Piece OF Puzzle | Part 18 : First Kiss

Don't copy my story!! Jangan plagiat, kreatif dikit. Da nulis teh hese 😐😣😂😅

** Happy Reading **

"Percy, cium calon istrimu."

What??

Serena membeku, sesaat kemudian tersenyum kikuk. Ia melirik ke arah Samuel, adiknya itu sedang menatapnya dengan wajah tanpa dosa. Ia menoleh ke arah Cherlyn, dia sedang melihat ke arah lain. Jangan tanya ekspresi Frank, karena saat ia mencari keberadaan Frank, ia malah sedang menatap mereka dengan mata berbinar. Sial. Dia kena trap calon mertuanya!!

Serena menggaruk pelipisnya dengan jari telunjuknya yang tak gatal, ia benar-benar nervous. "Tu-tunggu ... tunggu, Perceval." Serena menahan dada Perceval agar tak mendekat. Ia malu jika harus berciuman dan dilihat banyak orang, apalagi ini dengan Perceval--laki-laki yang bahkan tak ia cintai.

"Ada apa?"

"Aku mau ke toilet." Baru saja Serena melangkah, tetapi kakinya langsung terhenti saat Cherlyn menginterupsi.

"Loh, bukankah Ka Serena tadi sudah ke toilet?"

Serena mendelik. Gadis itu sedang  menatapnya dengan senyuman lebar yang tercipta di bibirnya. Sialan gadis ini!! Serena terus bersumpah serapah dalam hati, ia kembali membalikkan badan lalu tertawa hambar.

Perceval mendekatkan wajahnya ke telinga Serena. "Kau tak akan bisa menghindar." Perceval menyeringai sebelum akhirnya ia menjauhkan wajahnya dari telinga Serena.

Tubuh Serena sudah meremang sejak Perceval mendekatkan wajahnya. Ia ingin kabur sekarang juga! Pasalnya, semua mata melihat ke arah mereka. "Percy, t-tunggu ... aku--"

Terlambat. Perceval sudah menangkup wajahnya dengan kedua tangan, ia terlanjur menempelkan bibirnya ke bibir Serena. Ya, hanya menempelkan bibir. Namun, hal itu berhasil membuat Serena mengerjapkan mata berkali-kali saking kagetnya.

Andai ada kata yang bisa mendeskripsikan apa itu bahagia, Perceval akan memilih untuk mencium Serena karena saat ia mencium bibir ranum itu, rasa bahagia semakin membuncah dalam hati. Ia ingin, rasa itu terus tercipta dalam hidupnya, bukan hanya sesaat.

Perceval tersenyum disela-sela ciumannya, saat Serena hanya bisa terdiam membisu.

Seakan terhantam batu, Serena mendapatkan kembali kesadarannya saat Perceval tersenyum puas. Refleks ia langsung mendorong dada Perceval dan menatapnya dengan tatapan tajam. Ada kilat marah di mata gadis itu. "Berani sekali kau--"

Perceval kembali menciumnya. Kali ini ia bahkan dengan berani mengecap, dan menggigit bibir bawah Serena hingga suara decapan terdengar sampai telinganya. Ia merasa malu pada diri sendiri. "Mmph, le-lepaskan!" Serena mendorong dada Perceval, tetapi tidak berhasil. Ah! Seharusnya ia menginjak kaki laki-laki itu, tetapi untuk bergerak saja ia sudah terlalu lemas.

Serena memukul dada Perceval, berharap pria itu bisa melepas ciumannya, dan berhasil! Perceval menatapnya dengan tatapan sayu, entah apa yang ia pikirkan. Tiba-tiba tangan laki-laki itu terulur, menyelipkan beberapa helai rambut ke belakang telinga, menempelkan dahinya ke dahi Serena. Membuat wajah Serena semakin panas. Ia tak bisa berkata-kata sekarang, lidahnya kelu.

Perceval menyentuh bibir bawah Serena dan menyapukannya dari ujung hingga ke ujung. Membuat aliran listrik tercipta dan menggelenyar hingga ke seluruh tubuh Serena. "Aku suka bibirmu," ucapnya hampir putus asa dan berhasil membuat wajah Serena semakin memerah, bahkan hingga menjalar ke telinga gadis itu.

Ah, Perceval suka melihat Serena seperti ini. Efek yang ditimbulkan karena perlakuannya, ia sangat menyukainya.

"Ciumannya panas sekali, aku sampai iri ...." Damitri menginterupsi, membuat Perceval menjauhkan tubuhnya.

Akhirnya, Serena bisa bernapas lega. Pasalnya sejak Perceval terus menempelkan tubuhnya, ia merasa seakan napasnya terhenti. Dadanya jadi terasa sempit karena saking sesaknya.

