Bab 2

"Sudah mendapatkan barang yang ku minta?" tanya Nitara pada Hani, asisten pribadinya sekaligus satu-satunya teman yang tahan dengan sikapnya.

"Sebenarnya untuk apa barang ini?"

Hani sebenarnya sangat berat hati menyerahkan pesanan Nitara. Gadis ini kadang bisa bersikap gila dan nekat.

"Kamu tidak perlu tahu dan jangan membuat laporan pada ayahku. Aku menggunakan benda untuk hal yang baik. Sekarang kamu pesenkan aku tempat dan kamar di Hotel Kak Alan."

Hani merinding ketika melihat Nitara tersenyum. Nitara ini kalau sudah menginginkan sesuatu selalu bersikap nekat. Setelah bertunangan, sifat Nitara yang itu jarang muncul tapi kenapa sekarang gadis itu malah kumat.

**

"Maafkan aku Nitara. Harusnya aku bisa bersikap lebih bijak." Nitara tersenyum tenang. Ia sengaja mengajak Marcel makan malam. Ia membahas masalah Alena yang masih ada di dalam hubungan mereka padahal Marcel tahu kalau keluarga Wijaya tidak akan pernah menerima Alena yang miskin. Kehidupan mereka sudah ditentukan. Kakak Marcel, Alan juga menikah karena dijodohkan dan sekarang Alan hidup bahagia. Marcel bersama Nitara pun juga bisa kalau mau berusaha dan sekarang Nitara sedang mengusahakannya.

"Aku mengerti bagaimana perasaanmu. Melupakan Alena butuh waktu. Aku sebenarnya sangat prihatin atas kisah cinta kalian. Aku mencintaimu Marcel. Aku rela kalau kamu lebih bahagia bersama Alena." Tentunya itu hanya bualan. Nitara menginginkan Marcel untuk dirinya sendiri. Alena sebenarnya wanita yang cukup bijak. Sampai detik ini Nitara masih belum melakukan tindakan keji untuk mencelakai wanita itu.

Waktu Alan bilang padanya menyukai Alena. Nitara berusaha memisahkan mereka dengan membuat kebohongan-kebohongan. Usahanya tidak berbuah manis. Marcel dan Alena tetap saja bersatu.

"Kami putus karena Alena ditekan oleh keluargaku. Ibuku mendatangi orang tuanya dan ayahnya. Ayahnya yang penjudi itu langsung menerima uang yang Ibukku tawarkan. Alena tidak bisa berbuat apa-apa."

Nitara menggeleng dan membuat raut muka sedih. "Aku ikut prihatin. Tante kadang bisa berbuat sangat nekat." Ibu Marcel bertindak sejauh itu karena usul dari Nitara. "Tapi sekarang kita sudah bertunangan. Ku harap hubunganmu dengan Alena tidak dilanjut. Hatiku terluka dan keluaragamu pasti akan sangat kecewa," ucap Nitara dengan nada yang sangat lembut namun penuh penekanan.

Makanan mereka datang. Nitara tersenyum puas pada salah satu pelayan. Ia sengaja menyogok pelayan untuk mencampur minuman dan makanan Marcel dengan Viagra. Nitara akan memiliki Marcel. Pria itu tidak akan pernah kembali lagi pada Alena. Oh ... Alena yang malang.

"Ayo kita nikmati makan malam ini. Kita tidak akan membicarakan Alena sepanjang malam kan?"

Marcel selalu menuruti ucapan Nitara asal gadis itu bisa bersikap baik. Menurutnya, Nitara mengalami banyak perubahan. Dari gadis yang egois dan keras kepala menjadi gadis yang agak lembut dan sabar. Selesai makan Marcel merasakan kegerahan padahal pendingin di dalam ruangan ini sudah dinyalakan. Nitara terlihat sangat cantik, gadis itu menawan dengan senyumnya yang tampak menakutkan. Ada apa ini? Ada apa dengan tubuhnya.

"Kenapa Marcel?"

"Aku merasa gerah sekaligus bertenaga."

Nitara bergerak pelan menghampirinya. Ia senang karena obatnya terlah bereaksi. "Sepertinya kamu kegerahan. Kita sebaiknya keluar untuk mencari udara segar."

Dengan Perlahan, Marcel digandeng tangan oleh Nitara. Marcel seolah dituntun menyusuri lorong-lorong asing. Semakin ia melangkah, rasa panasnya semakin menjadi. Ia merasa terangsang dengan melihat pinggul Nitara yang bergoyang ketika mereka berjalan. Obat itu sepertinya tak sepenuhnya menguasai Marcel. Lelaki itu agaknya sedikit sadar ketika melihat Nitara membuka kamar. Nitara telah melakukan sesuatu padanya, Nitara menjebaknya.

Nitara sengaja mengatur ini. Ia memesan hotel tempat keluarga Wijaya agar para karyawan dan calon kakak iparnya tahu kalau Marcel sudah menghabiskan malam dengannya. Nitara memang sangat jenius.

