Piece Of Puzzle | Part 17 : Are you happy?
Nih aku kasih yang agak panjang.. 😂😂
Maafkan jika alur POP terasa lambat. Aku ingin chemistry antara Perceval dan Serena benar-benar terjalin dan kuat, ga langsung instan. Karena cinta juga butuh proses bukan? Wkwkwk 😂😂
Beri saran atau masukan aja, jika kalian merasa ada yang aneh atau janggal, atau mungkin ceritanya agak monoton 😂😂
** Happy Reading **
Lenguhan pelan keluar dari bibir Serena saat seseorang semakin mengeratkan pelukannya di pinggang gadis itu. Sang mentari telah keluar dari peraduannya sejak dua jam yang lalu, tetapi Serena masih enggan untuk membuka mata dan beranjak bangun dari ranjangnya.
Entah mengapa, Serena merasa ranjangnya saat ini terasa sangat nyaman dan hangat. Namun, alisnya mengernyit saat bau maskulin khas seorang pria menyeruak ke indera penciumannya.
Perlahan ia membuka mata, mencoba mengumpulkan kesadaran yang masih berada di awang-awang. Serena tertergun saat menyadari pemandangan pertama yang ia lihat adalah seorang laki-laki. Perlahan ia mendongak.
Satu detik ....
Dua detik ....
"Astaga!!" pekik Serena refleks mendorong tubuh Perceval hingga pantat laki-laki itu mencium lantai yang dingin.
Perceval yang sedang tertidur langsung tersentak kaget. "Argh!! Apa yang kau lakukan?! Sakit, Serena!" geram Perceval mengusap pantatnya perlahan.
"Aku yang seharusnya bertanya seperti itu. Apa yang kau lakukan di sini, hah?! Kau tidur di kamarku, bahkan kau memelukku, apa kau gila?!" sentak Serena frustrasi.
Perceval terkeheh geli. Wajah Serena saat marah terlihat sangat manis. Apa nanti saat ia sudah menikah dengan Serena, setiap pagi dia akan marah-marah seperti ini? Perceval pasti sudah gila karena ia merasa itu akan sangat menyenangkan.
"Kenapa kau senyum-senyum? Ya Tuhan, aku pasti sudah kehilangan pikiran karena terus mengajakmu bicara." Serena memijit keningnya pelan. "Sekarang, keluar dari kamarku!" sentak Serena frustrasi sambil menunjuk ke arah pintu.
Perceval berdiri kemudian menyeringai. "Sudahlah ... jangan marah-marah, kau terlihat menggemaskan saat kau marah."
"Wha--" Serena berdecak pelan. "Pergilah, aku tak ingin berdebat, ini masih pagi dan aku tak mau mood-ku berubah jadi buruk." Serena bergerak duduk di samping ranjang, menggelung rambutnya asal. Tubuhnya sudah lebih baik sekarang dibandingkan kemarin.
Perceval terus terdiam sambil menatap Serena lekat. Ada bagian hatinya yang membuncah saat ia bisa melihat Serena sepagi ini. Meski dengan wajah yang sedikit pucat tak mengurangi kadar kecantikannya. Ya Tuhan, ia ingin segera memiliki gadis itu.
Perceval tertegun. Ia mengangkat tangan menyentuh dadanya di mana jantungnya bersemayam. Wajahnya sekilas memerah, saat ia merasakan jantungnya berdebar dua kali lipat-- tidak bahkan tiga kali lipat--ia tak pernah merasakan jantung ini berdebar begitu kencang untuk seorang wanita, bahkan untuk Alexa sekalipun.
"Kenapa kau masih di sini?" delik Serena, ia melirik Perceval dengan tatapan tajam.
