Bab 11

"Melvin!" panggil seorang lelaki bertubuh tinggi yang baru saja keluar dari mobil tadi, ia berjalan mendekati Melvin dan langsung memeluk cowok itu erat.

"Bang Reza!" Melvin membalas pelukan Reza tak kalah eratnya.

Reza mengalihkan pandangannya pada gadis di sebelah Melvin. "Felyn?"

"Hai." Felyn tersenyum canggung pada Reza, cowok yang dulu akan dijodohkan dengannya.

"Lo yang nemuin adek gue?" tanya Melvin.

"Iya, tadi gue liat di pinggir jalan jadi gue pungut," ucap Felyn asal.

Pletak!

"Awsss," ringis Felyn seraya mengusap kepalanya yang baru saja dijitak oleh Melvin.

"Apaan sih? Main jitak aja, sakit tau!" ucap Felyn kesal.

"Makanya kalo ngomong tuh di saring dulu. Lo kira gue sampah dipungut," ucap Melvin tak kalah kesal.

"Kalo lo mikirnya gitu sih gak papa," balas Felyn tanpa rasa bersalah sedikit pun.

"Kalian kok keliatan deket banget ya?" ucap Reza.

"Deket? Dih ogah gue deket sama dia," ucap Felyn.

"Gue juga ogah deket sama lo," balas Melvin.

"Ya udah sana pergi, ngapain lo masih di sini?"

"Tanpa lo suruh gue juga bakal pergi kali, ayo Bang." Melvin menarik tangan Reza menuju mobil.

"Sampai ketemu Fel," pamit Reza.

"Ogah ketemu lo lagi," kesal Felyn.

Setelah itu Felyn pun beranjak pergi dari sana. Ia menyetop taksi untuk mengantarkannya pulang ke apartemen.

"Gak adik gak kakak sama sama nyebelin."

***

"Lo udah mulai PDKT ternyata," ucap Reza saat mereka telah berada di dalam mobil.

"PDKT? Sama siapa?" tanya Melvin bingung.

“Sama siapa lagi kalo bukan Felyn?" ucap Reza.

Melvin tertawa keras. "Gak mungkin lah, Bang, gue PDKT sama cewek itu, gue udah suka sama orang lain."

"Orang lain? Lo gak suka sama Felyn?" tanya Reza bingung.

"Ya nggak lah, gue cuma suka sama cinta pertama gue," ucap Melvin.

"Cinta pertama lo? Siapa?"

"Gue gak inget, gue lupa ingatan," ucap Melvin.

Reza terdiam sejenak. "Jadi lo lupa kejadian malam itu?"

"Kejadian apa?" tanya Melvin.

"Dia bener bener lupa ingatan, Apa dia juga lupa siapa Felyn?" batin Reza.

"Gak bukan apa apa," sahut Reza.

"Gue rasa ini bakal seru, apa kira kira yang akan terjadi jika dia lupa dengan cewek yang bakal gue rebut?"

Setelah percakapan singkat itu, Reza mulai nelajukan mobilnya membelah ramainya kendaraan di jalan raya. Reza menghentikan laju mobilnya saat mereka tiba di pekarangan rumah keluarga Heleon.

"Lo beneran gak inget apa pun tentang Felyn?" 

Ucapan Reza menghentikan pergerakan Melvin yang tadinya hendak keluar dari mobil. Ia menolehkan kepalanya pada Reza. "Emangnya gue ada hubungan apa sama Felyn sebelum ini?"

Reza  menggelengkan kepalanya. "Gak ada, gue cuma asal ngomong."

"Menarik," batin Reza.

Setelah itu Reza beranjak keluar dari mobil dan berjalan memasuki rumah. "Ayo cepet masuk, mama pasti udah nunggu dari tadi."

Melvin yang masih bingung dengan ucapan kakaknya pun memilih untuk memendam rasa penasarannya dan segera menyusul kakaknya masuk ke rumah bernuansa biru dan putih yang akan menjadi kediamannya.

