Bab 12

Felyn melempar tas selempangnya asal saat ia tiba di apartemen. Kemudian ia menghempaskan tubuhnya ke sofa sembari menatap langit langit kamarnya. Tak lama kemudian ia beranjak dari posisinya dan berjalan memasuki kamar mandi, ia memilih untuk membersihkan tubuhnya dahulu sebelum memikirkan apa yang akan ia lakukan setelah ini.

Kaos maroon bergambar Mickey mouse dan celana pendek putih sudah melekat pas di tubuh Felyn. Kini ia tengah berjalan ke ruang makan dengan tangan kanan yang sibuk mengusap rambutnya yang masih basah dengan handuk.

"Kita makan ap-" Perkataan Felyn terhenti saat melihat keadaan dapur yang sepi, tak ada sosok lelaki bertubuh tinggi yang sedang memasak di sana seperti hari hari sebelumnya.

Ia menghela nafasnya panjang. "Males deh yang mau makan."

Felyn kembali beranjak menuju kamarnya. Setelah menyisir rambut dan mengoleskan lotion di tubuhnya, Felyn mendudukkan dirinya di meja belajar dan mulai berkutat dengan tugas tugasnya.

"Arghh sulit banget sih!" geram Felyn saat menjumpai satu soal yang sama sekali tidak ia mengerti.

Felyn memutar kursinya menghadap tempat tidur. "Vin, ini gima-"

Lagi lagi Felyn tidak dapat menyelesaikan kalimatnya saat tidak ada sosok Melvin yang biasanya selalu menemani ia belajar dan mengajarinya jika ada soal atau materi yang tidak ia pahami.

Brakk!

Felyn melemparkan bukunya ke meja dengan kesal. Ia bangkit dari kursinya dan membanting tubuhnya ke atas tempat tidur.

Helaan nafas terdengar dari mulutnya. "Lo harusnya seneng Felyn, kenapa lo jadi sedih gini?" gumam Felyn.

"Lo udah terbiasa tinggal sendiri kan? Seharusnya lo gak ngerasa kesepian kaya gini," gumamnya lagi.

Terlalu lelah dengan perasaan aneh yang menjalari hatinya, akhirnya Felyn memilih untuk mengistirahatkan dirinya. Ia mencari posisi nyaman di tempat tidurnya dan bersiap untuk menyelam ke alam mimpi. Namun, baru saja hendak memejamkan matanya, tiba tiba suara dering ponsel mengalihkan perhatiannya. Dia mengulurkan tangannya untuk meraih ponselya yang ada di atas nakas.

"No Name?" gumam Felyn saat melihat ponselnya dan ternyata nomor tak dikenal yang menelponnya.

"Halo," sapa Felyn setelah menekan tombol hijau.

"Halo," sapa seseorang di seberang sana.

Felyn mengerutkan alisnya. "Gue kaya kenal suaranya," gumam Felyn.

"Maaf, bisa tau ini nomor siapa ya?" tanya seseorang di seberang telepon.

_'Lah? Kok malah dia yang nanya? Seharusnya kan gue?'_ batin Felyn.

"Gue Felyn, lo siapa?" sahut Felyn.

“Ini Melvin," jawab orang itu yang tak lain adalah Melvin.

"Melvin? Lo dapet nomer gue dari mana?" tanya Felyn.

"Gak tau, nomor lo udah ada di ponsel gue," kata Melvin.

"Ha? Kok bisa?" pekik Felyn terkejut.

"Gak tau, coba lo inget inget sebelum ini pernah kenal seseorang yang namanya Melvin gak?" tanya Melvin.

"Melvin ... kayanya gue gak pernah denger deh," ucap Felyn.

"Oh ya, ternyata gue sekolah di SMA Nazurala kelas XI IPA 1," ucap Melvin.

"SMA Nazurala? Lo satu sekolah sama gue?" kata Felyn terkejut.

"Ha? Beneran? Lo sekolah di sana juga?"

"Iya, gue kelas XI IPA 3," ucap Felyn.

"Tapi selama gue sekolah di sana gak pernah denger yang namanya Melvin," imbuh Felyn.

"Lo nya aja kali yang gak perhatian," sahut Melvin.

"Iya kali, lo kan gak penting ngapain gue perhatiin," ucap Felyn.

"Serah lo deh," kata Melvin malas.

"Oh ya, gue nemuin kalung di kamar gue, liontinnya tulisan Diba," imbuh Mevin.

"Diba?"

"Iya, lo pernah denger namanya gak?"

"Gak pernah sih, tapi gue ngerasa familiar," ucap Felyn.

"Ya udah, thanks udah bantu. Gue tutup," ucap Melvin.

Setelah itu sambungan telepon pun terputus.

"Yesss gue satu sekolah sama Melvin, itu artinya gue masih bisa ketemu dia," sorak Felyn. Ia melompat kesana kemari saking senangnya.

