Piece Of Puzzle | Part 9 : You Make Me Alive

Makasih yang udah menyempatkan waktu buat baca karya aku.. Makasih buat vote, comment dan dukungan teman-teman semua..

Buat silent reader, makasih juga karena kalian udah baca, meski ga vote dan comment 😂😂😅

Semoga di part ini, kalian sedikit terhibur ya..

Jangan lupa klik bintangnya.. 😘

** Happy Reading **

"Apa yang kau lakukan pada calon istriku?!" Perceval menarik tangan Serena kemudian dengan sigap memeluk tubuh gadis itu erat. Tubuh Serena menegang dalam pelukannya. Dalam hati Perceval tersenyum puas, karena wanita gila itu sama sekali tak berkutik. Pria di depannya menatap Serena dengan tatapan tajam, meminta penjelasan, tetapi gadis dalam pelukannya sama sekali tak bersuara.

"Rein!"

Serena terkesiap. Seakan mendapatkan kesadarannya kembali, gadis itu mendongak, menatapnya dengan tatapan horor.

"What the hell are you doing?!" Serena menepis kasar tangan Perceval yang memeluknya. Namun, laki-laki itu sama sekali tak bergeming, ia terus mengeratkan pelukan pada tubuhnya. Bahkan tangan laki-laki itu hampir menyentuh dadanya membuat semburat merah muncul di wajah cantik Serena.

"Kau siapa?! Lepaskan tanganmu! Dia kekasihku!" Victor mengulurkan tangan mencoba menarik Serena, tetapi dengan cepat Perceval menepis tangannya.

Dengan wajah arogant, dia berkata, "Ah, kau pasti tahu siapa aku," Perceval menyeringai, "aku Perceval Louv Bennet, pewaris restaurant Le-Appettiate, salah satu restaurant terbesar di Paris. Asal kau tahu ... wanita ini, dia calon istriku."

Victor mengerutkan kening. "Dia kekasihku!" Victor menarik tangan kanan Serena. "Maaf saja, tapi aku tak mengenalmu," ucap Victor dengan nada santai.

"Lepaskan tanganmu dari calon istriku!" geram Perceval dengan rahang yang mengeras.

Kening Serena berkedut, kedua pria ini membuat emosinya naik hingga ke ubun-ubun, dan itu membuatnya gila.

"Dalam mimpimu! Aku tak pernah setuju menikah denganmu dan jangan harap kau bisa memilikiku!" Serena menginjak kaki Perceval dengan keras, membuat pria itu merintih kesakitan.

"How dare you!" Perceval mencekal tangan kiri Serena, membuat gadis itu meringis.

"Lepaskan tanganmu, sialan!" Victor menarik kerah Perceval dengan tangan kanannya, membuat Perceval tersentak. Kedua pria itu saling memberikan tatapan tajam, seolah tatapan itu bisa melubangi mata masing-masing.

Serena memutar bola matanya geram. Ia seperti permen lolipop yang diperebutkan anak kecil sekarang. Lagipula, ada apa dengan si otak udang? Apa otaknya memang benar-benar sudah miring? Tadi pagi dia mengerjainya, lalu mencium Alexa di depannya, dan apa sekarang? Dia mengatakan kalau ia calon istrinya?? Jangan membuatnya tertawa!

"Astaga ... hentikan!" Serena menyentakkan kedua tangannya, tetapi cekalannya sama sekali tak terlepas. Orang-orang yang melewati mereka, menoleh dan terus berbisik membuat Serena merasa semakin tak nyaman. "Kalau kalian tak melepaskan tanganku, aku akan berteriak!" geram Serena menoleh ke arah Victor, sesaat kemudian menoleh ke arah Perceval.

Serena menggeleng saat keduanya masih terdiam, menatap tajam satu sama lain, tak berniat sama sekali untuk melepaskan tangannya. "Tolong, pencuri!! Help me!!"

Perceval dan Victor menoleh kaget, keduanya refleks melepaskan tangan Serena bersamaan saat beberapa orang menghampiri mereka.

