Piece Of Puzzle | Part 20 : The Right Place

Maafkan jika updatenya lama 😂😂
Mood buat nulisnya tiba-tiba menghilang..

Semoga part ini enggak aneh dan ga melenceng dari jalan cerita 😂😂

Makasih buat semuanya yang selalu baca POP dan menunggu kelanjutannya.. Aku seneng kalau kalian merasa terhibur dengan ceritaku..

** Happy Reading **

Perceval terus menancapkan gas dengan kecepatan 140km/jam, membuat mobilnya melesat memecah jalanan yang bisa dibilang agak ramai. Langit terlihat sangat cerah saat ia keluar dari RS, tak seperti hatinya yang terasa mendung. Mata Perceval terus terfokus ke depan, tetapi pikirannya berada di tempat lain. Ia menghela napas berat.Sebentar lagi ia akan bertemu dengan Alexa, tetapi ia merasa tak bersemangat.

Perceval berdecak kesal. Ia memukulkan tangan ke kemudi. Adegan di mana Victor memeluk Serena terus berputar di pikirannya, membuat kepalanya sakit, terutama hatinya. Ingin sekali ia menghajar Victor yang sudah berani memeluk Serena--calon istrinya. Namun, mengapa tadi ia malah diam saja? Membeku seperti patung. Ia juga dengan bodohnya malah menelepon pria itu.

"Argh, sialan!" Perceval kembali memukul kemudi, terus merutuki dirinya tanpa henti. Ia tak menyangka, melihat Victor memeluk Serena membuatnya semarah ini.

Perceval menggeleng kencang. Tidak mungkin ia menyuaki gadis itu. Itu tidak mungkin terjadi karena sejak dulu ia hanya suka menggoda Serena dan melihatnya marah.

"Ya, aku yakin hanya itu." Perceval mengeratkan pegangannya. Tak menyangka jika ia sudah sampai di depan gedung apartement Alexa. Dengan ragu, ia melangkah keluar. Mendongak ke atas, menatap bangunan yang memiliki kurang lebih lima lantai.

Perceval melangkah, mengabaikan sapaan salah satu penjaga, lalu masuk ke dalam lift dan langsung menekan tombol empat. Tak lama pintu lift kembali terbuka. Dengan ragu, ia melangkahkan kakinya menuju kamar nomor 409.

Perceval menghela napas, sebelum akhirnya ia mengetuk pintu. Tak lama pintu terbuka. Alexa berdiri dengan senyuman tercipta di wajahnya.
Ya Tuhan, dulu senyuman itu membuatnya nyaman dan berdebar. Sekarang malah terasa hambar.

"Percy?" Alexa menyentuh tangan Perceval membuat pria itu tersentak. "Kenapa kau diam saja? Dan ada apa dengan wajahmu?" Alexa menyentuh wajah Perceval membuat pria itu mengernyit pelan.

"Bukan apa-apa." Perceval melangkah menarik Alexa ke dalam pelukannya, kemudian menyandarkan wajahnya di ceruk leher gadis itu. Ia merasa lelah dan butuh sandaran. Namun, mengapa tempat ini malah terasa tak benar? Perceval mencium leher Alexa membuat gadis itu terkikik geli.

Alexa melepaskan pelukan Perceval. "Masuklah," Alexa menarik tangan Perceval, "aku buatkan teh mawar untukmu."

Perceval mengangguk. Ia berjalan ke arah kamar dan langsung menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Matanya terus tertuju ke langit-langit kamar Alexa. Wajah Serena yang menunduk malu saat ia menciumnya tadi kembali terlintas.

Perceval menarik rambutnya frustrasi. Ia menutup mata. Berulang kali mengutuk dirinya, berulang kali juga rasa rindu itu semakin membuncah. Perceval ingin bertemu dengan Serena. Ia ingin berada di sampingnya, menemaninya, mendengar suaranya dan melihat tawa gadis itu.

Perceval menekan pelipisnya. Tidak, ia tak boleh seperti ini. Ia harus menjauhi gadis itu, ia tak boleh terlalu dekat dengannya.

"Percy," Alexa membelai pipinya lembut, membuat Perceval membuka mata dan menoleh, "minumlah."

Perceval mengangguk, menerima teh mawar yang disodorkan Alexa.

"Ada apa? Kau terlihat sangat lelah. Apa pestanya lancar?"

Perceval mengangguk kembali. "Kemarilah." Perceval menepuk ranjang di samping kanannya, setelah ia menyerahkan gelasnya ke Alexa. Gadis itu menggeser badannya agar mendekat.