Tiba tiba Felyn menghentikan gerakannya. "Gue ngapain? Kenapa lo seneng satu sekolah sama Melvin?"

"Akhhh bodo ah, gue mau tidur!" Felyn menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur.

"Diba?" gumam Felyn.

"Adiba?" gumamnya lagi.

"Felyn Adiba Megantara?
Gue?" ucap Felyn. "Akhh gak mungkin, jangan terlalu berharap Felyn. Banyak orang di luar sana yang namanya Diba, bukan cuma lo."

Akhirnya Felyn pun memilih untuk memejamkan matanya dan masuk ke alam mimpi.

***

Sejak beberapa saat lalu Melvin masih setia di posisi awalnya, duduk di meja belajar dengan ponsel ditangannya. Ia kembali sibuk mengotak atik ponselnya setelah memutuskan sambungan teleponnya dengan Felyn tadi. Ia berharap bisa menemukan lebih banyak informasi tentang cinta pertamanya di sana. Untuk sekarang yang ia ketahui hanya nama cinta pertamanya itu, Diba.

Ia meletakkan ponselnya di meja dengan kasar. Ia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi dan menghela nafasnya lelah karena ia tidak berhasil mendapatkan informasi tentang Diba di ponsel itu.

Melvin bangkit dari duduknya dan berjalan menuju rak buku. Siapa tau di sana ada sebuah diary atau apa pun itu yang bisa membantunya menemukan Diba. Ia mulai menelusuri buku buku itu satu persatu. Tangannya meraih sebuah buku di rak paling atas yang menurutnya mencurigakan.

Saat ia membuka buku itu, beberapa foto yang terselip di dalamnya berjatuhan. Melvin membungkuk untuk mengambil foto itu dan betapa terkejutnya dia saat melihat wajah Felyn di sana. Dilihat dari pose Felyn yang tidak pernah menghadap kamera, Melvin yakin bahwa foto foto itu adalah foto Felyn yang diambil secara diam diam. Tapi kenapa? Kenapa dia mengambil foto foto itu secara diam diam?

"Apa mungkin ...." Melvin menggelengkan kepalanya. "Nggak, dia gak mungkin Diba, mungkin gue cuma iseng waktu itu."

Melvin meletakkan foto foto itu di tempat semula dan membaca buku di tangannya itu. Ternyata itu adalah sebuah buku catatan yang berisi rumus rumus matematika. Ia terus membolak balik buku itu dan membaca dengan teliti.

Tiba di halaman terakhir, Melvin menemukan suatu keanehan. Kertas pada lembar terakhir itu terasa sedikit lebih tebal dari lembar yang lainnya, seperti dua kertas yang menempel menjadi satu. Melvin pun memperhatikan pinggiran kertas itu dengan seksama dan ketemu. Ada sisi kertas yang terbuka di bagian bawahnya. Seperti dugaannya itu adalah dua kertas yang menjadi satu.

Dengan perlahan Melvin memisahkan dua kertas itu, saat dua kertas itu terpisah nampaklah sebuah tulisan yang ada di antara kertas itu.

*Memandangnya dari jauh sudah cukup bagi ku. Biarkan aku terus memandang mu hingga aku berani menyapa mu, Diba.*

"Diba? Jadi gue udah kenal dia sebelum pertemuan di taman itu?" gumam Melvin.

Melvin menutup buku itu dan kembali meletakkannya di rak. Sekarang ia tau bahwa dia sering memandang Diba dari jauh dan petemuan di taman itu bukanlah pertemuan pertamanya dengan cinta pertamanya itu.

"Vin, ngapain lo?"

Melvin terkejut saat tiba tiba seseorang menepuk bahunya dan membuyarkan lamunannya.

"Ha? Nggak cuma liat liat buku aja," jawab Melvin.

Reza mengangguk anggukkan kepalanya. "Lo beneran lupa ingatan?" tanya Reza.

"Iya, gue lagi berusaha buat inget semuanya," jawab Melvin.

"Gue harap ingatan lo cepet kembali," ucap Reza.

"Gue harap juga begitu," sahut Melvin.

"Oh ya, Bang, gue mau nanya sesuatu," kata Melvin.

"Apa?"

"Lo tau seseorang yang namanya Diba gak?" tanya Melvin.

"Diba? Nggak gue gak pernah denger namanya. Kenapa?"

“Kayanya gue suka sama dia," ucap Melvin.

“Lo harus dapetin ingatan lo buat tau lo suka dia atau nggak." Reza menepuk bahu Melvin dan pergi meninggalkan Melvin di kamarnya.

Melvin melangkahkan kakinya ke arah tempat tidur dan merebahkan dirinya di sana. Dia merasa sangat lelah, dia ingin mengistirahatkan tubuh dan pikirannya sejenak. Matanya menatap lurus ke arah langit langit kamar, ia sedang memikirkan jawaban atas pertanyaan yang terus mengganjal di pikirannya sejak tadi.

"Sebenernya apa hubungan gue sama Felyn?"

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top