[01. Secret Gift] Mr. Schadenfreud - Louis Moriarty

Secret Gift Project

Mr. Schadeunfreud

Secret Gift for moonorchd_
Louis Moriarty x Reader

Story © Candy-Yerin aka saliloti ✨

----------

"Jadi, kapan kau akan mengakuinya, Adikku Sayang?" tanya William gemas selagi menyeruput tehnya di pagi hari. Dia sadar, sang adik, Louis, sedang sibuk memperhatikan gadis belia bernama (Your Name) di teras restoran seberang dari jendela ruang kerja William.

Albert yang sedang duduk di sofa berseberangan dengan meja kerja William pun terkekeh. Akhirnya ada seseorang yang mampu menarik perhatian si adik bungsu. "Semakin lama dipendam, kau akan semakin menginginkannya. Apalagi kalau Lady (Your Name) didekati lelaki lain," ujarnya iseng, "jangan sampai dia jatuh di tangan lelaki yang salah karena kau terlambat."

Louis menghela napas panjang, selagi mengisi ulang cangkir William dengan teh panas, dia balas menggerutu, "Meskipun aku jujur, hidupnya akan berada dalam bahaya jika menikahiku."

"Apa kau khawatir Lady (Your Name) tidak mampu menerima sisi terburukmu dan mencampakkanmu, Louis?" tanya William, kebisuan Louis seolah mengiyakannya.

"Kalau begitu mari gunakan kesempatan permainan Mr. Schadeunfreud malam ini untuk menguji Lady (Your Name)," lanjut pemuda itu, tersenyum manis pada Louis.

"Maksud Kakak—" ucap Louis sebelum disela oleh Albert.

"Tentu saja. Lagipula, kami sudah tahu, Louis. Kau dan Lady (Yourname) sudah berkencan beberapa kali," tutur Albert sambil melipat koran paginya.

Dia pun melanjutkan, "Tampaknya kau butuh sedikit dorongan untuk memastikan Lady (Yourname) mampu menjadi pendampingmu."

Wajah Louis sontak merona merah mendengar penekanan kata dari ucapan Albert barusan.

"Aku menghormati keputusan kalian," balas Louis lalu menatap serius kedua kakaknya bergantian, sebelum memutuskan, "Tetapi aku tidak akan tinggal diam jika Lady (Yourname) terluka."

***

"Sang Iblis legendaris telah dibangkitkan, menarik tirai dimulainya pertunjukan ajang menuduh pelaku kematian—mencari kebenaran dibalik topeng tipu daya pendosa."

Suara misterius seorang pria bergema ke sepenjuru aula di acara pesta dansa bertopeng. Bertepatan dengan itu, tirai panggung pertunjukkan tempat para musisi ditutup. Cahaya yang menerangi aula dansa di kediaman Kleinfaust mendadak mati, sehingga rasanya seperti ditelan kegelapan.

Kemudian suara jeritan sepasang pria dan wanita yang memekakkan telinga menyebar ke sepenjuru ruangan, membuat (Yourname) dan tamu lainnya—tidak terkecuali si tuan rumah—bergidik takut. Kepanikan melanda seisi ruangan itu ketika lampu kembali menyala—menyorot sepasang kayu salib berdiri kokoh di atas panggung, dengan dua tubuh yang dipaku pada benda tersebut.

Kepanikan melanda aula dansa, beberapa di antara para tamu wanita muntah melihat tontonan mayat mengerikan. Tetapi tidak dengan (Yourname), yang justru penasaran dengan kebenaran dibalik pembunuhan ini.

"Cepatlah mengaku, Pembunuh Pengecut!" pekik Tuan Kleinfaust, "Beraninya kau menghancurkan pesta dansaku!"

Suara misterius itu pun kembali lagi.

"Pesta dansa ini dipenuhi oleh para pendusta. Hari penghakiman telah tiba untuk mengembalikan mereka yang kotor ke tempat semestinya."

"Memang siapa kau beraninya menuduh kaum bangsawan adalah pendusta?!" teriak bangsawan yang lain.

"Pembunuhnya bersembunyi di antara kalian. Jika sang Pendusta tidak ketemu, dalam 30 menit, maka bangsawan lain akan mati di tangan Sang Iblis."