Perceval menggaruk tengkuknya, nervous. Ya ampun, sepertinya gadis ini memang benar-benar sakit semalam. Ia menghembuskan napas dengan wajah kecewa, padahal semalam gadis itu juga membalas pelukannya. Ia merasa sangat kesal sekarang karena hanya dia yang ingat kejadian semalam. Perceval mengacak rambut frustrasi. Ia ingin gadis itu juga bisa mengingatnya.
"Apa kau tak ingat kejadian semalam?"
Serena mengernyit, wajahnya mengisyaratkan jika ia benar-benar penasaran. "Kejadian apa maksudmu?"
Perceval tersenyum menggoda, pikiran nakal tiba-tiba melintas dalam otak jahilnya.
"Kenapa kau senyum-senyum begitu?" tanya Serena bergidik. Tidak mungkin ia melakukan 'hal itu' sedangkan dia saja semalam sedang demam. Ia bahkan tak merasakan apapun di bawah sana. Padahal menurut orang-orang, seorang gadis yang baru pertama kali melakukannya pasti akan merasakan perih dan sakit. Wajahnya tiba-tiba memerah hingga ke telinga. Refleks ia menutup wajahnya, menutupi rasa malu yang tiba-tiba menjalar. Bisa-bisanya ia berpikir seperti itu.
"Oh, apa yang kau pikirkan? Wajahmu memerah ...." Perceval melangkah mendekat. "Sepertinya kau sedikit mengingatnya." Perceval mengulum senyum, ia tak tahan ingin tertawa.
Serena menurunkan tangannya dan perlahan membuka mata. Ia terlonjak kaget, saat mendapati wajah Perceval hanya berjarak beberapa centimeter dari wajahnya.
Devil Perceval tertawa puas. Rasanya ia ingin berguling-guling melihat wajah gadis ini yang semakin memerah.
"A-apa yang kau lakukan?! J-jauhkan wajahmu dariku!" Serena mendorong wajah Perceval, tetapi laki-laki itu malah menahan pergelangan tangannya. Dengan sangat terpaksa, Serena melihat iris mata biru Perceval. Ada kilatan di mata laki-laki itu yang tak bisa Serena jelaskan.
Perseval tersenyum tipis. "Sepertinya aku harus mengingatkanmu lagi."
Lidah Serena kelu. Astaga, jantungnya sudah berdebar tak karuan, ia tak pernah berada di kamar ini bersama seorang laki-laki. Napasnya tertahan, saat Perceval semakin mendekatkan wajahnya. "Tu-tunggu ... argh!" Serena mendorong Perceval sekuat tenaga, dengan langkah cepat ia keluar dari ranjang dan segera berlari ke kamar mandi. Refleks ia langsung mengunci pintunya. Gadis itu menyandarkan tubuhnya di pintu tersebut.
Serena menutup wajah dengan kedua tangannya. Ia malu. Gadis itu tak percaya, bisa ia gugup di depan seorang Perceval. Jantungnya bahkan masih berdebar-debar dan rasanya itu menjalar hingga kakinya terasa semakin lemas. Tiba-tiba kalimat itu terdengar begitu saja dari balik pintu.
"Serena, tanganmu terluka! Apa kau mau aku mandikan?"
Hanya satu kalimat, dan itu membuat wajah Serena kembali memerah hingga ke telinga. Serena menggeleng. Pria itu lihai sekali dalam hal menggoda.
"P-pergi!!"
Hening tak ada jawaban, tetapi suara pintu yang tertutup menandakan bahwa Perceval telah keluar dari kamarnya.
Serena melangkah ke wastafel, menatap wajahnya yang masih memerah. Ia menggeleng tak percaya, rasanya ia malu melihat wajahnya sendiri. Serena langsung menyapukan air ke seluruh wajah, berharap bisa mengusir Perceval dari pikirannya. Namun tak berhasil.
"Hah, apa ini?" pekik Serena saat ia menyadari ada tanda memerah di lehernya. Ada kissmark di lehernya.
Serena menggeleng. Ia harus memastikannya. Ia butuh mandi di bathtub untuk menyegarkan dan menenangkan pikirannya.
