Bab 7
"Apa ada barang yang meledak?"
"Ku rasa itu tembakan pistol yang berasal dari arah depan."
Ketiganya langsung berlari untuk mencari sumber masalah. Alangkah terkejutnya mereka ketika melihat Sebastian bersimbah darah. Sepertinya lengan kiri Sebastian tertembak.
"Ya Tuhan ... Aku akan segera memanggil dokter."
"Tidak perlu! Aku hanya tergores, tembakan itu meleset." Nitara memandang ngeri ke lengan kiri lelaki ini. Darah Sebastian sudah banyak yang menetes.
"Tapi kamu terluka," Marina sangat khawatir. Ia buru-buru mengambil ponsel. Keselamatan Sebastian yang lebih utama.
"Nitara!" panggilnya hingga Nitara hampir terjengkang. "Ambil mobilku dan antar aku pulang."
"Aku?" tunjuknya pada dirinya sendiri. "Kenapa harus aku?"
"Lakukan saja perintahku!"
"Lakukan saja permintaannya, Tara. Sebelum darahnya ke luar makin banyak." Hesti menyuruh Nitara untuk mengambil kunci mobil milik Sebastian yang berada di kantong celana lelaki itu. Ia masih bingung. Kenapa dari semua orang, ia yang terpilih.
Walau rasa nyeri dan perih menghantamnya, otak Sebastian masih dapat berpikir jernih. Ia tahu siapa yang menembaknya. Nitara adalah tameng hidupnya. Adiyaksa tidak akan melukainya kalau ia bersama dengan Nitara.
**
"Bagaimana?"
"Maaf Tuan, kami gagal. Kami hanya berhasil menggores lengannya."
"Kenapa kau tidak menembaknya lagi?"
"Saya tidak berani karena orang-orang sudah mulai berdatangan."
"Aku tidak peduli bahkan kalau ada korban lain!"
"Tapi Nona Nitara ada di antara kerumunan orang itu. Dia bersama dengan Nyonya Hesti dan sepertinya Sebastian tahu kalau anda merencanakan pembunuhannya. Dia meminta Nona Nitara mengantarnya pulang."
"Sialan!" Sebastian menjadikan putrinya tameng hidup. Kini Adiyaks yang malah merasa khawatir. Ia segera menutup telepon dan mencari nomer Nitara tapi keinginannya untuk menghubungi putrinya langsung Adiyaksa urungkan. Ia tidak mau kalau Nitara mencurigainya sebab sampai detik ini kabar tertembaknya Sebastian belum diberitakan di mana pun.
**
"Sepertinya kita perlu membawanya ke rumah sakit," ucap Nitara yang khawatir mendengar teriakan Sebastian. Sebastian sedang ditangani seorang dokter laki-laki yang dipanggil secara pribadi.
"Tidak perlu. Bis masih kuat menahan sakitnya. Dia hanya mendapatkan beberapa jahitan. Bos sudah terbiasa seperti ini ." Kalau dilihat tubuh Sebastian banyak sekali sayatan. Entah sayatan tipis atau dalam. Nitara meneguk ludah saat menyusuri kokohnya tubuh Sebastian. Ya Tuhan Nitara tak tahan ingin menyentuhnya. Tubuh Sebastian terlihat kekar, kuat dan mengenyangkan mata.
"Selesai," ucap sang dokter yang sudah selesai menutup luka Sebastian dengan perban.
"Aku akan mengantarkan dokternya ke luar," Eric pergi meninggalkan Nitara yang masih saja melihat tubuh Sebastian.
"Puas-puaslah melihat tubuhku Nitara."
"Apa?" Ia gelagapan karena ketahuan. "Aku tidak melihat apa pun."
"Terima kasih karena kamu bersedia menolongku."
"Aku belum menemukan alasan kenapa kamu memintaku mengantarmu pulang. Kan masih ada Tante Hesti dan Marina."
"Mereka tidak sedekat kita dan kamu pernah melihat tubuh telanjangku kan?"
"Apa!"
"Nitara tolong ambilkan kemejaku dan bantu aku memakainya."
"Kenapa mesti aku lagi?" Sialnya Eric malah buru-buru pergi sehingga Nitara tidak punya pilihan lain.
"Karena cuma kamu yang ada di sini."
"Kan kamu bisa panggil Eric."
Nitara melaksanakan tugasnya walau dengan gerutuan. Ia merasa tak ikhlas tapi ketika melihat luka Sebastian yang membuat tangan kiri lelaki itu susah digerakkan, Nitara jadi tak tega.
