Bab 9
"Hmmm enak banget baunya, lo suka masak ya?" tanya Felyn yang baru turun dari tangga.
"Nggak suka juga sih, tapi gue sering masak pas di rumah," ucap Melvin.
"Emang mama lo gak masak?" Felyn mendudukkan dirinya dia meja makan.
"Mama masak tiap hari, tapi gue sering masak sendiri semenjak adik gue lahir." sahut Melvin.
"Adik?"
Melvin menganggukkan kepalanya. "Pas gue tinggal ke sini dia masih umur satu tahun. Dia sering banget ganggu gue pas belajar, tapi gak tau kenapa gue gak pernah bisa marah sama dia."
"Pasti seru banget ya jadi bagian dari keluarga lo," gumam Felyn lirih.
Seketika perasaan sedih hinggap di hati Felyn, ia sedikit merasa iri dengan Melvin yang bisa merasakan hangatnya sebuah keluarga. Ia berfikir kira kira bagaimana rasanya kasih sayang?
Melvin meletakkan pisau yang baru saja ia pakai dan membalikkan badannya menghadap Felyn. "Nikah sama gue."
Felyn yang tadi tenggelam dalam lamunannya seketika membelalakkan matanya terkejut. "Ha? Apa lo bilang?"
Melvin berjalan mendekati Felyn, ia berdiri tepat di sebelah gadis itu dengan tangan kanan yang bertumpu pada meja dan tangan kiri pada sandaran kursi yang diduduki Felyn, hingga sekarang Felyn terjebak diantara tangan Melvin.
"Tadi lo bilang ingin jadi bagian dari keluarga gue, kalo lo nikah sama gue berarti lo udah jadi bagian dari keluarga gue. Gimana? Mau gak?"
Felyn semakin membelalakkan matanya, rona merah mulai menjalari pipinya. "L-lo gila ya?!"
Melvin tersenyum tipis, kemudian ia mencubit pipi Felyn gemas melihat wajahnya yang memerah. Sementara Felyn, ia terus memekik kesakitan sembari berusaha melepaskan tangan Melvin yang berada di pipinya. Melihat Felyn yang kesakitan, Melvin pun melepaskan tangannya dari pipi Felyn.
"Melvin! Sakit bego!" pekik Felyn sembari mengusap pipinya yang memerah.
"Sory, siapa suruh lo gemesin kalo lagi malu malu," ucap Melvin.
"Gila!" maki Felyn. Ia bangkit dari duduknya dan hendak membalas perbuatan Melvin namun cowok itu menyuruhnya untuk diam.
Felyn yang melihat raut serius di wajah Melvin pun memilih untuk diam dan memperhatikan Melvin yang sibuk membaui udara di sekitarnya.
"Ada apa?" tanya Felyn yang mulai penasaran.
"Lo nyium bau gosong gak?" tanya Melvin.
Felyn mengerutkan alisnya dan ikut membaui udara di sekitarnya. Saat ia tak sengaja melihat ke arah kompor ia membulatkan matanya. "Masakannya gosong!"
Mendengar jeritan Felyn, Melvin buru buru melihat ke arah kompor dan benar saja daging yang tadi ia tumis telah berubah menjadi hitam. Melihat itu, ia buru buru mematikan kompor agar dagingnya tidak semakin gosong.
Melvin menghela nafasnya, ia memandangi daging yang telah menghitam di wajan. "Gue rasa ini gak bisa dimakan."
"Terus gimana dong, gue udah laper." Felyn mengusap usap perutnya.
Melvin berfikir sejenak, ia ingin memasak lagi tapi semua bahannya sudah habis dan hanya tersisa telur saja. "Lo gak alergi telur kan?"
Felyn menggelengkan kepalanya.
"Oke, kita makan sama telur aja sekarang. Gak papa kan?" tanya Melvin.
"Gak papa deh, dari pada gak makan ya kan?"
"Ya udah, gue masak dulu kalo gitu."
Setelah kejadian singkat itu suasana menjadi hening. Melvin hanya sibuk dengan masakannya. Sementara Felyn, dia bingung mau membicarakan apa dengan cowok itu. Selang beberapa menit akhirnya dua piring nasi dengan telur goreng di atasnya terhidang di meja makan. Setelah itu mereka pun melahap makan malam dalam diam, hanya ada suara dentingan sendok yang mengisi ruangan itu.
***
Tok tok tok
Felyn mengalihkan pandangannya ke arah pintu saat terdengar suara ketukan di sana.
"Melvin? Ada apa?" tanya Felyn setelah ia membuka pintu.
"Lo lagi ngapain?" bukannya mejawab pertanyaan Felyn, cowok itu malah bertanya balik.
"Ngerjain PR, emang kenapa?" tanya Felyn.
"Gue mau keluar jalan jalan, gue bosen di sini."
"Gue mau ikut," ucap Felyn antusias.
"Tugas lo gimana?" tanya Melvin.
"Nanti aja gue kerjain."
Melvin menghela nafasnya pelan. "Lo kerjain dulu tugasnya, gue tungguin."