"KURANG AJAR!" ucap Tuan Kleinfaust kehabisan kesabaran.

Sementara itu (Yourname) berteriak tegas, "Sudah cukup! Kita harus menemukan pelakunya sebelum ada nyawa lain yang dikorbankan!"

"Apa jangan-jangan kau si Pendusta?!" ujar seorang wanita dengan pakaian serba kuning, dia menatap penuh curiga pada Tuan Kleinfaust.

"Masuk akal! Sebab, tidak mungkin ada yang bisa mengontrol kediaman ini jika bukan pemegang akses tertinggi selain si Tuan Rumah," sahut pria berpakaian serba biru.

"A-atau jangan-jangan ... Tuan Kleinfaust tidak sadar membunuh dua korban malang itu, karena—seperti yang diucapkan suara misterius tadi—berada di bawah kendali si iblis?" sahut wanita berpakaian hijau dengan wajah ketakutan. .

"Kau pikir Iblis semudah itu merasukiku?!" murka Tuan Kleinfaust, "Tidak ada yang namanya Iblis di dunia ini! Itu hanya omong kosong!"

"Mana buktinya kalau kau masih di aula ini saat lampu padam tadi?" tanya seorang bangsawan lelaki pendek.

Tuan Kleinfaust dengan percaya diri bertutur, "Aku bersama dengan dia," sambil menunjuk lelaki berpakaian serba ungu.

Si pemuda yang ditunjuk tersenyum simpul, "Aku hanyalah dokter keluarga Kleinfaust. Dan dapat aku pastikan kalau Tuan Kleinfaust bersamaku tadi karena kakinya kesakitan."

"Lalu siapa pembunuhnya?!" jerit Si Bangsawan Gaun Hijau ketakutan.

"Konyol sekali! Aku tidak tertarik dengan permainan ini! Kalian semua sudah gila!" tambah Si Bangsawan Pendek dengan dialek khas Perancisnya.

"Kau pikir pembunuhan ini permainan?" ulang (Yourname) merasa marah, "Mereka orang sungguhan! Di mata letak hati nuranimu? Apakah kau tidak peduli semisal itu keluargamu sendiri?!"

"Selama mereka tidak ada kaitannya dengan bisnisku, mengapa perlu repot? Lagipula, kedua korban itu hanyalah Baron. Kematian mereka bukanlah kerugian besar untukku," balas Si Bangsawan Pendek tertawa mencemooh.

(Yourname) mengepalkan kipas di tangannya kuat—mencoba menahan keinginan menampar wajah sombong bangsawan tersebut.

"Kau tidak pantas menjadi seorang bangsawan. Sikapmu sama seperti tikus rendahan!" ucap (Yourname).

Pada saat itu Si Bangsawan Pendek melirik sinis padanya. Dia tersenyum manis dan bertutur, "Kau putri dari keluarga (Last Name), benar? Aku suka sikap berani dan mulutmu yang mencaci-maki itu."

(Yourname) melangkah mundur ketika bangsawan pendek itu melangkah mendekatinya. Tiba-tiba saja kedua penjaga Si Bangsawan Pendek datang dari belakang (Yourname), memenjarakan kedua tangan gadis itu dan menundukkannya agar sejajar dengan sang Tuan.

Tangan gemuk Si Bangsawan Pendek menyapu belah bibir (Yourname). Hal ini membuat gadis itu marah. Hanya Louis yang boleh melakukan itu padanya, dia sangat kesal sampai ingin menghajar Si Bajingan Pendek.

Kemudian bangsawan itu berbisik, "Tunggu saja sampai kau terperangkap menjadi istriku. Keluargamu berhutang banyak padaku. Jadi akan kupastikan mengajarimu menjadi seorang istri yang benar."

"Kau—dasar Iblis! Lagipula, aku sudah punya kekasih!" pekik (Yourname) marah. Parahnya lagi, bangsawan lain yang melihat dia diperlakukan seperti itu berlagak seolah menikmati hiburan kecil.

Kemana hilangnya moral para bangsawan yang hadir di pesta dansa bertopeng ini? Apakah selama ini (Your name) telah tertipu topeng mereka? Pikir gadis belia itu.