Serena mendengus kesal, sesaat kemudian melangkah menjauhi keduanya. Baru beberapa langkah, ia membalikkan badan. Victor dan Perceval sedang ditanyai oleh beberapa orang. "Kalau kalian ingin bicara, silahkan kalian bicara saja berdua. Jangan membawa-bawaku dalam masalah kalian. Dasar gila!" sentak Serena kemudian melangkah pergi. Namun, langkahnya kembali terhenti saat Cherlyn memanggil namanya dari kejauhan. Serena tersenyum kemudian melambaikan tangan.

"Hai, Ka Serena." Cherlyn memeluk Serena erat, seakan mereka tak bertemu sejak lama. "Eh, itu ka Percy. Sedang apa dia?" tanya Cherlyn sesaat setelah ia melepaskan pelukannya.

"Entahlah, mengamen mungkin," jawab Serena sekenanya membuat Cherlyn tergelak.

Cherlyn mengikuti Serena masuk ke cafe sambil terus tertawa. "Ka, maukah kau menemaniku?"

Serena menoleh. "Ke mana?"

"Membeli baju." Cherlyn tersenyum lebar membuat Serena hanya bisa terdiam. Bersama Cherlyn, ia seperti menemukan sosok seorang teman yang tak pernah ia dapatkan.

"Baiklah, setengah jam lagi aku beristirahat. Kau tunggulah di sini"

"Siap!"

☁ ☁ ☁

"Beruang gila!" Perceval menendang kursi di samping tempat tidurnya, hingga kursi itu terlempar ke arah pintu. Ia kesal bukan main. Bagaimana tidak, Serena mengatakannya pencuri. Seorang Perceval, diteriaki pencuri? Astaga, yang benar saja. Gara-gara wanita itu juga, dia ditanyai macam-macam oleh warga sekitar yang kebetulan mendengar teriakan Serena.

Perceval mengusap wajahnya kasar, mencoba menghilangkan bayangan Serena yang lagi-lagi tersenyum puas penuh kemenangan. Sialan. Ia menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Memijit kening yang terasa pening. Ini hari pertama ia mengurus cafe, tetapi sudah banyak hal yang terjadi.

Ia sebenarnya tak mengerti dengan jalan pikirannya sendiri. Tadi siang, ia melihat Serena dipeluk seorang laki-laki, dan gadis itu terlihat meronta-ronta ingin dilepaskan. Entah apa yang ia pikirkan, tiba-tiba saja ia melangkah dengan amarah, menarik tubuh itu dan memeluknya erat. Seakan gadis itu memang miliknya. Sialnya lagi, dia mengklaim Serena sebagai calon istrinya, garis bawahi calon istri. Ya Tuhan!

Perceval menarik rambutnya frustrasi. Bagaimana bisa? Dua hari yang lalu ia bahkan berikrar, bahwa ia hanya akan menikah dengan Alexa, hanya dia yang akan menjadi istrinya. Namun, apa yang terjadi tadi?? Ia bahkan tak mengerti sama sekali.

Perceval tersentak saat dering handphone tiba-tiba membuyarkan lamunannya. Ia mengambil handphone-nya yang diletakkan di atas nakas. Senyum manis tercipta saat sebuah nama muncul di sana.

Alexa.

"Yes, baby?"

"Percy, datanglah ke apartmentku...."

Suara serak Alexa terdengar begitu seksi di telinganya.

Tubuh Perceval tiba-tiba meremang, hanya karena ia mendengar suara kekasihnya itu. Perceval menoleh ke arah jam yang terpasang di dinding tak jauh dari jendela. Pukul 11 malam.

"Maafkan aku, ini sudah malam. Besok kau ada pemotretan. Aku tak ingin kau terlambat."

Alexa terdengar mendengus. "Kau tak merindukanku? Apa kau akan membiarkanku tidur sendirian?" Terdengar helaan napas dari seberang telepon. "Apa kau akan membiarkanku kedinginan malam ini?"

Perceval menarik rambutnya frustrasi. Alexa menggodanya lewat telepon. Ya Tuhan! Ada apa dengan gadis ini?

