidak meninggalkan wasiat apapun,” Tanya Dan.
“Wasiat fisiknya sih tidak ada… tapi aku menemukan catatannya waktu sedang mengecek komputer miliknya,” balas Juuna, “aku pikir Dan pasti memikirkan soal Maaya makanya aku bilang tentang hal ini.”
“Oh, berarti waktunya pas sekali, aku juga baru memikirkannya semalam,” Dan kembali terkekeh geli.
“Kamu juga kelihatannya sudah lebih baik-baik saja dari kemarin, baguslah kalau begitu,” Dan melanjutkan kalimatnya, kali ini dengan menatap mata Juuna secara langsung.
“Gawat, waktu kunjungannya sudah mau habis. Oke deh, sebelum pergi, apa kamu mau titip sesuatu?” Ujar Juuna sambik melirik pantulan jam dinding yang ada pada kaca pembatas.
“Ah, kalau begitu Strawberry Cheesecakenya satu,” ucap Dan.
“Kemudian bilang juga padanya, kalau aku akan memaafkannya, bahkan jika aku mati sekali pun.”
.
.
.
A/N: Ehh… kinda rushed, masih bingung enaknya mau matiin Maaya apa nggak, but here’s the scenario in if!dead
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top