"Ah, acara intinya sudah selesai. Silahkan kalian semua menikmati sajian makanan yang sudah kami siapkan." Suara Damitri kembali terdengar.

"Ayo, ikut aku." Perceval menggenggam tangan Serena, kemudian menyatukan jari-jari mereka. Gadis itu sejak tadi hanya menunduk, ia jadi merasa sedikit kasihan.

"Ke mana?" tanya Serena mendongak. Wajahnya masih sedikit memerah.

"Akan aku kenalkan kau, pada kolega dan teman-temanku." Perceval tersenyum, sesaat kemudian menyeka sudut bibir Serena. "Lipstikmu berantakan."

Dasar! Lihat siapa yang bicara?! Dia sendiri yang sudah membuat lipstiknya berantakan, dasar berengsek! Serena terus mengumpat dalam hati, ia kesal pada dirinya sendiri. Kenapa ia jadi merasa lemah sekarang? Serena bahkan tak sadar jika Perceval terus menarik tangannya. Laki-laki itu mengenalkannya pada beberapa kolega keluarga Queen. Ia mengetahui satu hal lagi tentang Perceval. Laki-laki itu ternyata tak banyak memiliki teman, sama seperti dirinya.

"Rein ... perkenalkan, ini Regis Seymour. Dia...." ucapan Perceval tertahan. Wajahnya terlihat memancarkan keraguan.


"Aku teman sekaligus rival-nya." Regis menambahkan, ia tersenyum manis. "Nona Serena, malam ini kau terlihat sangat mempesona." Regis menyambut tangan Serena.

"Terima kasih, Tuan Seymour."

"Panggil saja, Regis. Oh, tanganmu sepertinya sedang terluka," Regis mendekatkan wajahnya, kemudian mencium tangan Serena lembut, "semoga lekas sembuh."

Serena terdiam. Laki-laki di depannya ini terbilang cukup tampan, dengan senyuman bak samudera yang menenangkan. Namun, jika lengah sedikit saja, kau bisa tenggelam dan terperangkap di dalamnya. Jangan lupakan soal sikapnya. Ia sangat lembut dan sopan pada seorang wanita. Bulu matanya terlihat lentik, hidungnya yang terpahat hampir sempurna, dan jambang tipis yang tumbuh disekitar rahangnya membuat Regis terlihat semakin seksi.

"Lepaskan tanganmu, Regis! Dia calon istriku!"

"Baru calon istri, kan?" Regis tersenyum ke arah Perceval, membuat laki-laki itu semakin jengkel.

Perceval menggeram, ia menarik tangan Serena kemudian menepis tangan Regis dengan cepat.

Regis tertawa renyah. "Possesive sekali. Ah, nona Serena. Kau bekerja di cafe Des Latanz, kan?"

Serena mengangguk.

"Aku pasti akan mampir, aku ingin sekali mencicipi masakanmu. Lusa aku ke sana, aku harap kau sedang tak berlibur." Regis mengerling kemudian tersenyum pada Serena.

Serena hanya membalas dengan senyuman tipis.

Perceval mengepalkan tangannya. Regis jelas-jelas sedang menggoda Serena di depan matanya. Garis bawahi, di depan matanya! "Kau mau apa?! Dia milikku!"

Serena menoleh kaget. Seenaknya saja laki-laki ini mengklaim bahwa dia adalah miliknya.

Regis hanya bisa tertawa mendapat sambutan seperti itu.

"Dulu, kau merebut kekasihku. Sekarang, kau mau merebut calon istriku juga?! Langkahi dulu mayatku, Regis!"

"Apa itu sebuah tantangan, Perceval?"

"Jangan macam-macam, sialan!"

"Ugh, sikapmu malah membuat semuanya semakin menarik." Regis tersenyum, sangat menyebalkan. "Nona Serena, sampai bertemu lagi." Regis mengerling sebelum akhirnya ia melangkah pergi.

Serena mengangguk pelan.

Perceval menggeram kasar. "Apa-apaan dia itu?! Dasar, berengsek!"

Serena terus menatap lekat wajah Perceval.

"Apa?" sungut Perceval.

"Kau cemburu??"

Perceval tertegun, sesaat kemudian berdehem. "Siapa yang cemburu??." Perceval mengalihkan wajahnya kesal.

Tiba-tiba suara tawa Serena terdengar, membuat Perceval langsung menoleh. Ini pertama kalinya, ia melihat Serena tertawa bahagia seperti itu. Ia rela memberikan dan melakukan apa saja, agar ia bisa terus melihat tawa itu.

