Bab 4


'Apa apaan ini?' batin Felyn.

Tepat saat Felyn hendak membuka mulutnya untuk protes tiba tiba ...

"Saya gak setuju!" pekik seseorang.

Hening, semua mata tertuju pada seorang cowok berjas hitam yang sekarang tengah berjalan menaiki panggung. Dia melangkah mendekati Dior dan mengambil mic dari tangannya. Mata tajamnya sempat bertubrukan dengan mata Felyn beberapa saat sebelum ia membalikkan badannya dan menatap para tamu undangan.

"Saya Reza Feridian Heleon, menolak pertunangan ini,' ucap Reza.

"Saya juga gak setuju," ucap Felyn.

Dia tidak mau hanya diam saja sementara orang tuanya dengan seenak hatinya mengatur masa depannya.

"Saya gak mau masa depan saya rusak hanya gara gara nurutin kemauan orang tua yang gila harta, sampai sampai mereka rela nikahin anaknya sama orang yang gak dikenal hanya demi kerja sama perusahaan," imbuh Felyn.

"Felyn!" pekik Dera geram.

"Apa,Ma? Mama mau marah? Marah aja, Felyn gak peduli. Bahkan jika bumi terbelah pun, Felyn gak bakal nerima perjodohan ini," ucap Felyn.

Setelah itu ia langsung pergi meninggalkan ruangan itu, ia terus melangkahkan kakinya tak tentu arah. Lagi lagi rasa kecewa itu muncul memenuhi hatinya. Dengan sekuat tenaga Felyn menahan Air matanya, namun gagal. Buliran bening itu tetap mengalir deras membasahi pipinya.

"Tunggu!" seru seseorang dari belakang Felyn.

Setelah menghapus air matanya, Felyn membalik badannya menghadap ke arah sumber suara.

"Reza?" gumam Felyn.

"Lo nangis?" tanya Reza saat ia tiba di hadapan Felyn

"Nggak kok, gue gak nangis," elak Felyn.

"Masa? Itu matanya kok sembab." Reza menunjuk mata Felyn.

"Ini tadi ... kelilipan, iya kelilipan," ucap Felyn.

"iya deh, kelilipan."

"Emang kelilipan kok," protes Felyn.

"Udah ah, gue mau pulang." Felyn hendak beranjak pergi sebelum tangannya di cekal oleh Reza.

"Apa?"

"Kita belum kenalan," kata Reza.

"Udah kenal, Reza kan?" ucap Felyn.

"Tapi gue belum tau nama lo."

"Gue Felyn," ucap Felyn singkat.

"Ok, bakal gue inget."

"Gak perlu, gak bakal ketemu lagi juga," ucap Felyn.

"Siapa tau ya kan?"

"Serah deh, gue mau pulang capek."

"Mau gue anter?"

"Gak usah makasih, gue naik taksi aja."

"Udah gue anter aja." Reza menarik pergelangan tangan Felyn dan berjalan menuju mobilnya.

"Dasar pemaksa," cibir Felyn kesal.

"Semua orang juga bilang gitu." Reza mulai menyalakan mobilnya.

"I dont care."

Setelah percakapan singkat itu mereka hanya saling diam, hening menyelimuti keduanya hingga mereka tiba di hotel Felyn.

"Thanks," ucap Felyn singkat.

Baru saja Felyn hendak melangkahkan kakinya memasuki loby hotel, tiba tiba suara Reza menghentikan pergerakannya.

"Gue nolak perjodohannya bukan berarti gue gak suka sama lo," ucap Reza

Felyn membalikkan badannya. "Maksud lo?'

Reza mengedikkan bahunya acuh. "Lo akan tau sendiri."

Felyn mengernyitkan alisnya bingung.
"Gak usah sok misterius deh," ucap Felyn.

Reza tidak menghiraukan perkataan Felyn dan mulai melajukan mobilnya meninggalkan Felyn di depan loby hotel.
"Dasar cowok aneh," maki Felyn.