Mendadak lampu aula kembali padam. Diikuti suara jeritan lelaki, "Kau—Kle—TERKUTUK KAU!"

Selama beberapa saat suara itu menjerit kesakitan. Diikuti jeritan dua bangsawan wanita lainnya. Selang beberapa saat, lampu kembali menyala.

(Yourname) terkejut melihat Si Bangsawan Pendek tewas mengenaskan dengan luka sayat di leher, begitu juga wanita bangsawan berwarna kuning dan hijau. Dua penjaga yang tadi menahan (Yourname) seketika lari menghampiri si Tuan.

Suara misterius itu pun kembali.

"Dia yang tidak memiliki hati nurani adalah kaki-tangan sang Pendusta. Kematian mereka mewakili pembalasan penderitaan orang-orang yang dibiarkan mati kelaparan—juga disiksa dengan pekerjaan tanpa upah."

Tuan Kleinfaust seketika berteriak seperti orang gila, sang Dokter berusaha menenangkannya, akan tetapi tidak berhasil. Sampai akhirnya dia menjerit-jerit berlari menuju pintu keluar.

"Aku tidak mau mati! Aku tidak mau mati! Aku tidak mau matiii!" teriak Tuan Kleinfaust histeris saat pintu tidak bisa terbuka. "Aku sudah berjuang mendapatkan uang, tidak akan kubiarkan kematian bahkan Iblis sekalipun merebutnya dariku!"

Si Bangsawan Berpakaian Serba Biru mencoba menenangkan Tuan Kleinfaust yang mencakar-cakar dirinya. (Yourname) melihat insiden ini sedih. Tidak disangka moral bangsawan tersohor Inggris sangatlah buruk.

Sementara itu, Bangsawan Gaun Hijau tidak henti menangis, "Aku mau pulaaang, aku tidak ingin melihat orang mati!"

"Ayo fokus, semuanya!" pekik (Yourname) lantang. Kini bersisa Si Bangsawan Gaun Hijau, Bangsawan Berpakaian Biru, Dokter Berpakaian Ungu, dan Tuan Kleinfaust.

"Kita sudah dapat petunjuk tadi. Salah satu korban meneriakkan suatu nama seperti 'Kle' saat menjerit barusan. Kalian perlu memberitahu nama dan melepaskan topeng agar tidak ada lagi korban yang jatuh!" tutur (Yourname).

Yang lain tampak enggan melakukannya, akan tetapi situasi memaksa mereka untuk menuruti gadis itu.

"Bagaimana kalau kita mulai denganmu?" tanya (Yourname), tetap tenang, melirik ke arah Bangsawan Berpakaian Biru.

"Jika itu diharuskan, baiklah. Demi mencegah jatuhnya korban. Namaku Thomas Kleinfaust, adik sepupu dari Tuan Kleinfaust," ucap Si Bangsawan Berpakaian Biru lantas melepas topengnya.

Semua orang terkejut melihat kemiripan wajah Tuan Thomas dan Tuan Kleinfaust. Rambut pirang pucat dengan sepasang iris kehijauan seperti batu emerald. Akan tetapi, wajah Tuan Thomas lebih gemuk dibanding Tuan Kleinfaust yang tirus—sulit untuk menyadari ini jika tidak memperhatikan dengan detil.

"Kalau kau, Dokter?" tanya Tuan Thomas.

Si Bangsawan Berpakaian Ungu itu menjawab, "Claude Gerard."

"Nama depan Tuan Kleinfaust?" tebak Tuan Claude sambil melepaskan topengnya. Kini (Yourname) dapat melihat wajah rupawan si dokter muda itu. Namun entah kenapa ekspresinya terkesan mati. Seperti lautan dalam yang gelap, sulit melihat perasaannya dan membaca apa yang dia pikirkan.

"Clearance," sambung Tuan Thomas.

"N-namaku Claire Lloyd," balas Si Bangsawan Gaun Hijau.

(Yourname) menarik napas dalam, kemudian bertutur, "Usaha apa yang kalian miliki? Apa bisnis kalian berhubungan dengan Bangsawan Perancis itu?" tanyanya.

"Aku mengelola Rumah Sakit Britania," balas Claude padat.