Ia meraba Marcel dengan perlahan ia membuka kancing kemeja lelaki itu. Marcel tidak mungkin sanggup menolaknya. Ia meraih kepala Marcel lalu mendaratkan ciuman mesra. Nitara bukanlah pencium yang handal. Ia baru pertama kali mencium bibir Marcel. Tiba-tiba Nitara dilempar ke ranjang. Ia tersenyum senang namun yang ditunggunya tak kunjung datang. Nitara malah mendengar suara pintu dibanting. Marcel kabur darinya.

Marcel sudah kegerahan, hasratnya membara tapi yang dihadapinya adalah Nitara. Nitara yang tidak pernah dipandangnya sebagai wanita. Nitara yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri. Nitara kawan masa kecilnya, Nitara yang harusnya ia jaga bukan ia rusak. Marcel segera mengambil ponselnya yang berada di saku celana. Ia langsung menghubungi Alena. Semoga wanita itu bersedia menjemputnya di lobi.

**

"Kamu yakin itu dia?"

"Iya Bos. Mata saya masih awas. Yang berada di bar Klub adalah Nona Nitara Gardha Adiyaksa."

Sebastian mengigit bibirnya. Ia tidak percaya kalau Nitara dengan senang hati datang ke Klub malam. Klub ini milik Sebastian walau separuh kepemilikan modalnya adalah teman bisnisnya, Emran.

"Apa yang dia lakukan?"

"Dia minum sampai mabuk. Sepertinya Nona Nitara sekarang menyewa ruangan VVIP dan seorang gigola."

Ucapan itu langsung membuat Sebastian berdiri dari tempat duduknya. "Antarkan aku ke tempat Nitara."

Gadis itu bisa berbuat nekat kalau tengah kalut. Mengingat bagaimana manjanya Nitara. Ia bisa saja membuat heboh dengan memanjat tiang Pole dance dan menjadi tontonan.

"Lepas bajumu!" teriak Nitara keras-keras. Demi Tuhan gadis itu dalam keadaan mabuk dan memperlakukan seorang gigolo seolah badut pertunjukkan. Sebastian tidak bisa tinggal diam. Gadis ini gemar membuat masalah.

"Nitara Ayo pulang."

"Tidak mau. Aku sudah membayar tempat ini dan orang ini. Aku bisa berbuat semauku. Apa uang yang ku bayarkan kurang?" Sebastian menahan nafas. Mulut Nitara bau alkohol.

"Kamu sudah mabuk Nitara."

"Aku belum mabuk. Aku tidak suka ditolak. Aku bisa membeli tempat ini dan memperlakukan pria sewaan ini sesukaku atau kamu juga dijual?" Nitara salah bicara.

Sebastian memandang tajam Nitara. Bola matanya semakin gelap seiring bertambah jarak diantara mereka. "Memangnya kamu mampu membeliku?"

Nitara tersenyum. Sebastian tahu bagaimana dangkalnya gadis ini. Dikira semua di dunia ini bisa dibayar dengan uang.

"Tentu saja mampu," ucap Nitara yang tidak sadar siapa yang sekarang di hadapinya.

Sebastian mengkode anak buah dan gigolo yang dibayar Nitara untuk ke luar.

"Sekarang apa yang dapat ku lakukan untukmu?"

"Lepaskan semua pakaianmu!"

Nitara menikmati pertunjukkan yang Sebastian lakukan. Ia minum terlalu banyak hingga melakukan hal yang sembrono. Nitara masih belum sadar siapa lelaki yang berada di hadapannya. Nitara tidak mendeteksi adanya bahaya besar yang menunggunya setelah sadar.

Sebastian menuruti apa yang Nitara perintahkan. Dengan perlahan ia membuka kancing kemejanya lalu melempar kemejanya ke sudut sofa. Nitara menikmati tubuh kekar lelaki ini. Ia belum pernah melihat tubuh pria secara bebas. Harusnya dari dulu Nitara sewa saja gigolo agar rasa penasarannya terobati.

Nitara ke Klub setelah menghancurkan seluruh isi kamar hotel. Sialan! Marcel menolaknya mentah-mentah dan memilih lari. Nitara murka karena rencananya gagal. Ia tidak bisa memiliki pria itu. Sekarang ia menggunakan uangnya untuk membeli pria. Nitara memiliki kekuasaan dan uang, Marcel yang tolol akan sangat menyesal karena lebih memilih Alena yang miskin.

Sebastian berhenti setelah melepas kancing celananya. Nitara memandanginya dengan penuh minat. Ia berjalan bagai pemangsa ke arah Nitara yang sedang duduk menyenderkan kepalanya.

"Kamu tahu kalau aku sebenarnya tidak bisa dibeli."

Perkataan pria ini membuat Nitara tersenyum. Ia mengelus pelan rahang Sebastian.

"Memangnya ada di dunia ini yang tidak bisa dibeli?"

"Kamu benar Nitara." Sebastian menarik tubuh Nitara untuk dekat dengannya. "Aku bisa dibeli tapi bukan dengan uang melainkan dengan tubuhmu ini."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top