Sepeninggal Reza, Felyn langsung beranjak menuju kamarnya untuk mengistarahatkan tubuh dan pikirannya. Dia tidak mau ambil pusing perkataan Reza tadi. Pikirannya sudah cukup dibuat lelah dengan kelakuan kedua orang tuanya.

***

Selepas mandi, Felyn langsung merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Setelah beberapa menit dia masih rebahan di sana tanpa melakukan satu hal apa pun. Hingga tiba tiba dia bangkit dan menjentikkan jarinya saat sebuah ide cemerlang singgah di otaknya.

"Ide bagus, gue akan pulang ke Jakarta sekarang, gue yakin mereka gak bakal ada waktu buat nyamperin gue. Good Felyn, lets begin the plan."

Setelah itu Felyn langsung beranjak menuju lemari dan mengeluarkan bajunya, melipatnya dan memasukkannya ke dalam koper dengan asal. Setelah siap, dia meraih ponselnya untuk membeli tiket pesawat sekaligus melihat jam.

Namun lagi lagi dia dibuat kaget saat melihat jam di ponselnya bergerak cepat dan tak beraturan.

PRANGG

Felyn memalingkan wajahnya ke arah balkon kamar saat suara pot pecah terdengar dari sana. Matanya membulat sempurna saat melihat sebuah bayangan menusia di sana.

"Siapa itu?" Felyn bergerak cepat menyibak gorden pada pintu balkon.

Namun tidak ada siapa pun di sana, hanya ada sebuah pot bunga yang sudah tak berbentuk dengan tanah yang berceceran dimana mana. Felyn mengernyitkan alisnya heran, ia bingung akan apa yang dialaminya sekarang.

"Halu lagi kah?" gumam Felyn.

"Akhhh bodo amatlah, yang penting sekarang gue harus buru buru pulang ke Jakarta." Felyn meraih kopernya dan berjalan cepat menuju loby.

Setelah chek out, Felyn langsung berjalan keluar dari hotel, menyetop taksi dan melaju cepat menuju bandara. Beberapa menit kemudian dia sudah tiba di bandara, kini dia tengah duduk manis di bangku penumpang dengan headset yang menyumpal telinganya.

Saat pesawat mulai lepas landas, Felyn mentap ke luar jendela. Good bye Bandung.

***

Keesokan harinya setelah insiden perjodohan di Bandung, seperti dugaannya orang tuanya tidak mencarimya. Kini Felyn tengah melahap sepotong roti beroleskan selai coklat di meja makan. Jam masih menunjukkan pukul enam pagi, jadi Felyn masih bisa memakan sarapannya dengan santai.

Tadi Felyn terbangun dari tidurnya pukul 05.00 dan saat itu kejadian aneh yang beberapa hari ini sering terjadi kembali terulang. Jam di kamarnya kembali bergerak cepat dan tidak beraturan, hal ini membuatnya susah untuk kembali memejamkan mata. Bayangan seseorang yang dilihatnya saat di hotel waktu itu masih terngiang di benaknya. Dia masih menerka nerka siapa pemilik bayangan itu, hantukah?

Karena terlalu lelah untuk memikirkan hal itu akhirnya Felyn lebih memilih untuk melupakannya walau rasa penasaran masih mengganjal dihatinya.

Setelah sepotong roti masuk ke dalam perutnya, Felyn pun beranjak menuju kamarnya untuk mengambil tas dan bergegas berangkat kesekolah. Namun tepat saat ia membuka pintu apartemennya, ia dibuat terkejut oleh keberadaan seorang cowok yang berdiri di depan pintu apartemennya dengan keadaan terluka.

"Sia-"

Belum sempat Felyn menyelesaikan kalimatnya, cowok tadi sudah lebih dulu kehilangan kesadarannya. Untung Felyn berhasil menangkap tubuhnya sehingga ia tidak jatuh mengenaskan di atas lantai. Merasa sedikit iba, Felyn pun membawa cowok tadi kedalam apartemennya.