"Ah, ya ya. Aku sudah tau jawabannya." Serena menyentuh bahu Perceval. "Sebenarnya, aku agak penasaran...." Serena mengangkat jari telunjuk kanan, menempelkannya di dagu. Wajahnya terlihat sedang berpikir. "Apa yang akan dilakukan Regis Seymour untuk mendapatkanku?"

Perceval langsung menegang. Mendengar ucapan Serena barusan, layaknya seperti petir yang menyambar di siang hari.

Serena kembali tertawa melihat reaksi Perceval. Ia memang mudah sekali dibaca. Itu pembalasan, karena dia berani menciumnya. "Sudahlah, aku mau ambil minum dulu." Serena menyentuh bahu Perceval, lalu terkekeh geli. Melangkah menjauh, meninggalkan Perceval yang masih terdiam dan bergelut dengan pikirannya sendiri.

Serena melangkah dengan ringan, seringan kapas yang terbang terbawa oleh angin. Hatinya bahagia, karena ia berhasil membuat Perceval mati kutu. Senyum tak henti-hentinya tercipta, saat ekspresi Perceval terus saja terngiang dalam ingatannya.

"Rasakan. Kau tak tahu berurusan dengan siapa...." Serena terkikik geli, tetapi kekehannya terhenti saat ia melihat dua orang yang sangat ia kenal sedang berciuman. "Sam? Cherlyn??" ucap Serena tak percaya.

Samuel dan Cherlyn terdiam, perlahan melepaskan pelukan mereka. Samuel menoleh dengan wajah yang masih merona. Tak jauh dengan gadis di sampingnya, Cherlyn hanya bisa tersenyum kikuk.

"Kalian ... pacaran??"

Samuel mengangguk, mengiyakan.

"Sejak kapan?"

"Dua bulan lalu." Kali ini Cherlyn yang menjawab.

Serena mendelik, menatap Samuel dengan tatapan tajam. "Dan kau tak memberitahuku sedikitpun?!"

Samuel merengut, kemudian tersenyum tipis. "Bukannya aku tak mau memberitahumu, Rein. Tadinya, aku ingin ini menjadi kejutan, tapi kau malah melihat kami ... ya, kau tahulah."

Serena berdecak. "Kau ini, benar-benar ya. Kalau begitu, kenapa tidak kalian saja yang menikah?" usul Serena. "Aku jadi tak perlu melakukan perjodohan ini. Kalian setuju, kan??" 

Samuel memutar bola matanya. "Jangan bercanda, Rein. Ini kan, mom yang memintanya."

"Ah, kalian tak seru." Serena mengibaskan tangan kanannya lalu  mengangkat bahu, kemudian melangkah menuju mini bar. Dia memesan red wine. Serena merupakan orang yang tak kuat minum, dia hanya bisa minum wine, selain itu, dia menyerah.

Serena memutar-mutar gelasnya, menghirup aroma yang menguar dari dalam gelas kaca tersebut sebelum menyesap kenikmatan dari red wine dengan perlahan. Rasa hangat langsung menjalar ke seluruh tubuh. Cabernet Franc, salah satu red wine yang sering dikonsumsi kebanyakan orang.

"Nona Serena."

Serena menoleh, saat seseorang memanggilnya. Ia mengernyit. Seorang laki-laki memakai baju maid, tersenyum padanya. "Apa aku mengenalmu?"

"Tidak. Aku hanya ingin berbincang denganmu."

"Tentu saja. Ada apa?" Serena mengesap red wine-nya kembali.

"Aku baru pertama kali bekerja di mansion ini, itu pun hanya sebagai pengganti. Apakah saya bisa bekerja di sini, sebagai maid tetap?"

Serena mengangguk paham. "Ah, aku mengerti apa yang kau maksudkan. Nanti ak--" Tubuh Serena oleng, ia mencoba berpegangan pada meja bar agar tak jatuh. Pandangan matanya tiba-tiba saja mengabur. Ia menekan pelipis mencoba menghilangkan rasa sakit di kepala. Tubuh Serena mulai lemas, tanpa sengaja gelas yang dipegangnya terjatuh.

Tubuh Serena tersungkur ke depan. Maid tersebut langsung memeluknya. Sebelum kesadaran Serena benar-benar hilang, samar ia mendengar pria itu berkata, "Bawa gadis ini. Jauhkan dia dari Bennet."


** Thank You **


Ah. Victor dan Alexa belum muncul ternyata 😂😂😂😅😅

Ada yang gemes sama Perceval & Serena?

Ada yang bisa nebak, itu maid mau apa dan suruhan siapaa?? Wkwkwk 😈😈😂😂

Maafkan jika part ini ga sepanjang sebelumnya. Emang sengaja sih 😂😂 pegel ngetiknya haha

Salam hangat,

Rifa.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top