"Beneran ya? Jangan di tinggal!" ucap Felyn.
Melvin mengangguk dan hendak beranjak pergi dari kamar Felyn. Namun suara cewek itu menghentikan langkahnya.
"Tunggu," pekik Felyn.
Melvin menolehkan kepalanya. "Apa?"
"Lo tunggu di kamar gue aja biar lo gak ninggalin gue," ucap Felyn.
Melvin mengangguk dan kembali berjalan memasuki kamar Felyn. Ia mendudukkan dirinya di tepi tempat tidur, sementara Felyn kembali mengerjakan tugasnya.
Sudah cukup lama Melvin menunggu, tapi Felyn belum juga menyelesaikan tugasnya.
"Lo masih lama?" tanya Melvin yang mulai bosan.
"Bentar, susah banget nih gue gak ngerti," ucap Felyn.
"Coba gue liat." Melvin berjalan mendekati meja belajar Felyn. Ia membungkukkan badannya untuk mensejajarkan wajahnya dengan layar laptop Felyn.
"Oh gue tau soal ini." Melvin menolehkan kepalanya pada Felyn bersamaan dengan itu Felyn juga menolehkan kepalanya.
Mereka sama sama terdiam, jarak kedua wajah mereka cukup dekat. Pandangan mereka bertemu dalam waktu yang cukup lama, tak ada satu pun dari mereka yang berniat untuk memutuskan kontak mata itu.
Melvin terus menatap mata Felyn yang tak lepas menatap matanya. Dia tersenyum tipis melihat Felyn yang tak kunjung memalingkan wajahnya dan malah menatap wajahnya lekat. Melvin meniup wajah Felyn untuk menyadarkan gadis itu.
Felyn tersadar dari lamunannya saat merasakan tiupan angin di wajahnya. Menyadari posisi wajah mereka yang sangat dekat membuat Felyn salah tingkah. Dengan cepat ia memalingkan wajahnya.
"Ja ... jadi gimana?" tanya Felyn gugup.
Melvin menegakkan badannya. "Gimana apanya?"
"Anu ... ini soalnya," ucap Felyn.
Melvin hendak membungkukkan badannya lagi untuk menjelaskan soal tadi pada Felyn, namun cewek itu menghentikannya.
"Jangan," pekik Felyn.
"Jangan? Apanya?" tanya Melvin bingung.
"Itu ... lo ... jelasin dari situ aja, gak usah deket deket," ucap Felyn.
"Kenapa?"
"Gak papa," ketus Felyn.
Melvin terkekeh pelan melihat Felyn yang salah tingkah. "Ok ok, gue gak deket deket kok. Gak usah salting gitu."
"Gue gak salting kok," protes Felyn.
Melvin tersenyum tipis.
"Terus ini kenapa pipinya merah?" Melvin menunjuk pipi Felyn yang memerah.
"Ngg ... Nggak kok gak merah," elak Felyn seraya menutupi pipinya.
"Lo lucu juga ya kalo lagi salting," ucap Melvin.
"Gue gak salting Melvin, lo nyebelin banget sih." Felyn memukuli bahu Melvin karena kesal.
"Ok ok sory, lo gak salting kok. Stop jangan pukul lagi, sakit tau," kata Melvin sambil menghindari pukulan Felyn.
"Makanya jangan nyebelin jadi orang." Felyn menghentikan pukulannya.
"Iya iya maaf, mau di jelasin gak soalnya?"
"Ck mau lah." Felyn kembali duduk menghadap laptopnya.
Melvin tersenyum tipis dan mulai menjelaskan soal soal yang tidak Felyn pahami. Dalam hitungan menit semua tugas Felyn sudah selesai berkat bantuan Melvin.
"Lo pinter juga ya ternyata." Felyn meregangkan ototnya yang kaku.
"Gue emang pinter dari lahir," ucap Melvin.
"Dih sombong," cibir Felyn.
"Gue gak sombong, emang kenyataannya kaya gitu mau gimana lagi?"
"Serah lo deh, sekarang lo keluar, gue mau siap siap buat jalan jalan." Felyn mendorong Melvin keluar dari kamarnya.
“Besok aja gimana? Gue capek, apalagi udah malem banget." Melvin melirik jam di dinding kamar Felyn.
"Yah masa gak jadi sih?" ucap Felyn kecewa.
"Udah malem Fel, apa lagi besok lo harus sekolah," sahut Melvin.
"Ck lo mirip banget kaya mama, suka ngatur ngatur," kata Felyn kesal.
“Udah malem Felyn, besok gue ajak lo jalan jalan," kata Melvin.
"Janji ya? Awas lo bohong," ucap Felyn.
"Janji, sekarang lo istirahat. Jangan begadang."
"Iya iya bawel," gumam Felyn.
Setelah itu ia menutup pintu kamarnya dan berjalan ke tempat tidur untuk beristirahat. Sementara Melvin, ia beranjak menuju ruang tamu dan merebahkan dirinya di sofa. Mereka berdua pun mulai memejamkan matanya dan berselancar di alam mimpi masing masing.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top