"Melvin!" Seorang wanita paruh baya berjalan cepat menghampiri Melvin yang baru memasuki ruang tamu dan memeluk tubuh cowok itu erat.

"Mama khawatir sekali sama kamu, Nak, kemana saja kamu kemarin? Kenapa gak pulang?" ucap wanita paruh baya tadi yang tak lain adalah Dian, mama Melvin.

"Maaf, Ma," ucap Melvin lirih.

"Tidak perlu meminta maaf, yang penting kamu sudah ada di sini." Dian menggiring Melvin untuk duduk di sofa ruang keluarga. "Ayo duduk, kamu pasti lelah."

Melvin menganggukkan kepalanya dan duduk tepat di sebelah mamanya.

"Kenapa kemarin kamu gak pulang ke rumah Melvin?" tanya seorang lelaki paruh baya yang duduk di sofa yang bersebrangan dengan Melvin. Dia adalah Fiko, papa Melvin.

"Maaf, Pa, tapi Melvin gak bisa cerita," ucap Melvin sembari menundukkan kepalanya dalam. Sebenarnya ia ingin menceritakan semuanya saat melihat raut khawatir yang begitu lekat di wajah kedua orang tuanya. Tapi ia tidak bisa, tidak mungkin juga jika ia bercerita bahwa ia dari masa depan dan Melvin yang asli menghilang entah kemana. Bukannya semakin lega, yang ada mereka akan semakin khawatir saja.

"Kenapa tidak bisa cerita?" tanya Fiko.

"Nggg ... k-karena Melvin lupa semuanya, Melvin lupa ingatan," jawab Melvin.

"Lupa ingatan? Bagaimana bisa?" tanya Dian khawatir.

Melvin menggelengkan kepalanya. "Melvin juga gak tau."

"Maaf Melvin udah bohongin kalian Ma, Pa," batin Melvin.

"Jika begitu kita harus segera ke dokter sekarang." Fiko hendak beranjak dari duduknya.

"Tidak usah, Pa, Melvin udah gak papa," cegah Melvin

"Kamu yakin?" tanya Dian.

Melvin tersenyum manis. "Melvin gak papa, Ma."

"Ya sudah kalo gitu, bilang sama mama kalo ada yang sakit ya, Nak?" ucap Dian.

Melvin menganggukkan kepalanya. "Iya, Ma."

"Ya sudah, mama mau buat makan malam dulu." Dian beranjak menuju dapur.

"Perlu Melvin bantu, Ma?" tanya Melvin.

Seketika semua orang yang mendengar perkataan Melvin terdiam seribu bahasa. Melvin yang melihat reaksi keluarganya pun merasa bingung. "Ada apa? Melvin salah ngomong ya?"

"S-sejak kapan lo bisa masak?" tanya Reza.

"Emang gue gak bisa masak ya?" Melvin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Nggg ... Y-ya udah kalo gitu, Melvin ke kamar dulu."

Setelah itu Melvin buru buru berjalan menaiki tangga guna menghindari tatapan aneh dari keluarganya.
Melvin menghela nafasnya. "Kayanya gue perlu nyari tau tentang gue di masa ini."

Melvin membuka pintu bercat putih di hadapannya yang ia yakini adalah kamarnya.

"Ngapain lo mau masuk kamar gue?" ucap seseorang di belakang Melvin.

Melvin membalikkan badannya menghadap sang kakak. "Bukannya ini kamar gue ya?"

Reza berjalan mendekati Melvin. "Ternyata lo bener bener lupa ingatan," ucapnya.

"Kamar lo yang ini." Reza menunjuk pintu kamar bercat hitam yang tak jauh dari kamar Reza.

"Oh oke, thanks." Kemudian Melvin langusung memasuki kamarnya.

