Piece Of Puzzle | Part 5 : It's Call Destiny

** Happy Reading **

"Beruang gila!" Perceval memukul kemudinya kembali, entah untuk kesekian kalinya. Ia kesal, bukan, ia sangat marah hingga rasanya tak bisa bernapas dengan benar. Baru pertama kali ada orang yang dengan berani menghinanya bahkan sampai menyakitinya.

"Lihat saja nanti, kau akan merasakan pembalasanku!" Perceval menggertakkan gigi sesaat kemudian tersenyum bak devil. Namun, senyumnya tiba-tiba memudar saat ia mengingat perkataan ayahnya.

"Tunggu," Perceval mengerutkan kening, kemudian tertawa kencang seperti orang gila, "tidak ... itu tidak mungkin...." Perceval menggeleng, meyakinkan dirinya sendiri.

"Tidak mungkin, dia anak Mr. Queen yang ayah maksud. Dia bahkan tak memiliki sedikit pun kharisma darinya." Perceval mendengus sesaat sebelum menyentuh head unit. Ia mencoba menghubungi Alexa, berharap suara wanita itu bisa meredakan sedikit amarah di hatinya.
Namun, ternyata itu malah membuat mood-nya semakin buruk.

"Sial. Ke mana dia?!" Perceval mengeratkan pegangannya. Ia tahu, wanita itu sedang melakukan pemotretan untuk sebuah majalah, tapi tak bisakah Flora--asistant Alexa--mengangkat teleponnya? Biasanya si mata empat selalu mengangkat teleponnya jika Alexa sedang melakukan pemotretan.

Baru kali ini dia tak mengangkat telepon darinya saat sedang ada pemotretan, dan itu membuat hatinya semakin gusar. Perjodohan, bertemu beruang gila menyebalkan, dan sekarang Alexa mengabaikannya. Oke, katakan dia terlalu berlebihan, tetapi dia tak pernah diabaikan oleh siapapun, termasuk Alexa. Dia selalu dipuja. Semua yang dia inginkan selalu dengan mudah ia dapatkan. Apa yang tak ia suka, bisa dengan mudah ia buang, dan yang terpenting, tak pernah ada orang yang bisa mengabaikan keberadaannya.

Oh, Perceval. Hidupnya memang selalu terlihat begitu mudah. Seperti menjentikkan jari, apa yang ia inginkan bisa ia dapatkan. Namun, sebuah bangunan yang tiba-tiba tertangkap oleh mata Perceval, membuat semua rekor kemudahan dalam hidupnya musnah, menguap begitu saja.

Bagimana tidak, bangunan yang didominasi dengan warna putih kecoklatan dengan pagar hitam itu, membuat keringat dingin tiba-tiba menetes dari pelipisnya. Untuk pertama kali dalam hidup Perceval ia merasa ragu, ragu apakah harus masuk atau tidak. Jika masuk, berarti ia menyetujui perjodohan itu, tetapi jika tidak, ia akan kehilangan semuanya, semua yang ia miliki saat ini.

Ia tak bisa kehilangan semua ini.
Perceval menggeram saat melangkah keluar dari Bugattinya, ia pasti akan menyesali keputusan ini. Petugas valet langsung menghampirinya.

"Monsieur Bennet ...."

Perceval langsung melemparkan kunci mobilnya dengan kasar. Ia menoleh, kemudian dengan tatapan menusuk berkata. "Kalau sampai mobilku lecet sedikit saja, aku akan membuatmu berharap kau tidak pernah dilahirkan di dunia ini!"

Petugas valet tersebut terkejut, tetapi ia segera mengangguk untuk menutupi keterkejutannya. Beruntung saat ini Perceval sedang sedikit terburu-buru, karena jika tidak, petugas itu sudah Perceval jadikan pelampiasan kemarahannya.

Perceval melangkah dengan mantap menuju pintu lift, meski dalam hati sedikit ragu. Tak butuh waktu lama, hingga akhirnya ia mendapati dirinya telah keluar dari lift dan menuju restaurant hotel tersebut. Ayahnya bilang, jika ia menunggu di salah satu sudut dekat jendela.

Ah, tentu saja. Pemandangan menara Eiffel dengan jarak hanya beberapa blok, dan cuaca yang cerah, membuat pemandangan di luar terlihat sangat jelas dan lebih menjanjikan. Berdiri begitu kokoh, bak gunung Everest yang menjulang tinggi, membuat pikirannya sempat teralihkan. Tak begitu lama, hingga namanya di panggil oleh suara yang tak asing."Ayah."

"Dad."

Perceval membeku. Sepertinya ia harus memeriksakan telinganya ke dokter. Karena yang ia dengar adalah suara si beruang gila itu lagi. Kalian tahu, beruang gila! Wanita yang sudah menghina dan menyakitinya beberapa menit yang lalu.