****
Perceval tergelak saat ia menutup kamar Serena. Wajahnya yang memerah terlihat sangat menggemaskan. Ah, ia bahkan lupa memberitahukan jika pertunangan mereka di hotel dibatalkan oleh daddy.
"Percy."
Perceval menoleh. Samuel muncul entah darimana kemudian tersenyum tipis.
"Mau ke mana kau? Masih pagi, tapi kau sudah terlihat sangat tampan."
Samuel tertawa renyah. Sekilas rona merah muncul di wajahnya.
Ah, Perceval tahu pria ini akan pergi ke mana.
"Aku ingin menjemput Cherlyn dan mengantarkannya mengambil dress untuk acara nanti malam."
"Ya. Ya ...." Perceval mengangguk. Ia menatap Samuel dengan tatapan hohor, membuat laki-laki di sampingnya mau tak mau menelan salivanya. "Sudah sampai sejauh mana hubunganmu dengan Cherlyn? Apa kau sudah tidur dengannya?"
Wajah Samuel langsung memerah hingga ke telinga.
Perceval langsung tergelak. Ya ampun, mereka benar-benar mirip.
"A-aku ... kami maksudku, belum melakukan itu." Samuel refleks langsung terdiam, ia menyadari jika ia salah memilih jawaban karena calon kakak iparnya ini kembali tertawa dengan keras.
"Hahaha. Baiklah ... dia itu adikku. Akan kubunuh kau kalau sampai menyakiti atau meninggalkannya."
Samuel tersenyum. "Aku tak akan meninggalkannya, aku sangat mencintainya," jawab Samuel mantap dengan mata yang penuh keyakinan.
"Mencintai siapa?"
Serena tiba-tiba bersuara dari belakang, membuat Perceval dan Samuel menoleh. Gadis itu memakai jeans biru sepangkal paha, atasan tanktop putih dipadukan dengan long coat hitam yang talinya ia biarkan begitu saja. Hingga Perceval bisa melihat dengan jelas lekukan tubuh Serena. Oh, dan jangan lupa sneaker putih yang selalu ia pakai.
Perceval berdeham, mencoba meredakan tenggorakannya yang terasa tercekat. "Mau ke mana kau??"
"Jalan-jalan."
"Non. Kau ikut denganku." Perceval menarik pergelangan tangan Serena saat ia melewati keduanya.
Serena berdecak kemudian menoleh. "Memangnya mau ke mana?"
"Mengambil dress untuk pesta pertunangan kita nanti malam. Oh, aku lupa memberi tahumu. Pertunangannya tidak jadi di selenggarakan di hotel, daddy membatalkannya."
"Hah, dad membatalkan pertunangannya?" tanya Serena dengan mata berbinar yang langsung dibalas tatapan tajam Perceval.
"Tempatnya bukan pertunangannya, Rein. Dad ingin pertunangannya dilangsungkan di halaman belakang mansion ini." Samuel terkekeh pelan.
"Kenapa?" tanya Serena dengan raut wajah kecewa.
"Dia ingin, mommy juga melihat pertunangan kita," ucap Perceval menyunggingkan senyuman.
Serena menepis tangan Perceval. "Berhenti memanggil orang tuaku dengan daddy dan mommy, terdengar menjijikan," delik Serena kesal membuat Perceval terkekeh geli.
"Ayo, ikut aku."
"Aku bilang tak mau!"
Perceval berdecak. "Kau mau aku cium sampai kehabisan napas atau ikut aku ke butik?" tanya Perceval dengan wajah datar.
Serena terdiam. Rona merah sekilas singgah di wajahnya. "Dasar pemaksa!" Serena melangkah dengan cepat meninggalkan Samuel dan Perceval.
Samuel hanya bisa menggeleng pelan melihat kelakuan kakak dan calon kakak iparnya.