Thomas membalas, "Aku memiliki banyak usaha. Tapi aku perhatian terhadap pekerjaku. Lagipula, aku mengurus usaha ekspor di daerah asia."

(Yourname) terdiam, kemudian melirik pada Tuan Clearance. "Seperti apa mereka yang bukan bangsawan bagimu, Tuan Clearance?"

Si pemilik nama menatap ketakutan, "Rakyat jelata itu? Mereka memang rendahan tapi aku selalu membayar upah dengan sepadan!"

"Aku tidak tahu-menahu soal pemberian upah di keluargaku. Semua diurus oleh Ayah," ujar Claire masih menangis.

"Apa yang kau lakukan jika mereka membutuhkan pertolongan darurat, Tuan Claude?" tanya (Yourname).

"Masalah nyawa selalu menjadi prioritas rumah sakitku," balasnya tegas, lalu melanjutkan, "Asal kau tahu. Tuan Lloyd memiliki persaingan bisnis ketat dengan korban-korban barusan."

Semua perhatian kini berfokus pada Claire.

"Benar juga. Wajar jika kau ingin melenyapkan saingan bisnismu," tutur Tuan Clearance.

Claire langsung gemetaran, "Tidak! Aku ke sini hanya untuk menggantikan Ayah yang tidak bisa hadir!"

"PEMBOHONG!" celetuk Tuan Clearance menunjuk si tertuduh. "Aku melihatmu beberapa kali menatap sebal pada korban-korban itu sebelum semua ini terjadi!"

"TIDAK! Lagipula kau sedari tadi menjerit tidak waras! Siapa juga yang akan memercayai ucapanmu?! Kau yakin itu bukan delusimu saja?! Lagipula kedua korban gadis itu temanku!" pekik Claire marah, mulai menitikkan air mata lagi.

"Tenangkan dirimu, Clearance! Jangan bersikap seperti orang gila di situasi seperti ini!" ujar Thomas mencoba menghentikan Clearance yang hendak menampar Claire.

Sementara (Yourname) langsung memeluk Claire yang memejamkan mata bersiap ditampar.

Kini perhatian Clearance terfokuskan pada Thomas. "Kau bilang aku gila?"

Dalam sekejap dia memberontak lepas dari pegangan Thomas, dan mencekik pemuda itu. "Aku sangat marah ketika kau menuduhku di awal permainan Iblis ini! Dasar tidak tahu diri! Kau pikir siapa yang memberimu makan dan membiayai sekolah sampai kau jadi seperti ini?!"

Claire sontak menjerit melihat Thomas yang mulai kehabisan napas karena tidak bisa melepaskan cengkraman Clearance. Tatapannya berfokus pada Claire, seperti hendak menyampaikan sesuatu yang sangat penting sebelum hidupnya berakhir.

Akan tetapi, sebelum ia dapat mengucapkannya, Thomas kehilangan kesadaran setelah menyunggingkan senyum tipis pada Claire.

"Thomas!" jerit Claire seketika bangkit dan mengambil pisau daging steak dari meja prasmanan.

(Yourname) yang panik hendak menghentikan Claire ditahan oleh Claude. Saat itu juga, pisau daging tersebut menusuk tepat dari belakang ke jantung Tuan Clearance. Tubuh sepasang sepupu Kleinfaust itu pun ambruk bersama, mengotori lantai dengan genangan darah.

Claire yang menangis menjadi-jadi langsung memisahkan tubuh Thomas dari Clearance. Dia memeluk erat tubuh itu, dan melumat bibir Tuan Thomas.

"Tidak apa-apa, Thomas Cintaku. Aku akan menjumpaimu di sana," ucap Claire, lalu mengambil pisau lain di meja prasmanan.

"Claire! Jangan bertindak bodoh!" pekik (Yourname) masih ditahan oleh Claude. Gadis itu tidak menyerah untuk meronta.

"Hidupku, tubuhku, jiwaku, semuanya hanya milik Thomas Kleinfaust. Jika aku tidak dapat menjadi Nyonya Kleinfaust dan ibu dari anak-anaknya ... lebih baik aku mati dibandingkan hidup dikurung oleh Ayah lagi," lirih Claire.

"Tunggu—Claire!" panggil (Yourname) lagi dilanda kepanikan.

