(7) Pulang Bareng

Milo harus lebih bersemangat untuk mendapatkan Kaka, karena cowok dingin itu sangat susah ditaklukkan. Sekarang sudah waktunya pulang, Milo bergegas menuju kelas Administrasi Perkantoran. Satu per satu siswa keluar dari ruangan itu, tampaknya kelas Kaka baru saja dipersilakan pulang. Namun, hingga sang guru meninggalkan kelas, batang hidung Kaka sama sekali tidak terlihat. Apa jangan-jangan dia tidak sekolah?

Dengan cepat Milo berlari memasuki ruangan, namun tidak ada siapa-siapa di sana. Mengedarkan pandangan, mata Milo memindai benda hitam di atas meja guru.

"Tas siapa ini?" gumamnya. Milo seperti sudah pernah melihat benda itu, tapi entah di mana. Setelah cukup lama berkutat dengan ingatan, akhirnya Milo mengingat siapa pemiliknya. Kemarin, sehabis pulang sekolah, seorang cowok berdiri di depan gerbang.

Kaka! Ya, dia adalah pemilik tas itu.

"Kenapa ada di sini? Orangnya mana?" Milo mengedarkan pandangannya lagi, harap-harap cowok dingin itu ada di sana. Tapi, karena tidak ada siapa-siapa, akhirnya Milo memutuskan untuk menunggu. Lima menit, sepuluh menit, hingga dua puluh menit, tak ada tanda-tanda kehidupan. Milo yang jengah langsung keluar ruangan dengan menenteng tas milik Kaka.

Kaka kan ketua kelas, mugkin di ruang guru.

Di ruang guru sudah tidak ada lagi siswa-siswi. Begitu juga dengan kantin, mushola, lapangan, dan UKS. Semua sudah pulang, sekolah sudah tampak sepi. Milo benar-benar jengkel, ke mana targetnya itu pergi? Tidak mungkin dia sudah pulang dan meninggalkan tasnya begitu saja.

"Kalo bukan karena taruhan, gue enggak sudi lama-lama nunggu kayak gini!"

>>¤<<

Pengurus Perpustakaan sudah mematikan AC, manutup jendela, dan juga mematikan listrik. Namun, saat wanita paruh baya itu hendak menutup pintu toilet--khusus Perpustakaan, beliau dikagetkan oleh seorang siswa yang tertunduk di atas meja. Tidur? Entahlah. Satu-satunya cara untuk mendapatkan jawaban: langsung menghampirinya.

"Nak--oh, Kaka rupanya." Pustakawan itu terus menepuk-nepuk lengan Kaka. "Kaka, kenapa bisa ketiduran di sini?"

Kaka terbangun, matanya mengerjap cepat, hingga akhirnya ia tersadar. "Astagfirullahalazim!"

"Akhirnya...." Wanita itu tersenyum lega. "Buruan bangun! Bel pulang udah lama bunyi, Ibu mau ngunci Perpus."

Kaka mengangguk, dengan cepat ia bangkit dan meninggalkan Perpustakaan. Penjaga Perpustakaan itu sudah mengenal sifat Kaka, jadi dia tidak perlu heran jika anak itu pergi begitu saja. Setibanya di kelas, sudah tidak ada siapa-siapa di sana. Tasnya pun sudah tidak ada di atas meja guru--hal ini sering terjadi, maka teman-temannya meletakkan tas Kaka di meja guru.

"Nyariin apa?"

Kaka menoleh, seorang cowok berdiri di depan pintu, dengan tangan kanan menenteng tas miliknya. Kaka sedikit heran, kenapa cowok itu ada di mana-mana?

"Nih tas lo, gue udah keliling satu sekolah." Milo menyerahkan tas itu kepada pemiliknya. Kaka menatap Milo, namun tidak sedatar seperti tatapan-tatapan sebelumnya. Entahlah, mungkin dia merasa berterima kasih kepada Milo.

"Ayo balik! Sekolah udah kosong," ujar Milo. "Lo ikut gue aja, naik mobil."

Kaka menaikkan sebelah alisnya. Milo yang melihat itu hanya terkekeh dalam hati. Ternyata nih orang ada ekspresinya juga, batinnya.