Perceval tersenyum tipis, ia menyandarkan kepalanya di bahu Alexa.

"Hari ini kau sedikit pendiam, Percy." Alexa membelai pipi Perceval dengan tangan kirinya. "Ada apa?"

"Aku hanya lelah. Biarkan seperti ini sebentar saja, Lexi."

Alexa hanya mengangguk. Tak ingin bertanya lebih jauh. "Kau tahu, aku mendapat tawaran iklan dari salah satu parfum ternama di sini. Kau tahu, kan, sudah sejak lama aku menginginkan iklan itu."

"Hmmm, aku tahu. Selamat ya, kau pantas mendapatkannya," ucap Perceval datar.

Alexa mengernyit kesal, ia langsung menggeserkan badan membuat Perceval hampir terjungkal ke samping. "Ada apa denganmu?! Kalau pikiranmu berada di tempat lain, lebih baik kau pergi dari sini!" Alexa langsung berdiri, menatap Perceval tajam sambil menyilangkan tangan di dada. "Kau memikirkan gadis itu?" Alexa mendelik. "Kau menyukainya?!" selidik Alexa.

Perceval tertegun. Pertanyaan Alexa begitu menohok hatinya, lidahnya kelu. Ia tak bisa mengeluarkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan se-simple itu.

Alexa mendengus kasar. "Astaga, Perceval! Yang benar saja!! Kau menyukai gadis itu?! Lalu bagaimana dengan janjimu yang akan menceraikannya setelah 6 bulan kalian menikah, hah?? Apa itu hanya omong kosong belaka?!"

"Jangan bodoh! Aku sama sekali tak menyukai gadis itu! Lagipula, kenapa kau tiba-tiba menanyakannya?"

"Jangan mengalihkan pembicaraan, Perceval!" sentak Alexa. "Aku bahkan bisa melihatnya dengan jelas. Kau jarang menemuiku, kau jarang membalas telepon dan juga pesanku. Kau bahkan tak pernah ada waktu untukku. Dulu kau tak pernah seperti ini! Kau melanggar janjimu padaku!!"

"Lexi, aku sama sekali tak menyukainya. Astaga!" Perceval mengusap kasar wajahnya. "Aku mohon kemarilah, dan kita bahas itu nanti. Aku sedang benar-benar lelah." Perceval menatap Alexa dengan mata memelas.

"Keluar kau dari apartment-ku!"

"Tap--"

"Aku bilang, keluar!!" Geram Alexa menunjuk ke arah pintu apartment-nya.

Perceval hanya bisa menghela napas. Ia merasa sangat lelah dan ia sedang tak ingin berdebat dengan gadis itu. Akhirnya Perceval melangkah keluar ranjang mendekati Alexa.

Alexa mendengus, mengalihkan pandangan dengan wajah kesal.

"Aku pergi ... akan aku hubungi nanti setelah kau tenang." Perceval mencium kepala Alexa kemudian melangkah keluar dari apartment gadis itu. Ini pertama kalinya ia diusir oleh Alexa, tetapi entah mengapa ia malah merasa ... lebih baik?

Tak butuh waktu lama untuk Perceval masuk ke dalam mobil. Astaga. Pikirannya sekarang seperti benang kusut. Ia tak tahu harus ke mana. Sebenarnya jika ia menanyakan pada hatinya, tempat yang ingin ia datangi tak lain adalah rumah sakit. Tempat di mana Serena berada. Berada di samping gadis itu, selama kurang lebih seminggu ini membuatnya terasa berbeda. Gadis itu selalu bisa membuat harinya berwarna. Serena seperti potongan puzzle dalam hidupnya, yang bisa melengkapi hidupnya menjadi lebih sempurna.

Ah, memikirkannya saja sudah bisa membuat hatinya berbunga. Di sinilah ia sekarang. Berdiri di depan kamar inap Serena. Ya Tuhan, ia bahkan sama sekali tak menyadarinya. Perceval menelan saliva mencoba membasahi tenggorokannya yang terasa kering. Ini pertama kalinya ia merasa ragu dan takut. Padahal ia hanya ingin membuka pintu. Ya ampun, yang benar saja!

Baru saja tangannya ingin mengetuk, tetapi langsung ia urungkan. Perceval membalikkan badan dan segera berlari keluar RS. Menyeberang jalan dan menghampiri penjual bunga. Dengan senyum yang mengembang, Perceval membeli sebuket bunga mawar merah.