Sesampainya di dalam kamar, Melvin menyandarkan tubuhnya ke pintu yang sebelumnya telah ia kunci. Helaan nafas panjang berhembus dari mulutnya, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar yang didominasi warna hitam itu. Hal pertama yang Melvin rasakan saat berada di kamar ini adalah, suram.

"Kenapa suasana kamar gue gelap banget?" gumam Melvin.

"Perasaan gue gak terlalu suka wanra hitam," imbuh Melvin.

Saat tengah sibuk memperhatikan sekeliling, pandangannya bertemu dengan sebuah benda pipih di atas meja belajar. Perlahan ia berjalan mendekati meja belajar berwarna coklat gelap yang terletak di pojok ruangan. Pandangannya terpaku pada sebuah ponsel dengan case berwana hitam yang tergeletak di sana.

"Ini ponsel gue?" Melvin meraih ponsel itu dan menghidupkannya.

Hal pertama yang ia lakukan adalah mengecek nomor ponsel yang tersimpan di sana. Tidak banyak, hanya ada beberapa nomor saja. Tiga diantaranya adalah nomor mama, papa dan kakaknya, sementara yang lainnya adalah nama nama yang tidak ia kenal.

"Ini nomor siapa?" gumam Melvin saat melihat satu nomor dengan gambar gembok sebagai namanya.

Tok tok tok!

"Melvin, kamu ada di dalam, Nak?"

Melvin mengalihkan pandangannya ke arah pintu saat terdengar suara mamanya di luar sana. Ia meletakkan ponselnya di meja dan beranjak untuk membuka pintu.

"Ada apa, Ma?" tanya Melvin.

"Makan malamnya sudah siap, ayo kita makan bersama," ucap Dian.

"Ayo, Ma, Melvin juga udah laper," ucap Melvin.

Mereka pun berjalan beriringan menuju ruang makan.

"Besok kamu mau mulai masuk sekolah atau mau istirahat dulu?" tanya Fiko saat semua hidangan di meja telah tandas dan berpindah ke dalam perut.

"Melvin langsung masuk sekolah aja, Pa," jawab Melvin sembari mengelap mulutnya dengan lap makan.

"Lo tetep berangkat bareng gue?" tanya Reza.

"Emang biasanya gue berangkat sama lo?" tanya Melvin.

Reza menganggukkan kepalanya.

"Gue satu sekolah sama lo?" tanya Melvin lagi.

"Ya iyalah, kita satu sekolah di SMA Nazurala," jawab Reza.

"Ya udah gue bareng lo aja kalo gitu," ucap Melvin.

Setelah itu mereka semua pun beranjak pergi untuk melakukan kegiatan masing masing. Tak terkecuali Melvin, ia kembali kekamarnya untuk melanjutkan penyelidikan yang sempat tertunda tadi. Sesampainya di kamar ia tidak langsung melanjutkan kegiatannya tadi, ia lebih memilih untuk masuk ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya yang terasa gerah terlebih dahulu.

Selang beberapa saat, Melvin keluar dari kamar mandi dengan kaos putih polos dan celana selutut berwarna hitam. Sekarang ia tampak lebih segar, rambutnya yang baru saja dikeramasi tampak basah, bulir bulir air masih menetes dari ujung ujung rambutnya.

Dengan tangan yang masih sibuk mengeringkan rambutnya, ia berjalan mendekati meja belajar dan meraih ponselnya. Ia mencari nomor ponsel bernama aneh yang ia temukan tadi, dilihatnya dua belas digit angka yang tertera di layar ponselnya itu. Ia memutar otak dan berusaha mengingat nomor itu, kira kira siapakah pemilik nomor itu? Dan kenapa nomor itu ada di ponselnya?

Merasa penasaran dengan sang pemilik nomor, Melvin pun memilih untuk menelpon nomor itu. Selang beberapa saat seseoang menjawab telponnya.

"Halo."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top