Perceval berpamitan pada Samuel kemudian langsung mengejar Serena yang terlihat sedang mengumpat.
"Ayolah, hari ini hari besar kita, kita harus terlihat mesra." Perceval menyeringai.
Serena mendelik, menatap Perceval dengan tatapan horor. "Lagipula, bukankah kau belum mandi?"
"Ketampananku tidak akan berkurang, meski aku belum mandi." Perceval menyisir sebagian rambutnya ke belakang.
Rasanya Serena ingin muntah. "Sepertinya tingkat kepercayaan dirimu sudah melebihi takaran."
Perceval terkekeh pelan kemudian mengikuti Serena dari belakang.
"Mau apa kau?"
"Tentu saja membukakan pintu untukmu." Perceval langsung melangkah mendahului Serena.
Serena menganga. Laki-laki ini tak bercanda, ia membukakan pintu untuknya. Victor saja tak pernah melakukan hal semanis ini.
"Cepat masuk."
"I-iya."
Perceval langsung menutup pintunya kembali. Ia berlari ke arah sebaliknya dan langsung masuk ke dalam mobil.
Serena masih saja terdiam. Ia terlihat bingung.
"Rein!"
"Hah? Apa??" Serena menoleh kaget karena suara Perceval terdengar memekakan telinga.
"Aku memanggilmu beberapa kali. Apa kau tak dengar?" tanya Perceval sedikit kesal.
Serena berdeham. "Ada apa?"
"Pasang seatbelt-mu."
Serena mengangguk. Ia menarik seatbelt kemudian memasangkannya.
Perceval dengan cepat menyalakan mobilnya dan menancap gas. Sepanjang jalan hening tercipta diantara keduanya, sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Kenapa kita melewati jalan ini?" Serena menoleh, akhirnya ia bersuara saat Perceval tiba-tiba berbelok ke arah sebaliknya.
"Kita ke sungai Seine dulu."
"Mau apa? Kau mau mandi di sana?"
Perceval mengulum senyum. "Ya, kita akan berenang di sana."
Serena menoleh, membelakakan matanya kaget.
Perceval terkekeh geli. "Aku hanya bercanda. Ah, sudah sampai." Perceval mematikan mobilnya. Membuka pintu dengan cepat lalu berlari ke seberang. Ia kembali membukakan pintu untuk Serena.
Serena melangkah keluar setelah sebelumnya ia sempat terdiam dengan ekspresi datar yang tercipta di wajahnya. Ada beban di hatinya yang ia rasakan. Laki-laki ini entah sejak kapan, ia memperlakukan Serena jauh lebih baik. Pria itu membuatnya nyaman, dia memberikan perhatian-perhatian kecil yang menurutnya sangat manis. Dia membuat hidup Serena terasa lebih bahagia.
Perceval menatap Serena yang sedang fokus memandangi sungai Seine, ia menumpukan kedua tangan di pagar pembatas. Rambutnya sedikit berantakan karena hembusan angin. Tatapannya kosong, terlihat sedang memikirkan sesuatu, tetapi ia tak berani untuk sekedar bertanya. Ah, entah sejak kapan, ia merasa nyalinya seciut ini jika di depan Serena.
"Apa kau bahagia?" bisik Perceval pelan. Hatinya terasa berdenyut, ia ingin gadis itu bahagia. Sungguh. Namun, jika memang pertunangan ini malah membuatnya tersiksa, lebih baik ia membatalkannya.
Perceval tertegun dengan pikirannya sendiri, sesaat kemudian ia meringis. Ia tak akan anggup melihat Serena dengan laki-laki lain.
Serena menoleh perlahan, menatap Perceval dengan lekat. Tak ada jawaban sama sekali. Tiba-tiba tangannya terulur, menarik pergelangan tangan Perceval. "Ayo, pergi." Serena membalikkan badan kemudian melangkah diikuti Perceval. Perceval tak menyadari, senyuman tipis yang tercipta di wajah Serena.
