Piece Of Puzzle | Part 4 : Hello, enemy
** Happy Reading **
Seine River, Paris, France - 11.30 AM
Dengan hati pilu, Serena membuka pintu mobil yang diparkir tak jauh dari sungai Seine. Hembusan napasnya terlihat begitu jelas, udara masih begitu dingin, padahal musim sudah hampir beralih ke musim semi.
High heels yang ia kenakan begitu menghentak. Dengan berani ia memakai sepatu itu, meski jalanan masih sangat licin akibat es yang mulai mencair. Jika kalian tahu, dia bukan berani atau ingin membahayakan diri, tetapi ia terlalu marah sehingga tak sadar jika sepatu yang dipakainya adalah high heels dengan hak hampir 10 centimeter.
Damn it!
Sepatu ini membuatnya kesulitan untuk berjalan, dan lebih menyebalkannya lagi, didekat sini tak ada satu pun toko sepatu yang buka.
"Apakah hariku tak bisa lebih buruk lagi?" gumamnya pelan. Namun, tawa beberapa orang yang sedang naik canal dan cruise mengalihkan pikirannya.
Mereka tertawa begitu lepas tanpa beban, padahal udara di sekitar mereka terasa begitu dingin. Kehangatan tiba-tiba merasuki hatinya. Ia rindu kehangatan seperti itu. Bertamasya bersama Ane, Frank dan Sam. Namun, kehangatan itu sudah jauh lebih dulu direnggut, saat Ane meninggalkan mereka untuk selamanya.
Sial! Serena mengusap kasar air mata yang tiba-tiba keluar tanpa ia sadari. Lebih baik ia terus berjalan, daripada menoleh lagi ke belakang, meratapi hal yang memang sudah terjadi.
Karena licin, Serena tak mampu mengendalikan tubuhnya hingga akhirnya ia menabrak seseorang di depannya. Untung saja, orang tersebut dengan sigap menangkap tubuh Serena hingga ia tak harus mencium jalanan aspal yang basah.
"Pardon moi. Je-- [8]" Serena mengangkat wajah, ekspresinya langsung berubah saat ia melihat sosok wajah yang tak asing dalam ingatan. Kalian tahu wajah di depannya itu, wajah yang tak akan pernah dia lupakan sampai kapan pun. Wajah yang sudah merusak hari-hari di sekolahnya dulu. Perceval Louv Bennet.
Serena berdehem mencoba mengatur ekspresi wajahnya. Lebih baik ia tidak berurusan lebih jauh dengan laki-laki ini.
"Pardon." Serena sedikit menunduk kemudian berbalik, tetapi saat ia akan melangkah pergi, laki-laki itu mencekal tangannya, membuat Serena kembali menoleh.
"Mau kemana, kau?!" Perceval menggertakan gigi marah, tetapi dengan santai Serena masih membalasnya dengan senyuman tipis.
"Aku sudah meminta maaf, jadi tolong lepaskan."
Perceval mendengus kasar. "Apa kau tahu berapa harga jas ini?"
Serena terenyak, menyeringai tak percaya.
"Harga jas ini bahkan bisa membeli cruise di sana!" Perceval menunjuk salah satu cruise yang dilihat Serena tadi. "Sekarang kau malah mengotori jas ini. Tapi dengan mudahnya kau meminta maaf dan pergi begitu saja?!"
Oke itu berlebihan. Otak udang ini memang benar-benar tidak punya otak.
"Kau," Perceval menunjuk Serena tepat di wajah, "dari sekian banyak jalan, kenapa harus menabrakku, huh?!" sentak Perceval marah. "Apa kau tidak punya mata?!"
Oke ... apalagi ini, sangat berlebihan. Memangnya dia sengaja apa, menabrak otak udang ini? Jika dia tahu dia akan menabrak Perceval, lebih baik ia diam saja di rumah seharian.
"Lalu apa maumu?" Serena mencoba sebisa mungkin mengontrol emosinya. Ia sudah lelah, dan ia tak ingin berurusan dengan pria ini lagi.