Sebastian tidak bermaksud melibatkan Nitara di dalam masalahnya dengan Adiyaksa tapi lelaki tua itu melakukan tindakan berbahaya. Adiyaksa berniat membunuhnya. Ia bimbang saat melihat wajah teduh Nitara. Perempuan ini hanya bersikap manja, Nitara tidak melakukan kesalahan apa pun namun ia segera berubah pikiran ketika menyadari bahwa Adiyaksa melakukan tindakan nekat dan bisnis ilegal demi bisa memenuhi permintaan-permintaan Nitara.
Nitara kaget saat tengkuknya diraih Sebastian. Lelaki itu menciumnya paksa. Apa ia pantas diperlakukan begini setelah bantuannya kepada lelaki ini.
"Hentikan!"
Sebastian malah melempar Nitara di atas tempat tidur. Sebastian masih bisa menggunakan tangan kanan untuk melucuti jaket jeans yang perempuan ini kenakan. Di balik jaket, Nitara hanya memakai gaun berwana krem, bertali tipis.
Dengan satu tangannya, Sebastian berhasil mengambil dasi untuk diikatkan pada pergelangan tangan Nitara.
"Kamu bajingan! Apakah ini balasanmu setelah aku menolongmu." Kaki Nitara menendang-nendang saat celana dalamnya diturunkan.
"Aku akan memberimu kenikmatan Nitara."
**
Kemarin Nitara pulang agak malam dan ayahnya masih menunggunya. Ayahnya tidak mengatakan apapun hanya menyuruhnya langsung tidur. Apa ayahnya tahu kalau Nitara dan Sebastian menjalin hubungan. Apa tubuhnya bau sesuatu tapi tidak mungkin. Nitara mandi dulu sebelum pulang.
"Kenapa ayah lebih banyak diam? Ayah marah padaku."
Adiyaksa bukannya marah tapi ia menahan lidahnya agar tidak menanyakan ini itu.
"Ayah tidak marah. Kamu sudah terbiasa pulang larut malam."
Ayahnya sepertinya baik-baik saja tapi kenapa Nitara jadi merasa bersalah.
"Maafkan aku Ayah. Aku tidak mendengar nasehat ayah."
Adiyaksa terlihat puas karena Nitara sudah mau berterus terang. "Apa yang perlu dimaafkan? Kamu tidak punya kesalahan apa pun."
"Kemarin ada kejadian yang tidak terduga saat aku bersama Mama Marcel di galeri. Sebastian terserempet pistol ayah."
"Apa!" Adiyaksa pura-pura kaget. "Bagaimana bisa terjadi? Apa Sebastian terluka parah?"
"Aku tidak tahu. Penembaknya tidak ketemu. Lengan Sebastian tergores dalam. Dia mendapatkan lima jahitan. Maafkan aku ayah. Aku diminta Sebastian untuk mengantarnya pulang. Dia sangat keras kepala dan tidak mau dibawa ke rumah sakit. Ada seorang pria yang menjahit lukanya di rumah."
"Syukurlah lukanya tidak parah."
"Ayah tidak marah padaku? Aku melanggar perintah ayah untuk menjauhinya."
"Tara, Ayah tidak akan marah padamu karena kamu menolong orang. Kalau ayah di posisimu, ayah akan melakukan hal yang sama."
"Terima kasih ayah. Aku menyayangimu."
Adiyaksa tidak akan bisa hidup kalau Nitara sampai tahu semua perbuatannya. Ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri kalau Nitara menyebutnya sebagai pembunuh. Ia sangat bahagia hanya dengan melihatbsenyum. Adiyaksa akan memberikan seluruh isi dunia ke pangkuan putrinya agar Nitara senantiasa bisa tersenyum.
"Ayah, tante Hesti meleponku."
Perjodohannya dengan Marcel pun tak lepas dari usaha Adiyaksa. Ia setuju memberi pinjaman pada Harland untuk membeli saham.
"Ayah, katanya kakek masuk rumah sakit lagi. Aku harus ke sana."
"Ya sudah. Sampaikan salamku pada Marcel dan keluarganya. Ayah akan menjenguk kakeknya besok saja. Ayah ada pertemuan penting jam 11 pagi."
"Baiklah. Aku berangkat sekarang."
Nitara mencium pipinya sebelum pergi. Adiyaksa tidak akan rela kehilangan kehangatan ini makanya kejahatan-kejahatan yang dilakukannya harus disembunyikan rapat-rapat.
***
Versi lengkap tidak ada di Wattpad nanti bisa kena skip.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top