💞💞💞
Untuk kesekian kalinya, Perceval terus berdecak. Ia mondar-mandir ke sana kemari dengan perasaan gugup.
"Tenanglah Percy, Rein sebentar lagi juga datang." Samuel menepuk bahu Perceval pelan.
"Tapi sebentar lagi acaranya mulai, Sam. Dia bahkan--" ucapannya tertahan saat mata Perceval menangkap Serena dan Cherlyn yang baru saja keluar dari mansion.
Samuel mengikuti arah pandangan Perceval. Ia tersenyum saat melihat Cherlyn terlihat cantik dengan gaun peach tanpa lengan. Namun, malam ini Serena terlihat berbeda dari biasanya. Tawa tak lepas dari bibirnya saat ia mengobrol bersama Cherlyn. Ah, tentu saja, ia bisa paham pandangan Perceval yang memuja dan mendamba Serena.
Perceval masih tertegun. Ia bahkan tak bisa menjelaskan gadis itu hanya dengan satu kata. Short drees hitam yang ia pilih, terlihat pas di tubuh gadis itu. Rambutnya ia biarkan terurai dan bibirnya ia poles dengan lipstik merah. Gadis itu terlihat berbeda malam ini, dia sangat memesona.
"Ka Percy ... dia terlihat cantik, bukan?" goda Cherlyn sambil mengerlingkan matanya.
Perceval hanya bisa berdeham. Ia merasa gugup hanya karena melihat Serena.
"A-aku ambil minum dulu." Perceval melangkah begitu saja tanpa menyapa Serena sama sekali, membuat Samuel hanya bisa menggeleng tak percaya.
"Kau terlihat sangat cantik, Rein."
"Kau juga sangat tampan." Serena mencubit pipi Sam gemas.
"Nona, apa anda mau minum?"
Serena menoleh, saat salah satu maid ayahnya--Den--menawarinya minuman. "Ah, tentu." Serena mengambil white wine, kemudian langsung meminumnya perlahan.
Taman belakang mansion-nya terlihat berubah, ia baru menyadarinya. Langit-langitnya ditutupi kain, membuat tempat ini sedikit gelap. Meja bundar ditata sedemikan rupa dengan lilin-lilin sebagai penerangannya. Ah, dan jangan lupa taburan lampu-lampu kecil seperti bintang yang ditampilkan di langit-langit. Ada beberapa pohon-pohon kecil diletakan di samping meja.
"Indah bukan?"
Serena mengangguk.
"Perceval yang menatanya. Dia bilang ini untukmu." Samuel tersenyum, ia menggenggam tangan Cherlyn perlahan.
Hati Serena menghangat. Lagi-lagi pria itu.
"Apa yang kau lakukan?! Berani sekali kau menatap Serena dengan tatapan seperti itu?!"
Serena menoleh kaget, saat suara Perceval terdengar. Laki-laki itu sedang mencengkeram kerah Den dengan kencang. Serena menggeleng. Hobi sekali pria ini mencengkeram kerah orang.
"Ada apa?"
"Dia menatapmu seakan kau itu buruannya!"
"Maafkan saya, Tuan Bennet. Saya tak berani menatap nona Rein seperti itu." Den menunduk, tubuhnya terlihat gemetar ketakutan.
"Kau mau aku pecat?!"
Den mendongak, menatap Perceval dengan tatapan memohon. "S-saya mohon Tuan, jangan. Saya minta maaf ...."
Serena berdecak. "Sudahlah, Percy. Kau berlebihan! Jangan membuat mood-ku menjadi buruk dengan tingkahmu."
Perceval menggeram, ia melepaskan cengkeramannya. Dengan cepat tangannya menarik Serena agar menjauh dari pandangan Samuel dan Cherlyn.
"Mau ke mana?"
Perceval terdiam. Ia tak berniat menjawab sama sekali. Langkahnya terhenti kemudian berbalik, membuat Serena tak sengaja menabrak dada pria itu.