"Semoga Serena menyukainya." Perceval menghirup aroma mawar tersebut kemudian langsung kembali berlari masuk ke RS. Hati dan langkahnya terasa ringan, seperti bulu yang terbang. Dengan yakin, Perceval mengetuk pintu kemudian membukanya. Terlihat Serena sedang berusaha mengambil gelas yang berada di sampingnya. Refleks ia langsung berlari dan mengambilkan gelas tersebut.

Serena terlihat kaget dengan kedatangannya yang tiba-tiba. "Percy?"

Perceval tersenyum tipis, memberikan gelas tersebut pada Serena. Gadis itu langsung meminumnya sesaat setelah ia menerimanya.

Serena langsung menjauhkan wajahnya saat Perceval tiba-tiba mengulurkan tangannya. "Mau--" ucapannya tertahan saat Perceval menyeka sudut bibirnya, membuat pipi Serena merona. Ia tak biasa dengan sentuhan pria ini, dan sialnya setiap kali kulit Perceval menyentuhnya, selalu saja membuat dadanya berdebar.

"Ah, aku membawa bunga mawar untukmu. Semoga kau suka."

Serena tertegun. Sebuket bunga mawar berada tepat di depan matanya. Victor bahkan tak pernah memberikannya bunga. Perlakuan manis seperti ini membuatnya sangat tersentuh, ia merasa terharu. Serena mendongak, menatap Perceval lekat.

"Kenapa? Kau tak suka bunga mawar? Aku belikan yang lain kalau begitu."

Serena menggeleng. Setetes air mata tanpa ia sadari berhasil lolos dari matanya.

"Kenapa kau menangis?? Kalau kau tak suka, biar aku membuangnya," ucap Perceval panik. Baru saja ia ingin melangkah, tetapi tangannya ditahan gadis itu.

Serena tersenyum tipis. "Tidak perlu. Aku menyukainya." Serena mengambil buket bunga tersebut kemudian menghirup aroma yang menguar.

"Kau sekarang jadi wanita yang lembut ya ...." Perceval terkekeh geli membuat Serena membisu. "Tenang, aku tak akan memberitahukannya pada siapa pun, janji kelingking." Perceval mengangkat jari kelingkingnya sambil mengulum senyum.

Serena berdeham, lalu berdecak. "Simpan ini di vas bunga!" Serena mengulurkan buket bunganya tanpa melihat ke arah Perceval.

Perceval hanya bisa mendengus pelan. "Di mana Victor?" tanya Perceval saat ia menyadari tak ada Victor di sana.

"Sesaat setelah kau keluar, dia juga pergi."

Perceval menoleh, rahangnya mengeras dan tatapan matanya menggelap.

"Dia bilang, ada pekerjaan yang harus diselesaikan," ucap Serena pasrah.

Perceval mengepalkan tangannya. Bagaimana bisa, pria itu meninggalkan kekasihnya dalam keadaan begini?! Ugh, berengsek tetaplah berengsek. Sekarang ia semakin menyesal karena sudah menelepon dan memberi kabar pada laki-laki itu.

"Cy ... Perceval!"

Perceval tersentak, ia mengerjapkan matanya karena kaget.

"Ada apa?"

"Victor. Berani sekali dia meninggalkanmu?! Jika bertemu lagi, pasti akan aku hajar dia!" Perceval semakin mengeratkan tangannya hingga buku-buku tangannya memutih.

Serena menggeleng pelan, ia menyadari jika pria di depannya ini sedang menahan amarah. "Tidak perlu. Aku sudah biasa ... semakin memikirkannya hanya membuatku semakin sakit." Serena mengalihkan pandangan ke luar jendela, langit terlihat cerah sekali.

Perceval hanya bisa menatap gadis itu lekat, ada bagian hatinya yang ikut merasakan sakit. Ia berdehem pelan, mencoba mengalihkan perhatian Serena. Tak lama, ia menghempaskan tubuhnya di samping gadis itu hingga membuat ranjang tersebut berdecit pelan.

Serena langsung menoleh. "Apa yang kau lakukan?!" sentak Serena, matanya menatap Perceval dengan tajam.

"Tentu saja tidur."

"Kalau ingin tidur, sana di sofa!"

"Tidak mau. Aku ingin tidur di sini."

Serena menggeram kesal. "Fine!" Serena menyingkirkan selimutnya kasar, berniat melangkah keluar. Namun, dengan cepat tangannya di tarik membuat gadis itu terhuyung ke belakang.