Dengan ragu Perceval menoleh, tepat saat Serena melihatnya dengan tatapan marah, tajam dan menusuk. Harusnya dia yang marah karena wanita itu sudah menginjak kakinya dan menghinanya.

"Sedang apa kau di sini?" tanya keduanya hampir bersamaan.

Serena menggeram. Ia segera menoleh, meminta penjelasan kepada Frank.

"Dad! Apa ini? Mengapa dia ada di sini??"

Frank mengesap wine-nya kemudian menyimpannya kembali di atas meja. Ia tersenyum tipis. "Tentu saja, dia calon suamimu."

Serena terlonjak kaget, tentu saja. Karena ekspresi Perceval pun tak jauh beda.

"What?! Dia calon suamiku? Si otak udang ini??"

Perceval langsung menoleh dan memberikan tatapan membunuh pada Serena, tetapi wanita itu tampak tak begitu peduli, karena ia terus saja mengoceh.

"No! Are you crazy?"

Frank menoleh sesaat, tetapi kemudian tersenyum meski hanya sekilas.

"Aku tak akan pernah setuju menikah dengannya. Gila! Lebih baik aku menjadi perawan tua dari--"

"Serena James Queen!" Frank menaikkan suaranya, membuat perhatian beberapa orang yang sedang menikmati makan siang teralihkan.

Perceval menyeringai. Ia melirik Serena dan menyadari gadis itu sedang membeku. Sepertinya dia sudah membangunkan singa yang tertidur.

"Duduk!"

Hanya satu kata, tetapi berhasil membuat gadis itu menggertakkan giginya, mengepalkan tangan menahan amarah. Serena tak berkata apapun. Meski dengan amarah yang mengkilat dalam matanya, ia tetap menuruti perintah Mr. Queen.

Rasanya Perceval ingin tertawa, ternyata beruang gila itu tak bisa berkutik di depan ayahnya. Namun, kegirangannya tiba-tiba memudar saat Damitri menyebut namanya.

"Percy, duduklah."

Mau tak mau ia menuruti apa kata Damitri. Ia duduk di samping Serena, karena hanya itu tempat yang kosong. Meja itu hanya ada 6 kursi, dan sebelumnya tentu saja sudah di isi Damitri, lalu di seberang ada Mr. Queen dan sisanya, adik manisnya, Cherlyn dan Samuel. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya keluarga mereka bertemu, beberapa kali mereka berkumpul untuk makan malam atau acara keluarga. Entah takdir atau bukan, ia baru mengetahui bahwa Serena adalah kakak Samuel, karena sebelumnya ia memang tak pernah bertemu dengan Serena setelah sekian lama.

"Minggu depan kalian akan bertunangan," ucap Frank tiba-tiba, membuat Perceval dan Serena menoleh serempak, terkejut bukan main.

Serena yang berada di sampingnya menggeram kesal. Sebenarnya, ia bisa mengerti perasaan Serena, karena ia juga tak mau menikah dengan orang yang sama sekali tak ia cintai. Ia hanya mencintai Alexa, dan ia hanya ingin menikah dengan gadis itu.

"Enough, dad! It's not funny anymore. Kalau kau memang ingin berbesan dengan monsieur Bennet, nikahkan saja Sam dengan Cherlyn," Samuel dan Cherlyn saling menatap terkejut, sesaat wajah mereka memerah, tetapi mereka segera mengalihkan pandangan, menyadari bahwa ide yang baru saja Serena katakan, tidak pernah sedikit pun terlintas dalam pikiran masing-masing.

"Tak perlu kau membawa-bawaku dalam hal ini. Aku bukan bonekamu! Aku berhak menentukan hidupku."

Frank memijit pelipisnya, ia pusing memiliki anak gadis yang keras kepala seperti Serena.

"Perceval, apa kau mau menikah dengan Serena?"

Perceval mengerjap. Ia belum mempersiapkan jawaban apa pun. Semua mata fokus padanya, khawatir, dan penasaran. Namun, tatapan membunuh Serena membuat senyuman tipis Perceval tercipta, saat jawaban yang bahkan tak ia duga bisa keluar dari mulutnya sendiri.

"Tentu saja, aku bersedia. Itu sebuah kehormatan untukku, Mr. Queen."

** Thank You **
--------

Jangan lupa bintang kecilnya ya..

Maafkan, baru sempat up lagi, maklum agak sibuk menjelang lebaran.. 😊😊

Tetap semangaat ya.. Ikutin terus cerita POP nya.. Saran dan Kritik sangat diharapkan..

Terima kasih 😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top