"Ah! Kalau mau berhenti, bilang!" Serena mengelus pelan hidungnya yang terasa sakit. Namun, gerakannya terhenti saat Perceval memasangkan jasnya di bahu Serena. Serena mendongak, Perceval sedang menatap ke arah lain, dengan punggung tangan kanan yang terangkat menutupi mulutnya. Meski pencahayaan di sini agak redup, ia bisa melihat jika wajah Pria itu memerah.
"Aku tak suka kau memakai dress itu. Belahan dadamu terlihat," ucap Perceval tanpa melihat ke arahnya. "Hapus lipstikmu! Memangnya, kau seorang penggoda?!" Perceval menoleh, mengeluarkan sapu tangan kemudian mengulurkannya ke arah Serena.
"Cepat hapus!" ucap Perceval kembali saat tak ada gerakan dari Serena.
"Kau ini ...." Serena mengepalkan tangan, ia geram dengan tingkah pria ini yang seenaknya. "Kau sendiri yang memilihkanku dress ini!"
"Tapi sekarang aku tak suka!"
"Argh! Terserah! Aku tak mau bertengkar." Serena berbalik, kemudian melangkah menjauh.
Perceval melangkah menyusul Serena kemudian. Damitri dan Frank ternyata sudah ada di sana, dan acaranya sudah di mulai dengan dipandu oleh Damitri.
"Ah, ini dia pasangan hot kita malam ini. Percy, Serena kemarilah."
Perceval dan Serena melangkah mendekat. Mereka masih terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Perceval masih kesal karena para laki-laki di sini berani menatap Serena seakan ia bisa di bawa ke tempat tidur kapan saja.
Sedangkan Serena, ia kesal karena Perceval selalu bertingkah childish.
"Hei, apa yang kalian lamunkan? Pasangkan cincinnya, Percy." Damitri menepuk bahu Serena dan Perceval membuat keduanya terenyak kaget. Samuel sudah berdiri di samping Perceval dengan membawa kotak perhiasaan. Perlahan ia membuka kotak tersebut, menampilkan cincin berlian di dalamnya.
"I-ini ...," ucap Serena tertahan.
"Ya, de beers platinum. Aku membelinya dan memesan khusus untukmu." Perceval mengambil cincin berlian tersebut.
Lagi dan lagi, dada Serena menghangat. Hatinya membuncah saat Perceval bersikap semanis ini. Cincin dengan batu berlian seberat 9 karat, membuat cincin tersebut menjadi salah satu yang termahal di dunia.
"Ada ukiran inisial nama kita di dalamnya."
Serena bisa melihatnya. P & S. Ia mengulum senyum, gadis itu mendongak. Senyum Perceval terukir di wajahnya. Senyum termanis yang belum pernah Serena lihat sebelumnya.
Perceval menggenggam tangan kiri Serena. Perlahan, tetapi pasti. Pria itu memasukan cincin berlian tersebut di jari kiri calon istrinya. Ia tersenyum bahagia. Hatinya menghangat seiring dengan riuh tepuk tangan di taman belakang tersebut.
Serena hanya bisa menunduk malu. Ia sangat gugup. Jantungnya terus berdebar sejak tadi, bahkan tangannya terus saja berkeringat. Dan sesaat kemudian, ucapan calon mertuanya membuat Serena mati kutu di tempat.
"Percy, cium calon istrimu...."
** Thank You **
Bagaimana part ini? Apakah membosankan? 😂😂😂 atau terlalu panjang?? 😅😅
Maafkan yaaa.. Karena bagian pertunangan ini, emang harus ada 😂😂
Ahey, ahey, akhirnya tunangan juga.. Haha. Kayaknya partnya ga bakal banyak deh 😅 takut bosen..
Btw, gimana kabar Alexa sama Victor ya? 😂😂
Salam hangat,
Rifa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top