Di baringkannya tubuh cowok tadi di atas sofa. Setelah dirasa aman, ia segera beranjak menuju kamarnya untuk mengambil kotak P3K. Dengan sedikit pengalaman dalam mengobati luka, Felyn mulai mengambil sepotong kapas dan menuangkan sedikit antiseptik di atasnya. Dengan hati hati ia membersihkan luka di tubuh cowok tadi. Setelah beberapa menit, akhirnya Felyn berhasil mengobati luka luka itu dan menutupnya dengan plester.

Felyn menghempaskan tubuhnya di sofa yang bersebrangan dengan tempat cowok tadi berbaring. Dengan tatapan heran ia memandangi cowok tadi, di pikirannya berkelebat berbagai macam pertanyaan yang membangunkan jiwa keponya. Siapa dia? Dari mana asalnya? Bagaimana dia bisa ada di depan apartemennya? Pertanyaan pertanyaan itu terus mengganjal di benaknya. Namun ia tidak bisa memuaskan rasa penasarannya karena kondisi cowok tadi yang masih belum siuman.

Setelah beberapa lama menunggu, cowok tadi belum juga membuka matanya. Felyn menghela nafasnya lelah, dengan malas dia melirik ke arah jam dinding yang tergantung manis di dinding ruang tamunya.

"Oh masih jam tujuh," gumam Felyn sebelum di detik berikutnya dia terlonjak kaget dan membalikkan badannya menghadap jam dinding.

"Jam Tujuh!" pekiknya

"Astaga, gue telat ke sekolah. Mampus lo Fel, kenapa marah Bu Keli."

Ia berjalan kesana kemari dengan panik, dia bingung harus melakukan apa sekarang. Di satu sisi dia harus pergi ke sekolah, di sisi lain dia tidak mungkin meninggalkan cowok tadi sendirian di apartemennya. Ia terus mondar mandir tidak jelas hingga tiba tiba ia menemukan sebuah ide cemerlang.

"Oh ya, gue izin sakit aja," gumam Felyn seraya menjentikkan jarinya.

Setelah itu ia berjalan menuju tempat dimana tasnya berada dan mengambil ponselnya untuk menelpon Ana.

"Halo Na," sapa Felyn saat mendengar nada sambung.

"Halo Fel, lo dimana jam segini belum dateng?" tanya Ana dari seberang telepon.

"Gue gak masuk sekolah sekarang Na, gue gak enak badan," ucap Felyn beralasan.

"Beneran? Lo sakit? Parah gak?" tanya Ana khawatir.

"Gak parah kok, cuma kecapean aja," ucap Felyn.

"Ok deh, jangan lupa makan sama minum obat. Nanti gue ke sana jenguk lo.”

"Eh gak usah Na," sergah Felyn cepat.

"Lah? Kenapa? tanya Ana bingung."

“Anu ... udah ada mama di sini," ucap Felyn gugup.

"Emang kalo ada mama lo kenapa? Bagus dong sekalian gue mau ketemu Mama lo."

"Ngg ... anu ... itu ... Ada kolega Papa di sini, takutnya ganggu kalo rame rame."

"Gue gak rame kok," ucap Ana tidak terima.

"Udah ah, lo gak perlu khawatir. Mending lo gunakan waktu berharga lo itu buat belajar, Bye." Felyn memutuskan sambungan telepon.

Ia menghembuskan nafasnya lega.
"Selamat."

Kemudain ia menghempaskan tubuhnya ke sofa dan kembali memandangi cowok yang masih terbaring tak sadarkan diri di hadapannya. Wajah tampan cowok itu sedikit menarik perhatian Felyn, alisnya tebal, hidungnya mancung, dan bibir tipis.

'Sempurna,' batin Felyn.

Karena bosan menunggu, akhirnya Felyn memilih untuk melanjutkan maraton drakornya yang sepat tertunda. Tanpa sadar ia mulai terpejam dan masuk ke alam mimpi.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top