"Mau enggak? Daripada lo naik bus, capek nunggunya!" Milo mencoba merayu. Namun hanya mendapat gelengan dari cowok di hadapannya. "Kenapa?"

Kaka menggeleng lagi dan mulai melangkahkan kaki. Dia harus cepat-cepat pulang, tidak ada yang menjaga rumah. Hanya ada Kiki den Keke, itu pun jika Kiki tidak main ke luar rumah, jika dia keluar berarti hanya ada si bungsu.

"Tunggu, woy!" Milo mengiring dari belakang. "Kenapa sih enggak mau? Kalo naik mobil gue kan enak, udah dingin, nyaman, gratis, dan yang paling penting ... cepat. Emang lo enggak dicariin kalo pulang sore?"

Kaka berhenti mendadak, Milo yang tak sempat mengerem lantas menabrak punggung Kaka. Milo tersungkur ke belakang, padahal tubuh mereka hampir sama besarnya.

"Sialan! Kenapa ngerem mendadak?" umpat Milo. Kaka membalik badan dan menatap Milo yang ternyata sudah terjatuh. Milo menelan ludah gugup, wajah Kaka semakin terlihat tampan jika dilihat dari bawah. Matanya yang indah dan rahang yang tegas, membuat Milo mengembuskan napas, iri.

"Kenapa? Udah berubah pikiran?" tanya Playboy itu seraya menepuk-nepuk celananya. "Mau gue anterin?"

Kaka menatapnya datar, dan Milo membalas dengan tatapan yang sama. Ah, dasar Milo tidak peka! Seharusnya itu sudah bisa ditebak, jika tidak untuk apa dia berhenti melangkah? Kaka kan mau cepat-cepat sampai di rumah, tentu saja dengan sangat terpaksa dia menerima tawaran itu.

"Kalo diem, berarti mau!" Milo berniat menarik pergelangan tangan Kaka, namun dengan cepat cowok itu menghindar.

"Kalo enggak mau digandeng, buruan jalannya!" kata Milo sembari menahan malu.

>>¤<<

"Rumah lo di mana?" Milo bertanya ketika sudah berada di dalam mobil.

"SMP Tujuh."

"SMP Tujuh? Oh, di daerah sana?" Kaka hanya mengangguk. "Ngomong itu yang jelas! Bikin bingung aja."

Milo mulai menyalakan mesin, memasang sabuk pengaman, dan mulai melesat membelah jalanan kota. Perjalanan yang sangat canggung, tidak ada yang mau membuka pembicaraan. Milo sadar, Kaka tidak mungkin mau berbicara terlebih dahulu. Maka dengan bersusah payah, Milo memecahkan keheningan.

"Ka, gue kok selama ini enggak pernah lihat lo di sekolah. Lo anak baru, ya?"

"Enggak."

"Beneran? Tapi kok gue enggak pernah lihat, ya? Padahal kan, kelas kita enggak jauh-jauh banget."

Tidak ada respons, Kaka hanya menatap lurus ke depan. Pikirannya hanya tertuju pada adik-adiknya. Apakah mereka sudah makan? Apakah Kiki ada di rumah? Apakah mereka bertengkar? Semua pertanyaan itu terus melintasi otaknya.

Lima menit, suasana di dalam mobil masih lengang. Sesekali Milo melirik ke cowok di sampingnya, seketika dia merasa iri. Mata hijau seperti biji mengkudu, tatapan yang tajam, dan bibirnya yang seksi nan menggoda.

Milo menggeleng, lantas kembali fokus menyetir mobil. Hingga beberapa menit kemudian, tibalah mereka di kediaman Kaka, rumah sederhana yang mejadi surga bagi keluarganya.

"Stop."

Milo menghentikan laju mobilnya, sedikit menepi agar tidak menghalangi jalan. Kaka sendiri sudah membuka pintu mobil, menutupnya, dan mengucapkan terima kasih.

"Iya, sama-sama."

>>>¤<<<


Astaga, udah berapa lama nggak update? Apa ada yang nungguin? Kayaknya nggak ada lagi deh. :(

Ya udah, ini ada hadiah buat kalian:

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top