Perceval langsung mendekap tubuh Serena agar dia tak kembali kabur. Ia mencium pelan rambut gadis itu. Wangi lavendel menyeruak ke dalam indera penciumannya. Ah, gadis lavendel. Ia suka sekali wangi ini.

"Apa yang kau lakukan?"

"Tidurlah di sini, bersamaku ...."

"Lepaskan, Perceval."

"Kenapa, apa kau takut? Berada sedekat ini denganku membuatmu takut jatuh cinta padaku, begitu?" Perceval mengulum senyum. Sebentar lagi gadis ini pasti akan memakinya atau mungkin bahkan akan mendorongnya hingga ia terjatuh. Namun, setelah beberapa saat hanya keheningan yang ia dapat. Perlahan ia memberanikan diri untuk menunduk, matanya melebar saat ia mendapati telinga gadis itu memerah, semerah-merahnya. Ia salah bicara!

Perceval menutup matanya dengan telapak tangan kanan, menutupi wajahnya yang memerah menahan malu. Jangan tanya bagaimana jantungnya, karena sejak ia memeluk gadis itu, jantung pria itu terus saja berdebar tak karuan.

Perceval berdeham pelan, mencoba mengendalikan jantungnya yang ingin meloncat keluar. "Tidurlah, aku akan ada di sini saat kau membuka mata." Perceval mengelus pelan rambut Serena, kemudian mengecupnya kembali. Ia berharap mimpi indah segera menghampiri gadis itu.

Hampir 45 menit, dan ia bahkan sama sekali tak bisa memejamkan mata. Serena sudah terlelap sejak ia memeluknya tadi. Perceval terlalu terpukau dengan Serena. Wajahnya yang terlihat damai, membuat hatinya tenang. Gadis itu memang sama sekali tak membalas pelukannya, tetapu melihat Serena seperti ini saja sudah membuat hatinya bertabur bunga. Pelangi di mana-mana.

Perceval mengulum senyum. Astaga, ia memang sudah gila. Tangan kirinya bahkan kesemutan sekarang. Namun, ia tak ingin Serena terbangun hanya karena ia menggerakkan tangannya. "Apa yang sudah kau lakukan padaku, Rein? Kau membuatku gila," bisik Perceval membelai rambut Serena dan menyelipkannya di telinga gadis itu. Jantungnya berdebar-debar lagi sekarang. Jika begini terus, bisa-bisa ia terkena serangan jantung dadakan.

Suara tawa tiba-tiba terdengar ke telinganya. Samuel dan Cherlyn melangkah masuk tanpa mengetuk terlebih dulu. Keduanya tertegun saat melihat posisi dirinya memeluk Serena yang sedang tertidur.

"Ka Percy? Sedang apa kalian?"

"Menurutmu?"

Samuel berbisik sesuatu membuat Perceval mengernyit, sesaat kemudian Cherlyn tertawa pelan kemudian mengangguk. "Aku juga merasa begitu."

"Merasa apa?"

"Kalian mesra sekali, aku jadi iri." Samuel melangkah mendekat. "Kenapa kau tak bangun? Pasti tanganmu kesemutan."

"Aku tak ingin membangunkannya."

"Oh, aku tak menyangka kakakku semanis ini." Cherlyn mencubit pipi Perceval gemas membuat pria itu hanya mendengus pelan. Cherlyn dan Samuel tergelak, membuat Perceval hanya bisa memutar bola matanya.

Gerakan kecil Serena membuat ketiganya langsung terdiam. Perlahan, gadis itu membuka mata, menguceknya pelan, kemudian langsung duduk.

Perceval hanya bisa membeku.

"Sedang apa kau di situ?" Serena menoleh, menatap Perceval dengan tatapan menyelidik.

Perceval hanya bisa menganga tak percaya.

"Kenapa?" tanya Serena dengan wajah polos.

Samuel dan Cherlyn tergelak. Perceval tak dianggap oleh gadis ini.

"Sabar ... Percy."

Perceval menepis pelan tangan Samuel, ia duduk kemudian langsung berdiri. Entah gadis itu masih terpengaruh obat bius, ataukah gadis itu memang sengaja? Apapun itu, itu membuatnya kesal setengah mati.

** Thank You **

Karena cerita sebelah yang aku baca lagi kelabu, menggundang air mata, bikin kesel sama authornya 😂😂 di part ini, cerita POP aku campur adukin aja dah, biar rasa gado2.. 😅

Melenceng ga sih part ini? 😂

Nanti satu persatu aku bakal kasih rahasia Percy, Serena, Alexa sama Victor.. Wkwkwk 😈😈

Salam hangat,

Rifa.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top