"Aku akan--" Perceval mengerutkan kening saat menyadari sesuatu, matanya terus memperhatikan wajah Serena yang menurutnya tak asing baginya.
Oh, sial! Serena mencoba mengalihkan pandangan, tetapi rasanya itu percuma, Perceval sudah lebih dulu menyebut nama belakangnya dengan nada mengejek.
"Queen!"
Serena menghembuskan napas pelan.
"Wow. Aku tak menyangka bisa bertemu lagi dengan si kutu buku, beruang cokelat."
Ah ... kutu buku, beruang cokelat. Julukan yang dulu Perceval berikan untuknya. Kenapa beruang? Karena dulu ia sempat menjadi gadis gemuk, dan gara-gara Perceval hampir semua teman sekelas mem-bully dirinya.
"Eh, tapi tunggu dulu, sepertinya beruang cokelat sekarang sudah berubah menjadi angsa putih. Operasi berapa juta Euro?"
Kening Serena berkedut saat Perceval mengatakannya dengan nada mengejek kembali. Lihat saja ekspresinya, dia sedang menyeringai puas sekarang.
"Bennet ... kalau kau hanya ingin berbicara hal yang tidak penting, lebih baik kau menyingkir dari pandanganku!" Serena membalikan badan, tetapi lagi-lagi Perceval mencekalnya.
"What do you want?!"
Perceval mengulum senyum, dia menikmati ini. "Lihat ... tanganmu kecil sekali," Perceval memutar-mutar tangan Serena sesaat sebelum ia kembali membuka mulutnya, "dengan tangan kecil seperti ini, sepertinya memegang pisau pun kau tak akan mampu."
Ya ampun, kenapa si otak udang ini selalu saja mengejek fisik yang dia punya?
Serena menyentakkan tangan Perceval dengan keras membuat laki-laki itu terenyak kaget, tetapi kekagetannya tak cukup sampai di situ. Dengan berani Serena meraih kerah Perceval dan menariknya agar mendekat.
"Otak udang!"
Rahang Perceval mengeras. Apa katanya, otak udang? Perceval mendengus marah, berani sekali dia memanggilnya seperti itu.
"Aku bukan Serena yang dulu, yang bisa kau injak-injak seenaknya. Lagipula," Serena menggantungkan kalimatnya sesaat kemudian ia mengedarkan pandangan melihat Perceval dari ujung kaki hingga ujung kepala, "jika bukan karena kekayaan orang tuamu ... you're nothing!" Dengan keras Serena menghempaskan kerah Perceval membuat lelaki itu mundur selangkah.
Kata-kata Serena langsung menohok hatinya. Gadis itu benar, tetapi ego Perceval enggan mengakui hal itu.
"Berani sekali kau--"
"Aw!!" pekik Perceval dengan keras. Ucapannya langsung terputus ketika Serena dengan kencang menginjak ujung kakinya dengan high heels.
"Apa yang kau lakukan?!"
Serena menyeringai puas. "Itu belum seberapa. Itu hanya sedikit balasan untuk 2 tahun high school yang menyebalkan!" Serena melangkah pergi menjauh, meninggalkan Perceval yang masih terus memegangi kaki kirinya yang kesakitan.
"Dasar, beruang gila!" pekik Perceval marah. Meski samar, tetapi masih bisa didengar oleh Serena.
Serena terdiam. Ia menoleh lalu mengangkat jari tengah kanannya, sesaat kemudian melangkah pergi meninggalkan Perceval yang kebingungan karena tak mengerti apa maksud jari tersebut.
[8] : Maafkan aku. Aku--
** If you like this story, please vote, comment & share to your friend **
** Thank You **
________________
Gimana part ini, apakah aneh? 😂😂😅
Cerita POP sebenarnya, sweet romance, sedikit ada komedinya. Entah, aku bisa menyuguhkan komedinya atau enggak 😂
Ikutin terus ceritanya ya teman-teman.. Makasih 😊😊
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top