"Dan kau lepaskan aku sekarang!" lanjutnya memaki si dokter. Seketika dia menginjak kaki Claude sehingga lepas dari cengkramannya.

Akan tetapi semua terlambat. (Yourname) tidak sempat mencegah gadis bernama Claire itu mengakhiri hidupnya.

(Yourname) seketika berdiri mematung melihat tubuh Claire yang jatuh menimpa mayat Tuan Thomas.

Suara misterius pun kembali bergema di aula dansa.

"Sang Iblis tidak lain adalah manusia yang melupakan jati diri mereka. Terlena kekayaan dunia, kebutaan cinta, dan terlalu egois untuk berbagi dengan orang lain yang lebih rendah dari mereka."

Permainan ini benar-benar gila. Tetapi jika semua ini tidak terjadi, (Yourname) akan selamanya terlena oleh tipu daya topeng manusia mereka.

Kemudian datanglah suara langkah kaki dari belakang (Yourname). Ketika gadis itu berbalik, dia menemukan sosok Louis James Moriarty—pemuda baik hati, elegan, berkarisma, dan sopan yang sangat ia cintai.

"Louis," panggil (Yourname) mulai menangis. Pemuda itu langsung berlari menghampiri gadis pujaan, dan menarik (Yourname) ke dalam pelukannya.

"Aku minta maaf membuatmu melihat semua ini," tutur Louis mengeratkan pelukannya.

Claude yang melihat ini tersenyum kecil, lalu membungkuk dalam sebagai ucapan terima kasih, sebelum beranjak pergi menemui William—membiarkan pasangan itu menghabiskan waktu bersama.

Wajah (Yourname) sangat berantakan ketika dia menarik diri dari pelukan hangat Louis. "Aku—Aku—ingat kau pernah cerita bahwa kau sebenarnya lelaki berbahaya. Jadi ini alasan kenapa kau tidak mau menikah denganku? Kau sudah sering menghadapi dan melihat hal seperti ini dari kecil?" tanyanya masih menangis.

Louis tersenyum menyesal dan mengangguk mengiyakan. Pemuda itu pun melebarkan tangannya, bertutur, "Kau boleh memukulku sekarang. Aku tidak akan marah. Jika kau membenciku, aku berjanji akan hilang dari kehidupanmu seutuhnya."

"Bukan itu maksudku, Louis!" omel (Yourname) marah. "Aku tidak tahu seperti apa masa kecilmu, seberapa buruk kau dan Tuan William diperlakukan oleh orang-orang tidak bermoral itu. Justru aku sedih karena tidak ada di sisimu saat kau butuh pertolongan!"

Berkat ucapan Louis, (Yourname) jadi menangis semakin kencang. "Mulai sekarang jangan tanggung semua beban sendirian. Aku akan berusaha menjadi pasangan yang baik, menjadi rumah untukmu pulang! Aku juga ingin mencintai Louis James Moriarty apa adanya!"

Kini giliran (Yourname) menarik Louis ke dalam dekapannya. Membuat si pemuda berkacamata terkejut. "Jadi jangan kabur lagi dariku. Aku tahu Tuan William dan Tuan Albert adalah segalanya bagimu."

Louis tertawa kecil dan membalas pelukan (Yourname). Gadis itu pun melanjutkan, "Bolehkah aku masuk menempati ruang di hatimu juga? Aku tidak akan egois dan mencoba menjadi nomor satu bagimu. Tolong izinkan aku menjadi bagian dari hidupmu seperti kakak-kakakmu," ujarnya memohon.

Pemuda yang didekap pun mengangguk pelan, sebelum dia melepaskan diri untuk memberi kecupan di kening pujaan hatinya, (Yourname).

Kemudian Louis menautkan jemari mereka erat. Dengan senyum bahagia, dia bertutur, "Terima kasih sudah hadir di hidupku, (Yourname). Tolong izinkan aku juga menjadi pendamping hidupmu."

Setelah itu Louis menyematkan sebuah cincin permata di jari manis (Yourname).

"Aku berjanji akan menjadi pelindungmu, pasangan hidupmu, rumahmu, dan mewujudkan keluarga bahagia yang selalu engkau dambakan," janji Louis, meninggalkan kecupan di cincin yang ia sematkan. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top