"Aku merindukanmu, Percy ... aku merindukan belaianmu...."

Napas Perceval semakin berat, ia mencoba menahan hasrat agar tidak segera menyambar kunci mobil dan pergi ke apartment Alexa, kemudian 'menghajarnya' sampai habis.

"Sayang, dengarkan aku," ucap Perceval dengan nada serak. Jantungnya sudah berdegup dua kali lipat hanya karena dia mendengar Alexa merindukannya. Astaga. "Besok aku akan mengantarkanmu. Sebelum kau bangun aku berjanji, aku akan ada di sebelahmu, mengecup keningmu, dan aku pastikan, saat kau membuka mata, aku adalah hal pertama yang kau lihat dengan kedua mata indahmu."

Alexa kembali mendengus. "Berhenti mengatakan hal-hal seperti itu, Percy. Kau membuatku semakin merindukanmu."

Perceval tersenyum, kemudian berdehem. Mencoba mengendalikan hasratnya yang lagi-lagi bergejolak. "Sebaiknya kau beristirahat, ini sudah malam."

"Baiklah."

Perceval tersenyum tipis, sesaat kemudian berkata, "Good night, sweetheart. Je t'aime [9]."

Ia memutuskan panggilan teleponnya, menghela napas kasar, kemudian melangkah menuju kamar mandi. Ia butuh sesuatu untuk meredakan hasratnya, ia butuh mandi air dingin, segera!

Tanpa membuka baju, ia menyalakan shower. Perceval menundukan kepala, dengan kedua tangan bertumpu pada tembok kamar mandi yang terbuat dari marmer berwarna putih keemasaan. Salahkan kekasihnya, karena ia sudah membuat jantungnya terus berdegup kencang, dan celananya yang juga terasa sedikit sesak.

Setelah hampir 5 menit berada di bawah guyuran shower, akhirnya ia bisa sedikit mengendalikan hasratnya. Namun, tiba-tiba wajah Serena yang sedang tersenyum kemudian menunduk malu terlintas di pikirannya. Membuat celananya kembali sesak dibandingkan dengan tadi.

Perceval mengusap wajahnya kasar. Ia merasa tubuhnya semakin lemas, seiring dengan jantungnya yang terus menggila. Astaga. Bagaimana bisa beruang gila itu??

Perceval menyeringai. "Sepertinya aku sudah gila." Perceval menutup shower dan melangkah keluar. Mengambil handphone dan langsung menekan satu nama. Butuh beberapa detik hingga panggilannya tersambung.

"Siapa?"

Perceval terdiam. Tak berani bicara. Orang diseberang berdecak kesal.

"Kalau tak ada yang mau dibicarakan, akan aku tutup."

"Serena."

Hening, tak ada jawaban.

"Bennet?"

Perceval tersenyum, ternyata beruang gila itu mengenali suaranya.

"Darimana kau tau nomor hanpdhone-ku??"

Perceval tersenyum tipis.

"Pertanyaan bodoh macam apa itu. Kau pegawaiku, tentu saja aku tau nomor handphone-mu."

Hening kembali.

"Mau apa kau?? Apa kau tak lihat sekarang jam berapa?!"

Perceval tersenyum saat ia mendengar Serena menggeram kesal.

"Besok kau off, bukan?"

"Memangnya kenapa?"

"Ikut aku."

"Ke mana?"

"Pokoknya ikut saja!"

"No! Aku mau berkencan dengan Victor."

Rahang Perceval mengeras, ia meremas handphone-nya kuat.

"Batalkan!"

"Huh?"

"Aku bilang, batalkan!"

Perceval mendengar Serena berdecak.
"Kau pikir, memangnya kau siapa?! Aku bahkan tak sudi, harus berjalan berdua denganmu!"

"Kau-"

Klik.

"Halo?" Perceval melihat layar handphone. Terputus. Sialan!

[9] : Aku mencintaimu.

** Thank You **

-------

Bagaimana, apakah puas dengan part ini?? 😂😂😅

I hope, you like and enjoy it.. 😊😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top